Pasanggiri Calung di Sumedang, Sajian Seni Musik Tradisi Diselingi Dialog Jenaka, Mesti Dilestarikan

Sebanyak 15 grup kesenian calung mengikuti Pasanggiri Calung se-Kabupaten Sumedang yang berlangsung di Gedung Kesenian, Kota Kaler, Kecamatan Sumedang

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID/KIKI ANDRIANA
Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn), Tubagus Hasanuddin saat ditemui TribunJabar.id di Gedung Kesenian, Kota Kaler, Kecamatan Sumedang Utara pada acara Pasanggiri Calung se-Kabupaten Sumedang, Sabtu (10/6/2023). 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Kiki Andriana dari Sumedang

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Sebanyak 15 grup kesenian calung mengikuti Pasanggiri Calung se-Kabupaten Sumedang yang berlangsung di Gedung Kesenian, Kota Kaler, Kecamatan Sumedang Utara, Sabtu (10/6/2023).

Lomba yang mempertandingkan kebagusan sajian musik dan kejenakaan, sebagai ciri khas kesenian calung itu digagas oleh Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin.

Hasanuddin sendiri menyaksikan grup-grup itu menunjukkan penampilan terbaiknya di atas panggung.

Hasanuddin duduk di kursi penonton, berbaur dengan warga di tempat itu.

Sesekali, Hasanuddin tampak tertawa mendengar dialog yang jenaka dari para pemain calung seusai mereka bernyayi.

Calung adalah alat musik dari bambu yang dibunyikan degan cara dipukul.

Grup calung adalah kelompok yang menyanyikan lagu diiringi alat musik itu.

Baca juga: Meriahnya Karnaval dan Pentas Seni Keselamatan Berlalulintas di Subang, Polisi Libatkan Pelajar

Biasanya anggota grup berjumlah 5-6 orang.

Satu grup dengan pakaian dominan merah menyanyikan lagu "Cingcangkeling" diteruskan ke lagu "Curug Cinulang" dalam versi calung.

Setelah itu, mereka berdialog tentang hari lahir Pancasila, 1 Juni 1945.

Seorang di antara mereka bertanya apakah Pancasila itu lahir seperti seorang bayi lahir?

Anggota yang lain menyergah, bukan.

Tubagus Hasanuddin mengatakan acara ini adalah bagian dari upaya mengembalikan marwah Kabupaten Sumedang yang telah dideklarasikan sebagai pusat kesenian dan kebudayaan Sunda.

"Ini harus dipelihara. Dan saat ini, bulan Bung Karno, ini kesempatan, sehingga saya mencoba menghidupkan seni tradisional calung," kata TB Hasanuddin kepada TribunJabar.id.

"Sekarang ini baru ada 15 grup, padahal banyak. Insyaallah akan hidupkan lagi," kata Hasanuddin, menambahkan.

Baca juga: Di Tangan Gabriel, Limbah Karangan Bunga Eril Jadi Karya Seni, Dipamerkan Hari Ini di GOR Saparua

Menurut Anggota Dewan Pengaping Paguyuban Pasundan ini mengatakan bahwa kesenian tradisional di Sumedang bukan hanya calung. Namun beragam lainnya.

"Saya ketemu juga dengan seniman reak, meminta juga Pasanggiri Reak. Nanti diadakan. Kalau dua hari tak cukup, ya tiga hari,"

"Biar seni dan budaya di Sumedang hidup, agar tidak lupa dengan seni tradisional yang menjadi ciri khas budaya kita," katanya.

Hasanuddin mengatakan saat ini zaman di mana media sosial melekat dalam kehidupan orang sehari-hari.

Maka, sepatutnya media sosial digunakan untuk sosialisasi budaya dan kesenian tradisi.

"Biarkanlah kalau main medsos. Harus kita manfaatkan untuk kepentingan seni dan budaya ini, kita tak boleh kalah dengan budaya asing,"

"Saya katakan lagi, kita tidak anti, tapi tidak boleh kalah oleh budaya asing," katanya. (*)

Baca juga: Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanudin Inisiasi Festival Pencak Silat, Lestarikan Warisan Leluhur

Silakan baca berita terbaru Tribunjabar.id lainnya, klik GoogleNews

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved