Kasus Dugaan Korupsi Kepala Basarnas, Anggota DPR RI Dukung Proses Hukum Harus Dilakukan Transparan

Henri dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas, Letkol Arif Budiman Cahyanto ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Ravianto
Tribunnews.com/Gita Irawan
Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi tersandung kasus dugaan korupsi Rp 88 miliar. 

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (p) TB Hasanuddin mendorong tegaknya hukum atas dugaan korupsi senilai Rp88,3 miliar oleh Kepala Badan SAR Nasional atau Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi

Henri dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas, Letkol Arif Budiman Cahyanto ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

TB Hasanuddin mendorong penegakan hukum sesuai dengan porsinya. Anggota militer harus diadili oleh Pengadilan Militer. 

"Dalam kasus KPK yang melakukan OTT terhadap anggota TNI aktif ya sah-sah saja dengan catatan penangkapan tersebut dilakukan secara spontan tanpa perencanaan,"

"Lalu setelah penangkapan, harus langsung diserahkan ke POM TNI," kata Hasanuddin kepada TribunJabar.id, Minggu (30/7/2023) saat dihubungi dari Sumedang. 

Dia mengatakan, jika proses operasi tangkap tangan itu perlu waktu penyelidikan, maka perlu melakukan koordinasi dan melibatkan POM TNI.

Politisi senior PDI Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin saat diwawancarai Tribunjabar.id di Kantor DPC PDIP Sumedang, Kamis (16/3/2023).
Politisi senior PDI Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin saat diwawancarai Tribunjabar.id di Kantor DPC PDIP Sumedang, Kamis (16/3/2023). (TRIBUNJABAR.ID/KIKI ANDRIANA)

Demikian juga dengan proses hukum selanjutnya seperti pengembangan kasus dan juga penetapan tersangka anggota TNI aktif harus dilakukan oleh POM TNI.

Hal itu sesuai dengan Undang-undang. Sebab, di Indonesia ada 4 jenis peradilan. Yakni, pengadilan umum, pengadilan militer, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan agama. 

Menurutnya, pengadilan militer tidak bisa mengadili sipil, begitu pun pengadilan umum juga tidak bisa mengadili militer.

Baca juga: Kepala Basarnas Jadi Tersangka, TNI Datangi Markas KPK, Danpuspom TNI Akui Temui Henri Alfiandi

"Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum tidak diadili melalui peradilan karena belum adanya perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," 

"Lalu, pasca-diberlakukannya Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Peradilan Militer masih berwenang mengadili anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum. Kondisi ini dikuatkan oleh Pasal 74 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu selama Undang Undang Peradilan Militer yang baru belum dibentuk maka tetap tunduk pada Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," katanya. 

TB Hasanuddin menegaskan ia mendukung proses hukum yang melibatkan oknum anggota TNI aktif harus dilakukan secara transparan dan terang benderang. Proses hukum harus dijelaskan kepada publik. 

Sebelumnya, TNI tidak mengakui penetapan tersangka suap terhadap Kepala Basarnas atau Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

TNI menilai KPK telah melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Perbedaan pendapat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tentang status tersangka Kepala Basarnas, Henri Alfiandi, dalam kasus dugaan korupsi ini akhirnya diakhiri dengan permintaan maaf oleh pimpinan KPK.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved