LIPSUS Terminal Indihiang Tasikmalaya Jadi Terminal Hantu, Lebih Cocok Jadi Rumah Sakit kata Warga

Begitu menapaki halaman terminal, terlihat area parkir yang luas dipenuhi rumput liar, bahkan ilalang.

Penulis: Firman Suryaman | Editor: Ravianto
firman suryaman/tribun jabar
Terminal Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya di Jalan Brigjen Wasita Kusumah, Rabu (14/2/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, TASIKMALAYA - Masuk ke Terminal Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya di Jalan Brigjen Wasita Kusumah seperti masuk ke "terminal hantu".

Begitu menapaki halaman Terminal Indihiang, terlihat area parkir yang luas dipenuhi rumput liar, bahkan ilalang.

Pos jaga di depan juga terlihat kusam. Tak ada petugas yang berjaga.

Terminal Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya di Jalan Brigjen Wasita Kusumah, Rabu (14/2/2023).
Terminal Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya di Jalan Brigjen Wasita Kusumah, Rabu (14/2/2023). (firman suryaman/tribun jabar)

Memasuki ruangan depan bangunan terminal, kesan sepi tak berpenghuni masih terasa. Front office sekaligus tempat informasi tak dijaga petugas. 

Dua ruang untuk bermain anak-anak di sisi kiri kanan dengan fasilitas cukup lengkap juga kosong-melompong.

Masuk lagi ke dalam yang terdiri dari ruang tunggu penumpang bus-bus eksekutif dan loket-loket tiket PO bus juga sangat sepi. Deretan kursi tampak kosong.

Yang terlihat duduk hanyalah para pegawai loket maupun kru bus. Para petugas loket pun lebih banyak kongkow karena tak ada penumpang datang beli tiket.

"Setiap hari seperti ini, selalu sepi. Cocoknya ini dijadikan rumah sakit bukan terminal," kata salah seorang petugas loket mencoba berseloroh.

Karena nyaris tak ada penumpang, bus-bus eksekutif jurusan Jabodetabek yang datang pun hanya berhenti sebentar dan berangkat lagi.  

Sepinya penumpang akhirnya juga membuat hampir semua kios makanan dan minuman ringan yang ada di terminal tak lagi dibuka.

Dari semua kios yang ada, hanya dua yang masih beroperasi. Salah satunya milik Dedah. Namun, itu pun sepi hampir sepanjang hari.

"Memang begini, Kang. Sudah biasa. Terminal ini selalu sepi penumpang," ujar Dedah, saat ditemui, Jumat (10/2). 

Dedah mengaku sudah berjualan di terminal sejak bus-bus masih lalu-lalang di terminal lama, Terminal Cilembang di Jalan By Pass Ir H Djuanda. Saat terminal dipindah ke Terminal Tipe A Indihiang tahun 2007, ia pun ikut dipindahkan bersama pedagang lainnya.

"Namun, sejak beroperasi, terminal yang luas ini memang enggak pernah ramai," ujarnya.

Megah

Menempati lahan seluas 7,5 hektare, sejumlah bangunan yang merupakan bagian dari terminal tampak berdiri megah.

Mulai dari area tempat pemberangkatan bus AKAP dan bus AKDP, area penurunan penumpang, area pemberangkatan bus eksekutif jurusan Jabodetabek, serta area parkir bus yang sangat luas hingga deretan bangunan kios yang cantik.

Namun, megahnya Terminal Tipe A Kota Tasikmalaya ternyata tak pernah sebanding dengan okupansi penumpang. Sejumlah faktor ditenggarai menjadi penyebab.  Salah satunya adalah lokasinya yang terlalu jauh, yang membuat masyarakat malas datang ke terminal.

Kondisi ini diperparah dengan adanya dua pool bus raksasa Kota Tasikmalaya, PO Budiman dan PO Primajasa, yang tak hanya berfungsi sebagai garasi, tapi juga sebagai "terminal bayangan".

"Lokasi terminal terlalu jauh, membuat kami malas. Mending naik di pool atau di lokasi lain yang lebih dekat," kata Isal (45), warga Jalan Letjen Ibrahim Adjie, yang kerap bepergian ke luar kota, Rabu (8/2).

Ia mengatakan, lokasi terminal ini seharusnya ada di lokasi Bale Kota di Jalan Letnan Harun. Sebaliknya, Bale Kota ditempatkan di lokasi terminal di Jalan Brigjen Wasita Kusumah.

Lokasi Bale Kota dan Terminal Tipe A Indihiang berada di satu jalur jalan yaitu Jalan Letnan Harun yang menyambung ke Jalan Brigjen Wasita Kusumah.

"Itu kan (Bale Kota dan Terminal Tipe A Indihiang, Red) dibangun sama-sama tahun 2007. Harusnya terminal dibangun  di lokasi Bale Kota, karena lokasinya lebih mudah dijangkau," kata Isal. "Tidak apa-apa Bale Kota lokasinya lebih jauh, karena tak terlalu berhubungan langsung dengan kebutuhan publik." 

Iwan (40), warga Jalan AH Nasution, menyatakan hal yang sama. Menurut Iwan, jika terminal sejak awal dibangun di lokasi Bale Kota dipastikan terminal akan ramai dan kegiatan perekonomian di sekitarnya akan hidup.

Warga lainnya, Kristiadi (38), menyebutkan, minimnya sarana angkutan dari wilayah perkotaan menuju terminal juga menjadi penyebab sepinya terminal. Minimnya angkutan menyebabkan biaya ongkos tinggi untuk mencapai terminal karena harus naik beberapa kali angkot.

"Mau naik ojol ke terminal juga tak bisa karena ojol dilarang masuk terminal, khawatir berbenturan dengan ojek pangkalan, seperti yang pernah terjadi sebelumnya," ujar Kristiadi.

Dengan kondisi seperti itu, ia akhirnya memilih naik di pool-pool bus yang lokasinya dekat serta mudah dijangkau angkot maupun ojol.

Bus-bus AKDP termasuk bus tiga perempat yang melayani trayek dekat pun enggan masuk terminal, dan memilih mangkal di luar terminal, karena di situ lah ternyata penumpang menunggu.(firman suryaman)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved