Polri Desak Pemda Hapus Pajak Progresif dan Pemutihan Kendaraan, Malah Bikin Warga Ogah Bayar Pajak

Dia pun berharap pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID/MUHAMAD SYARIF ABDUSSALAM
Bapenda Jabar menggandeng pedagang tahu bulat yang biasa berkeliling menggunakan mobil dan pengeras suara dalam menyosialisasikan pembayaran pajak termasuk program pemutihan pajak kendaraan hingga akhir Agustus 2022. Korlantas Polri mendesak pemerintah daerah agar segera menghapus kebijakan Bea Balik Nama (BBN) II, pajak progresif, dan pemutihan kendaraan. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Korlantas Polri mendesak pemerintah daerah agar segera menghapus kebijakan Bea Balik Nama (BBN) II, pajak progresif, dan pemutihan kendaraan.

Hal tersebut dinilai demi menciptakan kesamaan data jumlah kendaraan di antara lembaga yakni Kepolisian, Dinas Pendapatan Daerah, dan Jasa Raharja.

Direktur Regident Korlantas Polri, Brigjen Yusri Yunus, mengatakan selama ini terdapat perbedaan data jumlah kendaraan bermotor yang dihimpun oleh Kepolisian, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja. Hal ini tentunya menjadi pengganjal bagi berbagai kebijakan yang ada.

"Data kendaraan bermotor yang dimiliki oleh kepolisian, Jasa Raharja, dan Dirjen Kemendagri itu berbeda. Di data saya sampai saat ini 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di jasa Raharja 113 juta," katanya dalam kegiatan Rapat Koordinasi Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional di Kota Bandung, Senin (13/3).

Yusri mengemukakan sejumlah contoh kasus yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut.

Pertama, yakni terkait dengan budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi enggan membayar BBN II karena biayanya yang terbilang mahal.

Hal itu membuat data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.

"Pajaknya motor Rp 250 ribu, bayar BBN Rp 1,5 juta. Harga motor cuma Rp 2 juta. Ini contoh loh sehingga orang enggak mau bayar pajak," kata dia.

Selanjutnya, terkait pajak progresif. Yusri mengatakan bahwa maksud diberlakukannya pajak progresif yakni untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat.

Namun, ternyata belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih satu tapi kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.

"Misalkan saya punya mobil pertama progresif tapi yang kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya gak valid datanya," katanya.

Begitu pula dengan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Menurut Yusri, pemutihan justru membuat masyarakat semakin enggan membayar pajak.

Dia pun berharap pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.

Kakorlantas Polri, Irjen Firman  Santyabudi, menyatakan kesamaan atau ketertiban dalam hal pendataan diperlukan di antara berbagai lembaga. Dengan data yang tertib, pemerintah daerah pun semakin mudah untuk mengelola pajak.

"Inilah yang saya katakan tidak tertib. Negara tidak tau berapa pajak yang bisa dikelola," ucap dia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved