Terkait Pemilu Sistem Proporsional Tertutup, Denny Indrayana: No Viral No Justice

Di mana menurut dia, suatu proses keadilan tidak bakal terwujud jika suatu persoalan itu tidak menjadi viral. 

Editor: Ravianto
CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - MANTAN Wamenkumham Denny Indrayana menyebut pernyataannya yang membuat heboh soal putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemilu sistem proporsional tertutup itu adalah hal yang harus diketahui oleh publik sebagai bentuk transparansi pengawalan terhadap MK. 

"Setelah saya timbang-timbang informasi bahwa MK akan kembalikan sistem pemilu legislatif menjadi sistem proporsional tertutup lagi, harus diketahui publik, ini bentuk transparansi, ini bentuk advokasi publik, pengawalan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," kata Denny dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, dari Melbourne, Australia, kemarin.

Denny turut mengungkap perihal kondisi keadilan di Tanah Air saat ini.

Di mana menurut dia, suatu proses keadilan tidak bakal terwujud jika suatu persoalan itu tidak menjadi viral. 

"Saya, kita, paham sekarang di Tanah Air, jika tidak menjadi perhatian publik, maka keadilan sulit untuk hadir, no viral no justice, maka kita perlu melakukan langkah-langkah pengawalan dengan mengungkapkan ini ke sosial media," ucap dia.

Atas hal itu, pengawalan perlu dilakukan, sebab jika MK nantinya akan memutuskan sistem pemilu dengan mekanisme proporsional tertutup, akan melanggar prinsip dasar open legal policy.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana didampingi kuasa hukumnya tiba di Bareskrim Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Kamis (2/4/2015). Denny yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditipikor) Bareskrim Polri terkait kasus dugaan korupsi pada pengadaan sistem payment gateway atau pembayaran secara elektronik pembuatan paspor.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana didampingi kuasa hukumnya tiba di Bareskrim Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Kamis (2/4/2015). Denny yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditipikor) Bareskrim Polri terkait kasus dugaan korupsi pada pengadaan sistem payment gateway atau pembayaran secara elektronik pembuatan paspor. (TRIBUN/DANY PERMANA)

Sebab menurut dia, seluruh keputusan terkait dengan sistem pemilu itu ranahnya pada pembuat Undang-Undang dalam hal ini DPR RI dan Presiden, bukan di MK.

"Karena apa? Karena satu, jika MK memutuskan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup, itu artinya MK melanggar prinsip dasar open legal policy. Soal pemilihan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka itu adalah kewenangan pembuat UU, Presiden, DPR, dan DPD, bukan MK," ucap dia.

Atas dasar itu, Denny menilai perlu adanya langkah-langkah advokasi, pencegahan, dan preemtif atas putusan MK.

Sebab dikhawatirkan, kata dia, MK akan dijadikan alat pemenangan untuk kelompok tertentu di pemilu 2024.

"Karena saya khawatir Mahkamah Konstitusi punya kecenderungan sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan pemilu," ujarnya.(tribun network/git/riz/dod)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved