KISAH Keluarga Miskin di Kuningan, Bertahan di Kampung Mati, Bapak Kerja Serabutan Anak Tak Sekolah
Bukan hanya tidak mendapat fasilitas pendidikan, Selma dalam keseharian hanya membantu orang tua, seperti mencari pakan ternak dan bertani.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Kemal Setia Permana
Laporan Kontributor Kuningan, Ahmad Ripai
TRIBUNJABAR.ID, KUNINGAN - Sejumlah kepala keluarga memilih bertahan di kampung mati yang terletak di Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kuningan.
Mereka bertahan hidup di kampung mati dengan alasan tertentu, bahkan hingga anak mereka rela putus sekolah.
Namun alasan terbesar mereka adalah tak jauh dari kemampuan ekonomi yang sangat terbatas.
Seperti yang terjadi pada Selma (14), putri sulung pasangan Maman (35) dan Intan (28). Ia mengaku memilih putus sekolah, lantaran lembaga pendidikan di daerah sekitar berjarak cukup jauh.
Selain itu, kondisi jalan rusak menjadi penyebab Selma tidak mengikuti pendidikan formal.
"Selma hingga sekarang tidak sekolah, hanya melaksanakan kegiatan sehari - hari bantu orang tua," kata Selma saat ditemui di rumahnya, Selasa (26/9/2023).
Sebenarnya Selma bareng adik kandungnya, yakni Sella Silvia Putri (6), merasa ingin melanjutkan pendidikan. Namun, melihat kondisi lingkungan dan keluarga, Selma memilih tidak menunaikan rencana seperti anak pada umumnya di daerah lain.
"Sebenarnya perasaan ingin sekolah ada, kaya anak - anak lain gitu, tapi kasihan orang tua kan gak punya uang, terus jalan menuju sekolah sangat jauh," ujarnya.

Bukan hanya tidak mendapat fasilitas pendidikan, Selma dalam keseharian hanya membantu orang tua, seperti mencari pakan ternak dan bertani di lahan sekitar permukiman kampung mati.
"Hari - hari saya bantu orang tua saja, cari rumput buat sapi, kadang ikut ke kebun bertani," ujarnya.
Sementara Ayah Selma, Maman,mengatakan memilih tinggal di kampung mati akibat jatah perumahan yang dibangun pemerintah mengalami rusak parah. Sehingga kondisi perumahan yang berada tidak jauh dari pusat pemerintahan desa itu tidak bisa di huni.
"Kami memilih bertahan tinggal disini, karena rumah yang diberikan pemerintah di sarana (zona relokasi) rusak parah. Terus juga, dari duitnya untuk perbaikan rumah tersebut," ujarnya.
Memnurut pekerja serabutan ini, untuk memenuhi hajat hidup keluarga di lingkungan kampung mati tidak gampang. Alasan ini cukup banyak, karena jarak tempuh dan akses jalan tidak baik itu menjadi salah satu faktor.
"Untuk bisa bertahan dan memenuhi hajat hidup keluarga. Saya harus banting tulang, ya kalau ada orang suruh bekerja bangunan, ke ladang atau cari pakan ternak, saya lakukan," ujarnya.
Mengenai Selma yang putus sekolah, Maman mengaku belum bisa memenuhi keinginan anak sulung. Namun ia mengaku hingga saat ini terus menabung untuk kebutuhan anak bersekolah.
"Sambil kerja dan makan untuk keluarga, saya sisipkan untuk nabung. Kasihan anak pengen sekolah dan kami ingin punya rumah di sarana juga," ujarnya. (*)
Kisah Mistis Batu Rangda Asihan di Balik Keindahan Talaga Biru Cicerem di Kuningan |
![]() |
---|
Menu MBG di Kuningan Disorot, Tahu Basi Hingga Muncul Belatung Dalam Makanan yang Disajikan |
![]() |
---|
Dugaan Korupsi Dana Desa, Kades dan Kaur Desa Gunungaci Kuningan Jadi Tersangka |
![]() |
---|
BRIN Sebut Meteor Jatuh di Laut Jawa: Warga Gempar Saksikan Bola Api di Langit, Kaca Rumah Bergetar |
![]() |
---|
Rp9 Miliar Raib! Manager Bank Pelat Merah di Kuningan Jadi Tersangka Korupsi dan Pencucian Uang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.