Nikmatnya Lotek Khas Sumedang Olahan Tangan Piawai Pasangan Enang dan Juju di Cibenda Tanjungsari

Kala itu keduanya baru punya anak dua.

Baca juga: Pencinta Kuliner, Yuk Datang ke Festival Bakmi Terbesar di Bandung, Catat Lokasi dan Tanggalnya

Konsep jualan berubah ketika di Jakarta, yakni konsep warung kopi namun menyediakan lotek.

Di Jakarta, Enang dan Uju bertahan hingga 1994.

Setelah itu, dia kembali ke kampung sambil mengurus orang tua yang sudah sepuh.

"Dulu di sini kebun bambu. Gelap dan banyak nyamuk. Berkat doa orang tua, warung ini jadi ramai. Sehari ya habis lah 100 porsi lotek. Kalau akhir pekan ya lebih banyak habisnya," kata Enang, ayah empat anak itu.  

Kelindan Rasa Pedas-Manis

Satu porsi lotek berharga Rp 10 ribu rasanya terlalu murah untuk lotek yang memenuhi piring. Bukan saja soal porsi, rasanya sungguh enak. 

Ada dua varian lotek. Satu mentah dengan sayuran yang hanya diiris. Satu lagi lotek matang dengan sayuran rebus. 

Untuk lotek matang, sayurannya begitu empuk, namun tak kehilangan teksturnya yang "nyakrek" dan tidak terlalu lembek karena kelamaan merebus. Warna sayuran juga terlihat segar, tidak menghitam. 

Sayurannya berupa tauge, kol, kangkung, dan labu siam yang telah dipotong-potong.

Baca juga: Tempat Kuliner yang Jadi Favorit Milenial, Ada Keunikan Teh Racikan Bunga Hingga Rempah di Teapotto

Sayuran itu dituangkan ke atas bumbu kacang yang baru saja diulek.

Bumbu kemudian diratakan dengan sayuran itu. Jadilah lotek. 

Dengan standar penyajiannya, lotek ini terasa manis dan berkelindan dengan pedas dari dua cabai rawit yang digerus bersama bumbu.

Selain itu, aroma bawang putih juga mencuat ketika suapan lotek mulai dimasukkan ke mulut. 

"Kalau belum kenyang bisa ditambah gorengan atau lontong yang tersedia," kata Enang. (*)