Jusuf Kalla Bilang Pemerintahan Jokowi Mirip Era Soeharto, Inilah Daftar Kritik JK untuk Presiden

Jusuf Kalla menyinggung soal pemerintahan Jokowi yang disebutnya semakin mirip dengan era kepemimpinan presiden ke-2 RI, Soeharto.

Editor: Hermawan Aksan
Tribunnews.com/ rizki sandi saputra
Politikus senior Partai Golkar Jusuf Kalla di acara seminar "Anak Muda untuk Politik", di Ruang Abdul Muis, Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (31/7/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Jusuf Kalla kembali melontarkan kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.

Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI itu menyinggung soal pemerintahan Jokowi yang disebutnya semakin mirip dengan era kepemimpinan presiden ke-2 RI, Soeharto.

Pria yang akrab disapa JK itu menilai, saat ini pemerintah mulai menunjukkan gaya otoriter.

“Waktu zaman Pak Harto demokrasi juga berjalan dengan baik awalnya. Semua pemerintahan itu demokratis kira-kira 10 tahun. Soeharto itu 10 tahun (memimpin) masih baik, dalam artian demokrasi, setelah itu lebih otoriter,” ujar Jusuf Kalla dalam seminar bertajuk "Anak Muda untuk Politik" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 31 Juli 2023.

"Sekarang juga begitu kelihatannya. Setelah 10 tahun, ah muncullah, mulai macam-macam. Berbagai masalah,” katanya lagi.

JK pun mengungkapkan situasi yang mirip terjadi di era kepemimpinan presiden ke-1 RI Soekarno.

Menurut Jusuf Kalla, saat negara Indonesia baru berdiri tak jelas sistem negara yang dipakai antara presidential atau parlementer.

Kemudian, pada tahun 1950 sistem negara menggunakan konsep parlementer.

Baca juga: Sosok Rocky Gerung Diduga Hina Presiden Jokowi, Kini Dilaporkan Relawan, Sebut Biasa Saja

“Sampai pada tahun 1957, barulah demokrasi presidensial. Setelah kembali ke UUD 1945,” ujarnya.

Merujuk pengalaman-pengalaman di atas, Jusuf Kalla lantas menyinggung soal masa jabatan presiden.

Menurutnya, agar tak terjadi kekuasaan yang absolut dan otoriter, masa jabatan kepala negara perlu dibatasi.

“Jadi itulah sebabnya kenapa UUD kita memperbolehkan presiden dan wapres itu hanya dua kali (periode). Itulah tiga kali itu enggak bisa lolos karena itu (konstitusi) UUD,” katanya.

Deretan kritik JK untuk Jokowi

JK memang sebelumnya kerap menyampaikan kritiknya untuk pemerintahan Jokowi.

JK pernah mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak terlalu banyak mencampuri urusan politik terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini disampaikan Jusuf Kalla usai bertemu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di kediamannya di daerah Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 6 Mei 2023.

Menurutnya, Jokowi harus meniru sikap pendahulunya, yakni presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menjelang masa akhir jabatannya.

“(Megawati dan SBY) itu (ketika jabatan) akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam, suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah,” ujar JK.

Kemudian, ia juga menyoroti pendekatan pemerintah untuk menyelesaikan masalah jalan rusak di Lampung.

Jusuf Kalla menilai, persoalan kerusakan itu terkait sikap pemerintah yang justru lebih mementingkan pembangunan jalan tol.

"Baru-baru ini viral kenapa jalan di Lampung dan juga di Makassar rusak."

"Di lain pihak kita juga bangga bahwa pemerintah juga waktu saya pemerintah, mampu membangun ribuan jalan tol," kata JK dalam pidato HUT ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, 20 Mei 2023.

"Tol itu penting agar tidak macet, penting sekali jalan tol. Tetapi 170.000 jalan rusak di Indonesia, itu data BPS," ujarnya melanjutkan.

Menurutnya, kebijakan ini memunculkan anggapan bahwa hanya orang mampu yang bisa melewati jalan mulus.

Namun, ia juga turut bertanggung jawab atas kebijakan itu karena pernah menjadi wakil presiden (wapres) Jokowi di era pertama pemerintahannya.

Dalam kesempatan yang sama, JK juga menyoroti utang Indonesia yang terus membengkak.

Petinggi Partai Golkar ini menegaskan bahwa pembayaran utang luar negeri Indonesia menembus angka terbesar sepanjang sejarah Republik ini berdiri.

Besaran nominal itu membuat pemerintah perlu membayar Rp 1.000 triliun setiap tahunnya untuk kewajiban utang.

"Pak AHY tadi mengatakan utang besar, betul, setahun bayar utang lebih Rp 1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," katanya.

JK lantas mengaku kembali terlibat dalam kebijakan utang tersebut karena menjadi wapres saat Jokowi menjabat di periode pertamanya.

Namun, menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah perubahan agar utang negara ini tidak berdampak pada masalah sosial yang semakin meluas di Indonesia.

"Masalah sosial sekarang sudah mulai berbahaya, ibu-ibu (flexing) pakai tas bagus jadi musuh masyarakat, apalagi pakai tas Hermes, bukan dia yang salah suaminya yang ditawan," ujarnya.

"Ada anak pakai motor besar jadi musuh masyarakat," kata Jusuf Kalla lagi.

Menurut JK, masalah sosial yang terjadi saat ini menandakan adanya kondisi sosial yang buruk di negeri ini, khususnya pada pemerataan ekonomi.

Ia mengaku khawatir, apabila pemerataan dan keadilan sosial tidak segera terlaksana, maka peristiwa kerusuhan Mei 1998 bisa terulang kembali.

"Satu langkah ini apabila tidak diselesaikan keadilan akan jadi lagi tahun 98. dan kita tidak ingin, kita harus hindari itu dengan pemerataan," ujar Jusuf Kalla.

Selain itu, ia juga pernah mengkritik kebijakan mobil listrik pemerintah yang dianggapnya hanya memindahkan emisi.

Sebab, emisi yang sebelumnya berasal dari knalpot mobil kini berpindah dari asap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menjadi sumber tenaga listrik untuk mobil.

"Mobil listrik itu untuk mengurangi emisi kan, tapi tiap malam itu harus di-charge, jadi sangat tergantung kepada pembangkit," kata Jusuf Kalla saat ditemui di Universitas Paramadina Kampus Cipayung, Jakarta Timur pada 23 Mei 2023.

"Kalau pembangkitnya tetap PLTU itu hanya pindah emisi dari knalpot mobil ke cerobong PLTU," ujarnya lagi.

Pemerintah diketahui sudah memberikan tanggapan terkait sejumlah kritik JK soal utang hingga pembangunan jalan. (*)

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved