Hak Pendidikan Siswa yang Menikah Dini dan Hamil di Luar Nikah Tetap Dilindungi, Kata Disdik Jabar

Wahyu Mijaya mengatakan, sesuai dengan peraturan, peserta didik yang sudah menikah tidak bisa bersekolah di sekolah.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Wahyu Mijaya, mengatakan, pihaknya terus memperjuangkan hak pendidikan para peserta didiknya yang memutuskan untuk menikah dini, memiliki anak, dan yang hamil di luar nikah. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Wahyu Mijaya, mengatakan, pihaknya terus memperjuangkan hak pendidikan para peserta didiknya yang memutuskan untuk menikah dini, memiliki anak, dan yang hamil di luar nikah.

Namun, pendidikan tidak dapat dilakukan di sekolah seperti pada umumnya.

Wahyu mengatakan, sesuai dengan peraturan, peserta didik yang sudah menikah tidak bisa bersekolah di sekolah.

Karena itu, pihaknya mengarahkan peserta didik tersebut untuk melanjutkan belajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Kecuali, katanya, jika yang bersangkutan menikah atau hamil menjelang kelulusan.

"Kalau misalnya yang sudah terjadi, kalau dia sekarang misalnya mau lulus, ya berarti kan itu sudah kita selesaikan saja untuk 31 Juli lulus, biasanya gitu," kata Wahyu di Gedung Sate, Selasa (2/5/2023).

Kemudian bagi yang masih kelas 10 atau kelas 11, katanya, akan diarahkan untuk mengikuti belajar di PKBM.

Sebab, berdasarkan peraturan di sekolah, peserta didik tidak dibolehkan menikah selama mengenyam pendidikan.

"Tapi kalau misalnya yang di kelas 1 atau misalnya kelas 2, memang ketentuannya kan kalau menjadi suami-istri itu tidak lagi di sekolah ke SMA/SMK, sehingga kita coba kerjasamakan dengan PKBM-PKBM," katanya.

Ia mengatakan, dengan demikian, semua peserta didiknya tetap melanjutkan sekolahnya dan tidak terputus sekolah.

Hanya saja, tempatnya berubah, bukan di sekolah tapi PKBM.

Ia pun mengatakan belum bisa memberikan data peserta didik yang menikah atau hamil di luar nikah, baik yang tahun ini ataupun sebelumnya.

Diperlukan penelusuran dan perekapan lebih lanjut di tingkat sekolah.

Wahyu pun mengatakan pihaknya berupaya maksimal dalam mencegah pernikahan dini atau kehamilan di luar nikah.

Hal ini berkaitan dengan pembangunan karakter pada setiap peserta didik.

"Karena kami ingin sebetulnya pencegahannya dulu nih, jangan sampai ini berulang-berulang, biasanya gitu."

"Nah, itu yang kaitan dengan penjagaan karakternya kita juga melalui program Jabar Masagi," tuturnya.

Program pembangunan karakter ini telah dilakukan di 12 sekolah di Jabar pada 2022 sebagai pilot project, kemudian ditargetkan 147 sekolah pada tahun ini.

Ia mengatakan pencegahan pernikahan dini atau hamil di luar nikah tidak bisa hanya dilakukan sekolah atau dinasnya.

Hal ini perlu dilakukan dalam keluarga, bagaimana orang tua mendidik anak-anaknya di rumah.

"Upaya itu dari orang tua, upaya juga dari pemangku kepentingan yang lainnya."

"Oleh karena itu mari kita saling jaga, mari kita saling memberi peran yang baik, sehingga kami pun di Dinas Pendidikan apa yang bisa kami lakukan akan kami lakukan, tetapi orang tua juga, yang bisa dilakukan oleh orang tua siswa orang tua juga kita sama-sama," katanya.

Apalagi, katanya, tantangan ke depan sangat berat, saat siapa pun bisa mengakses informasi dan berkomunikasi secara tak terbatas melalui internet.

Di tengah berbagai keterbatasan pengawasan, maka yang dikedepankan adalah pendidikan karakter.

"Kita tidak bisa 24 jam memantau. Mungkin ketika dia di sekolah, kita bisa coba monitor, kita bisa coba pantau, ketika di luar itu kita juga kan agak kesulitan."

"Oleh karena itu berbagai hal yang kita lakukan terkait dengan pendidikan karakter, tidak hanya tadi Jabar masagi, ada kami misalnya kemarin smartren yang ada kegiatan-kegiatan, kemudian juga kami mencoba mengantisipasi dengan stopper gitu ya untuk anti perundungan ya dan lain-lain," katanya.

"Tetapi yang paling penting adalah kalau kita bisa membentuk siswa ini siswa berintegritas seperti halnya kita berpuasa, tidak perlu ada pengawasan karena dia bisa berbuka di manapun, tapi kan karema integritas dia bisa puasa."

"Kami inginnya bentuknya ke sana. Karena masalah ini akan sulit kalau tidak keluar dari dirinya masing-masing," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved