Mutiara Ramadhan
Lapar Adalah Raja Segala Obat
Selain menyehatkan secara fisik, lapar juga menyembuhkan penyakit-penyakit jiwa dan membersihkan kotoran-kotoran batin.
Oleh: Nurdin Qusyaeri, Ketua Prodi KPI IAI Persis Bandung
MENURUT KBBI, "kenyang” berarti rasa “sudah puas makan atau sudah penuh perutnya. Sedangkan kata “lapar” diartikan sebagai “berasa ingin makan (karena perut kosong)”.
Makanan dan rasa lapar adalah dua hal yang selalu berjalan bersama. Lapar adalah sinyal tubuh yang memberitahukan kita bahwa kita membutuhkan nutrisi dan energi. Kita merasakan lapar ketika kadar gula darah rendah dan perut kosong. Di sisi lain, perasaan kenyang adalah sinyal yang mengindikasikan bahwa kita sudah mendapatkan nutrisi yang cukup dan tidak perlu makan lagi.
Namun, lapar dan kenyang di saat Ramadhan ini akan beda ceritanya. Karena pada bulan ini kategori kenyang akan berkurang, tidak seperti hari-hari di luar Ramadhan. Kurang lebih 12 jam masyarakat muslim di Indonesia akan merasakan lapar haus dan dahaga. Berhenti dari aktivitas makan dan minum.
Dalam keadaan normal, rasa lapar mungkin dianggap sebagai sebuah masalah atau ketidaknyamanan yang bisa segera diatasi dengan cara makan. Namun dalam konteks puasa, lapar menjadi sebuah bentuk “penyiksaan, penderitaan”, yang intinya terjadi pengendalian diri dan sekaligus ujian kesabaran.
Terdapat beberapa pandangan tokoh Islam dalam menyikapi dua kondisi; lapar dan kenyang. Seorang Tabi’in, Abu Sulaiman Ad Darani, mengatakan dalam keadaan kenyang, dalam diri kita masuk enam penyakit, yakni hilangnya kelazatan munajat, berkurangnya kemampuan menyimpan hikmat, memudarnya empati pada penderitaan masyarakat, tubuh terasa berat untuk melakukan ibadah, bertambahnya gelora syahwat, dan ketika kaum muslimin bolak-balik ke masjid, dia malah bolak balik ke toilet.
Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi-nya pernah menggoreskan bait-bait puisinya untuk ditujukan kepada manusia yang sering mengeluh seperti keledai karena lapar. Sekiranya tidak ada lapar, maka selain kegagalan pencernaan, juga ratusan musibah lainnya akan muncul di permukaan. Sungguh musibat lapar lebih baik dari semua musibat. Lapar itu melembutkan, meringankan, dan memudahkan taat. Musibat lapar lebih jernih dari semua musibat. Di dalamnya ada ratusan faedah dan manfaat.
Lapar itu raja segala obat. Dengarkan. Simpan lapar dalam hatimu, jangan kau hinakan. Karena lapar menjadi manis semua yang tak enak. Kalau tak lapar semua yang manis terasa apak. Seorang makan roti yang bulukan. Orang bertanya, “Mengapa yang seperti itu kau makan?” Ia menjawab, “Ketika lapar bertambah karena puasa, aku pikir roti kasar lebih manis daripada halwa.”
Sebenarnya tidak semua orang dalam lapar bertahan. Karena di dunia makanan datang berlimpahan. Lapang hanya anugerah Tuhan bagi orang istimewa. Dengan lapar mereka menjadi singa yang berwibawa. Mana mungkin lapar diberikan kepada setiap gelandangan. Karena di hadapan matanya teronggok banyak makanan.
Pada satu sisi, lapar mendorong perbuatan baik. Pada sisi lain, lapar mematikan keinginan untuk berbuat maksiat dan mengalahkan nafsu amarah (diri yang memerintahkan keburukan).
Sedangkan dalam keadaan kenyang, kita punya kekuatan untuk kemaksiatan. Makan dan minum adalah bensin yang menggerakkan mobil hawa nafsu kita. Kata Al-Ghazali, kenyang dapat menggerakkan dua syahwat (keinginan) yang berbahaya, yaitu syahwat farji dan syahwat bicara. Dahulu, orang sufi kalau mau menyajikan makanan untuk para muridnya, sering berkata, "Jangan berikan ilmu kepada perut-perut yang kenyang, karena mereka akan mengubahnya menjadi mimpi. Jangan berikan sajadah kepada mereka, karena mereka akan menjadi kasur."
Dalam bait-baitnya di atas tadi Rumi menegaskan bahwa selain menyehatkan secara fisik, lapar juga menyembuhkan penyakit-penyakit jiwa dan membersihkan kotoran-kotoran batin. Begitupun Al-Ghazali, ratusan tahun yang lalu. Ia menunjukkan ketiga manfaat lapar itu kepada fisik, psikologis, dan spiritual.
Kebenaran pernyataan Rumi dan Al-Ghazali dibuktikan oleh ilmuwan Jepang, Profesor Yoshinori Ohsumi Ohsumi tahun 2016. Peraih hadiah Nobel di bidang Ilmu Fisiologi atau Kedokteran ini membuktikan secara ilmiah bahwa lapar atau puasa dapat membawa dampak baik bagi kesehatan. Puasa atau melaparkan diri berkaitan erat dengan autophagy, yaitu konsep ‘memakan diri sendiri’, yang secara ilmiah, dikenal sebagai kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri.
Autophagy memegang peran besar dalam tubuh dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis penting, di mana komponen sel perlu didegradasi dan didaur ulang. Bahkan dengan autophagy, sel dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, tidak bisa diperbaiki, terserang penyakit, maupun terinfeksi.
Setelah mengisolasi bagian yang bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi sesuatu yang tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan energi dalam sel. Akhirnya, komponen-komponen sel yang rusak akan dibangun dan diperbaharui kembali.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.