Kisah Ibu di Lombok Dipolisikan Anak Kandung karena Sengketa Tanah hingga Dituding Lakukan Perusakan

Rakyah (84), seorang ibu lansia di Lombok ini menelan pil pahit dipolisikan anak kandungnya sendiri gara-gara sengketa tanah.

|
Editor: Hilda Rubiah
YouTube tvOneNews
Kisah Rakyah (84) ibu lansia di Lombok Barat dipolisikan anak kandung sendiri dituduh lakukan perusakan lahan hingga sengketa tanah 

TRIBUNJABAR.ID - Rakyah (84), seorang ibu lansia di Lombok ini menelan pil pahit dipolisikan anak kandungnya sendiri gara-gara sengketa tanah.

Rakyah dipolisikan anak kandungnya Saerozi (64).

Diketahui Rakyah merupakan warga Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Di usianya yang seharusnya menikmati masa senja, ia justru berseteru dengan anaknya sendiri gara-gara sengketa tanah.

Anak kandung ibu tersebut tega membawa masalah ini ke ranah hukum.

Baca juga: Viral Video Emak-emak Pengendara Mobil Mini Cooper Adang Bus Transjakarta, Tak Terima Mobil Bonyok

Rakyah dilaporkan Saerozi karena dianggap telah melakukan perusakan di lahan sebesar 28 ribu meter persegi.

Rakyah menyebut jika lahan sebesar 28 ribu meter persegi yang dipermasalahkan itu milik suaminya, Multazam, yang sudah wafat tahun 1999.

Rakyah menjelaskan Saerozi mengaku sudah membeli tanah 28 ribu meter persegi itu dari almarhum bapaknya pada 1991 seharga Rp 5 juta.

Namun, saat diminta untuk memberikan bukti pembelian tanah tersebut, Saerozi tak bisa menujukkannya.

Saerozi lalu menyebut bahwa ibu lansianya itu sudah hilang ingatan.

"Dibilang saya gila, dibilang saya tidak ingat apa-apa, itu caranya melaporkan saya," ucap Rakyah.

"Dibilang gila oleh anak sendiri,"

"Saya dianggap merusak rambutan dan pohon pisang waktu itu," imbuhnya pilu.

Lalu pengacara Rakyah Bhukori Muslim menjelaskan kliennya dilaporkan atas tuduhan pengrusakan lahan oleh Saerozi.

"Jadi klien kamu ini dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri dengan tuduhan pengrusakan dan pemakaian tanah tanpa izin," kata Bukhori.

"Karena anaknya ini menganggap dia memiliki sertifikat,"

"Jadi tanah ini adalah tanah waris, karena dari dulu tanah ini milik dari Haji Multazam suami dari nenek Rakyah,"

"Anak pertama ini ya mengusai semua tanahnya, dari 9 anak," imbuhnya.

Bhukori menjelaskan tanah yang diklaim Saerozi memang memiliki sertifikat.

Akan tetapi sertifikat tersebut dibuat saat progam nasional, pemberian sertifikat tanah gratis.

"Sertifikat itu dikeluarkan pada progam sertifikat gratis," ujar Bhukori.

"Kami anggap ada kelemahan," imbuhnya.

Baca juga: PILU Nenek di Klaten Tinggal Serumah dengan Mayat Suami, Tak Tahu Suaminya Sudah Meninggal

Sebelum dilaporkan ke polisi, Rakyah dan 7 anaknya yang lain pernah mengajak Saerozi untuk mediasi.

Dalam mediasi di kantor kepala desa tersebut, Saerozi diminta untuk menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.

"Jadi anak ini pengakuan secara sepihak oleh anak pertama, sudah dibeli oleh almarhum bapaknya," kata Bhukori.

"Tapi saat di mediasi, ditanya kapan dibeli, siapa saksinya, mana akta jual belinya dia tidak mampu membuktikan," imbuhnya.

Tak cuma itu, saat diminta bersumpah atas nama tuhan, Saerozi menolaknya.

"Kita lalu meminta si anak untuk bersumpah atas nama tuhan, tapi dia tidak mau, tidak berani," kata Bhukori.

"Lalu selesai mediasi, dia langsung laporkan ibu kandung dan 7 saudaranya ke polisi," imbuhnya.

Bhukori lalu membantah kalau kliennya pikun atau terganggu mentalnya.

"Jadi klien kami ini sehat, tidak ada hilang ingatan, tidak pikun, tidak gila," tegasnya.

(TribunJakarta.com/ Rr Dewi Kartika H)

Artikel ini diolah dari TribunJakarta.com

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved