Ini Pemicu Kekerasan Antarpelajar di Sumedang Menurut P2TP2A: 'Ketidakhadiran' Orang Tua

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sumedang menduga pemicunya adalah "ketakhadiran" orang tua.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar/ Kiki Andriana
Kapolres Sumedang, AKBP Indra Setiawan memamerkan empat dari delapan pelaku pembacokan maut pelajar SMK PGRI 2 Sumedang di Mapolres Sumedang, Senin (13/3/2023). 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Kiki Andriana dari Sumedang

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Belum ada kajian serius mengenai sebab-sebab kekerasan antarpelajar di Sumedang, Jawa Barat, terus terjadi.

Namun, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sumedang menduga pemicunya adalah "ketakhadiran" orang tua.

Pada Jumat (10/3/2023) pelajar SMK di Sumedang membacok IDS (18), pelajar SMK PGRI 2 Sumedang, hingga meninggal dunia.

IDS dianiaya bertubi-tubi menggunakan empat bilah celurit.

Baca juga: Kasus Pelajar Bacok Pelajar di Sumedang, P2TP2A Sebut Sudah Ada yang Minta Bantuan

"Antara lain pemicunya adalah pola pengasuhan. Bisa jadi orang tua ada untuk anak-anak, setiap hari bertemu, tetapi tidak berbekas di hati anak-anak," kata Wakil Ketua P2TP2A Kabupaten Sumedang, Retno Ernawati, Selasa (14/3/2023) melalui sambungan telepon.

Retno mencontohkan, pola pengasuhan dalam keluarga, ayah dan ibu yang utama, yang anak-anaknya kemudian berkonflik dengan hukum, mereka tak memberi contoh.

Jikapun mendidik, pendidikan dilakukan dengan mendikte.

Hal itulah yang kemudian menjadikan anak mudah tersulut amarah.

"Semua bisa merasakan. Remaja kita mudah tersulut emosi, hal sedikit bisa ambil celurit, bisa menantang dan sebagainya."

"Anak usia di bawah 18 tahun harus dilalui fase-fase pengasuhannya. Jika setiap fase tak terselesaikan, maka menurut teori, ada kemungkinan anak bermasalah di kemudian hari," kata Retno.

Orang tua harus berbuat sesuatu. Dipadukan dengan aktivitas anak di luar rumah seperti di lingkungan sekolah.

Sekolah juga harus punya sistem deteksi dini anak-anak yang bermasalah.

"Ini juga sedang kami jalin. Sekolah diupayakan bisa mendeteksi dan mengatasi di awal sampai batas yang mereka mampu, sebelum masuk ke P2TP2A," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved