Kisah Suhaeri Penantang Ombak Penyelamat Daratan, Berkat Mangrove Desanya di Karawang Bebas Abrasi

Di tengah rimbunan mangrove, seorang pria mengenakan kaus biru dengan celana olahraga pendek berwarna abu-abu bercorak hitam dan sandal kulit.

Penulis: Cikwan Suwandi | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribunjabar.id/Cikwan Suwandi
Suhaeri, warga Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, usahanya bertahun-tahun menanam mangrove membuahkan hasil. Kini Dusun Pasir Putih terlindungi dari ancaman abrasi dan memiliki daerah wisata hutan mangrove. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Karawang, Cikwan Suwandi

TRIBUNJABAR.ID, KARAWANG - Di tengah rimbunan mangrove, seorang pria mengenakan kaus biru dengan celana olahraga pendek abu-abu. Dengan kaki beralas sandal kulit, pria itu berdiri di jembatan kayu bercat cokelat berukuran kurang lebih satu meter.

Kulitnya yang sawo matang sudah terbiasa dengan terik matahari yang saat itu suhu panasnya mencapai 39 derajat Celsius. Rambutnya terlihat telah beruban kendati kepalanya ditutupi topi hitam.

Siang itu, dia menyambut rombongan wartawan yang berkunjung ke wisata Mangrove Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang.

Kendati dengan pakaian sederhana, Suhaeri menyambut wartawan dengan senyuman lebar dan terlihat dengan penuh kebanggaan.

Suhaeri patut berbangga hati, pasalnya usahanya bertahun-tahun menanam mangrove membuahkan hasil. Dusun Pasir Putih itu kini terlindungi dari ancaman abrasi dan memiliki daerah wisata hutan mangrove.

Pria 54 tahun itu pun menceritakan perjuangannya. Kira-kira 7 tahun lalu, kondisi Dusun Pasir Putih terancam abrasi. Bahkan ombak laut sudah menghantam tembok rumah warga.

Menyaksikan ancaman itu, kekhawatiran pun singgah dalam batinnya. Ia yakin, cepat atau lambat ombak laut pasti akan mencapai rumahnya dan mengancam kehidupan dia dan keluarganya.

Saat itu, Suhaeri yang menjadi anggota Pokmaswas Perikanan (Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan) mendapat kesempatan berkunjung ke Brebes, Jawa Tengah.

"Kata pengelola sana, kenapa belajar di sini. Kita saja belajar di Kabupaten Karawang (Mangrove Cikeong, Sedari). Kalau begitu bisa ya di Karawang, " kata Suhaeri, Jumat (27/10/2023).

Sepulang dari Brebes, semangatnya untuk menanam mangrove kembali bergejolak. Namun dia mengalami perang batin, semalaman dia berpikir, jika dirinya fokus menanam mangrove, Suhaeri harus mengorbankan penghasilannya sebagai nelayan rajungan yang melaut selama 24 jam.

"Saya tidak langsung bilang istri saya dan anak-anak. Saya langsung yakinkan diri saya untuk menanam mangrove, " kata dia.

Esok paginya, Suhaeri langsung mengumpulkan bibit mangrove liar dari pekarangan warga. Kemudian dia bawa dan tanam ke bibir laut yang penuh lumpur.

Setiap hari dia tanam 20 bibit tanaman mangrove. Serta merawatnya dengan membersihkan sampah yang menempel pada batang mangrove.

"Istri saya heran, saya pulang melaut, tetapi mandi lumpur. Kemudian saya baru jujur dan istri akhirnya mendukung. Warga sendiri banyak yang meremehkan, tetapi saya tidak peduli dan saya yakini bahwa ini akan berhasil," kata dia.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved