Mengenal Ritual Panjang Jimat, Puncak Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Kanoman Cirebon

Gelaran tradisi Panjang Jimat dalam peringati Maulid Nabi Muhammad SAW telah digelar oleh Keraton Kanoman Cirebon, Kamis (28/9/2023) malam.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
Potret ritual Panjang Jimat di Keraton Kanoman Cirebon dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (28/9/2023). 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON- Gelaran tradisi Panjang Jimat dalam peringati Maulid Nabi Muhammad SAW telah digelar oleh Keraton Kanoman Cirebon, Kamis (28/9/2023) malam.

Kegiatan itu merupakan puncak dari rangkaian peringatan yang telah digelar sejak 19 Agustus lalu, tahun ini.

Namun tahukah makna di balik tradisi tersebut? Juru bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina menjelaskan.

Baca juga: Puncak Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Kanoman Cirebon: Warga Antusias Melihat Panjang Jimat

Di temui di sela-sela kegiatan tersebut, Arimbi menjelaskan, tradisi itu sudah muncul dan berkembang sejak masa pemerintahan Pangeran Cakrabuwana, anak Prabu Siliwangi yang menjadi penguasa Cirebon, 1447-1479 Masehi.

"Ya tradisi ini telah dilakukan sejak masa Pangeran Cakrabuwana, tradisi ini diperingati lengkap dengan tradisi-tradisi yang dilakukan sebelumnya, yang dimulai sejak tanggal 1 safar sampai pada puncaknya 12 rabiul awal," ujar Arimbi.

Menurutnya, tradisi ini terus bertahan dan dilestarikan secara rutin ketika masa Sunan Gunung Jati (1479-1568 M), Fatahillah (1568-1570 M).

Lalu berlanjut pada masa Pangeran Mas Zainul ‘Arifin atau Panembahan Ratu I (1570-1649/50 M), masa Panembahan Girilaya (1650-1662).

Potret ritual Panjang Jimat di Keraton Kanoman Cirebon dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (28/9/2023).
Potret ritual Panjang Jimat di Keraton Kanoman Cirebon dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (28/9/2023). (Tribuncirebon.com/Eki Yulianto)

Kemudian, masa Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Tohpati (1662-1677/8 M) dan sampai pada masa pemerintahan Sultan Badridin, Sultan Kanoman pertama hingga generasi sultan ke-12 sekarang, Sultan Raja Muhammad Emirudin, sebagai pewaris Sunan Gunung Jati dan pemangku tradisi Maulid Nabi SAW.

"Malam puncak tradisi Maulid Nabi SAW di Keraton Kanoman, biasanya disebut dengan malam Pelal Ageng, atau biasa disebut Panjang Jimat."

"Malam Pelal Ageng Panjang Jimat adalah acara inti yang bermaksud memperingati kelahiran Gusti Bginda Rasulullah SAW tepat pada malam 12 Rabiul Awal tahun Gajah (571 M) di Kota Makkah."

"Istilah Pelal Ageng artinya malam keutamaan yang besar yakni malam dimana Gusti Rasul lahir ke dunia," ucapnya.

Sementara, kata dia, istilah Panjang Jimat berasal dari kata Panjang yang berarti sebuah piring pusaka berbentuk bundar besar pemberian seorang pertapa suci bernama Sanghyang Bango dari Gunung Siangkup.

Sedangkan istilah Jimat sendiri, yakni sebuah benda apapun yang mempunyai nilai sejarah dan nilai pusaka yang harus dijaga.

Istilah Jimat yang dimaksud dalam hal ini adalah sebutan untuk nasi yang dalam prosesnya ketika menjadi gabah dikupas satu-persatu setiap biji berasnya sambil melantunkan salawat kepada Nabi SAW oleh rombongan Bapak Sindangkasih dari Majalengka.

Halaman
123
Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved