PPDB SMA di Bandung Berpotensi Digugat, Ada Dugaan Permainan Kuota Penerimaan Secara Online

Hasil penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA di Kota Bandung berpotensi digugat.

Editor: Giri
ppdb.jabarprov.go.id
Alur Pendaftaran PPDB SMA Tahap 2 Jalur Zonasi di Jawa Barat, Lengkap dengan Tata Cara dan Syaratnya. Hasil penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA di Kota Bandung berpotensi digugat. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Hasil penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA di Kota Bandung berpotensi digugat.

Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Jawa Barat menyebut, ada 700-an calon peserta didik yang akan menggugat.

Penyebabnya, indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 tahun 2021 dan UU Perdata Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum.

Koordinator Fortusis Jabar, Dwi Soebawanto, mengatakan, catatan itu hasil dari diskusi antara tim pembela korban PPDB dengan LBH Bandung, di Kantor LBH Bandung, Selasa (20/6/2023).

"Terindikasi ada pengurangan kuota PPDB online 2023 atau istilahnya speling di setiap jalur PPDB, sehingga berpengaruh pada jumlah persentase yang diterima. Contoh SMAN A dalam PPDB online tertulis kuota 340 siswa. Padahal, jika dimaksimalkan sesuai dapodik setiap rombel 36 siswa, maka ada 10 siswa yang dirugikan, sedangkan SMAN B dalam PPDB online tertulis 320 siswa, padahal jika dimaksimalkan sesuai dapodik setiap rombel 36 siswa, maka ada 20 siswa yang dirugikan," katanya.

Dwi mengatakan, pihaknya akan mengecek antara kuota PPDB online dengan dapodik sekolah yang akan dikeluarkan Agustus 2023.

"Jika ada disparitas kuota antara PPDB online dan dapodik, maka kami akan mendampingi para orangtua siswa korban PPDB untuk menggugat secara hukum," ujarnya.

Dwi mengatakan, untuk jalur zonasi 50 persen, maka jika 320 siswa dikalikan 50 persen adalah 160, sedangkan 360x50 persen adalah 180, maka ada 20 orang yang gagal masuk di jalur zonasi karena speling.

Baca juga: Terima Laporan Aduan PPDB 2023 dari Soal Nilai Hingga Jalur Warga Tak Mampu, Fortusis Minta Buktinya

Pegiat tim pembela korban PPDB dari Gerakan Masyarakat Pemerhati Pendidikan untuk Reformasi (Gemppur), Dadan Sambas menyebut pengurangan kuota yang tak sesuai dapodik melanggar Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 pasal 28 ayat 4 huruf d yang tertulis bahwa jumlah daya tampung yang tersedia pada kelas satu SD, kelas tujuh SMP, dan kelas 10 SMA atau SMK sesuai dengan data rombel dalam dapodik.

Sedangkan berdasarkan pasal 1365 Kitab undang-undang hukum acara perdata, menyebutkan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian itu.

"Setiap siswa yang dirugikan berhak untuk menggugat sekolah baik lewat gugatan ganti rugi sesuai KUH perdata pasal 1365, atau gugatan PTUN atas surat keputusan penerimaan siswa baru yang dikeluarkan sekolah yang dirasa merugikan calon peserta didik baru," ujarnya.

Pegiat tim pembela korban lainnya, Iwan Hermawan, mengatakan untuk menghindari titipan dan jual beli kursi, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, harus menginstruksikan ke para kepala sekolah se-Jabar supaya konsisten dengan kuota sesuai dapodik sekaligus memaksimalkan kuota setiap rombel, sehingga sekolah akan terbebas dari gugatan orangtua calon peserta didik baru.

Fortusis Jabar sudah menerima 25 laporan dari orang tua siswa terkait dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan PPDB. Salah satunya terkait angka-angka prestasi akademik yang tidak masuk akal, yang ditengarai terjadi karena adanya transaksi di SMP asal.

Baca juga: 20 SMA Swasta Terbaik di Jawa Barat untuk Referensi PPDB Tahap 2, Salah Satunya Pesantren Sukabumi

"Contoh, ada anak yang nilainya 9,2 tapi mengapa masih ada yang 9,6? Padahal, nilainya itu ketika di sekolah menjadi yang tertinggi. Ini diduga adanya transaksi membeli angka. Lalu, saya pun mencoba menanyakan ke orang tua siswa itu apakah ada bukti anak ibu dengan orang yang ditengarai melakukan transaksi itu. Ada pula contoh lain di Bekasi, ada anak yang rendah saat SMP dengan ranking 9 dan 10 diterima. Tapi, ranking 1-3 tak diterima," ujar Dwi.

Dwi mengatakan Fortusis Jabar membuka posko pengaduan tahap pertama dan kedua. Selanjutnya, dari aduan-aduan yang masuk akan dikonsultasikan lebih lanjut bersama LBH untuk yang sifatnya masuk ranah hukum. (nandri prilatama)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved