Kisah Pilu Keluarga Iyus, Terdakwa Kasus Penganiayaan di Majalengka Huni Gubuk Reot Beralaskan Tanah

Kisah pilu harus dialami keluarga Iyus Rustama (46), terdakwa kasus penganiayaan terhadap Kepala Desa Sukawera, Majalengka, bernama Wawan.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar
Kondisi gubuk di tengah sawah di Desa Majasuka, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, tempat Iyus dan keluarganya selama ini tinggal. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Kisah pilu harus dialami keluarga Iyus Rustama (46), terdakwa kasus penganiayaan terhadap Kepala Desa Sukawera, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka, bernama Wawan.

Iyus, yang memiliki seorang istri bernama Sumaeri (44) dan seorang anak berusia 4 tahun, terpaksa bertahan hidup di sebuah gubuk di tengah sawah di Desa Majasuka, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka.

Tak punya tempat tinggal menjadi alasan Iyus dan istrinya menjalani keseharian di gubuk seluas 5x3 meter itu.

Parahnya lagi, gubuk tersebut hanya terbuat dari potongan bambu yang ditutupi asbes dan terdapat kandang burung yang sesekali bau kotorannya tercium.

Baca juga: Waduh, Harga Jengkol di Majalengka Lebih Mahal dari Daging Ayam, Tembus Rp 58 Ribu!

Gubuk yang dihuni Iyus juga masih beralaskan tanah.

Untuk tidur, khususnya Iyus tidak memiliki tempat yang layak, hanya papan bambu dan yang ketika malam digelar sehelai karpet.

Kondisi gubuk pun saat ini sudah banyak yang bolong.

Tak ayal, tiap malam atau saat hujan mengguyur, keluarga ini harus menahan dinginnya angin yang menusuk tulang.

Baca juga: Penuhi Kebutuhan Masyarakat, Pom Minyak Goreng Banyak Dipasarkan di Majalengka, Segini Keuntungannya

Kini, saat Iyus resmi berada di Lapas Majalengka pada Jumat (27/1/2023) setelah divonis satu bulan penjara karena bersalah dengan dakwaan penganiayaan ringan, Sumaeri hanya sesekali menengok gubuk reot tersebut.

Saat ditemui Tribun pada Rabu (1/2/2023), Sumaeri mengaku kangen sosok suaminya.

Ia pun sesekali mengeluarkan air mata sembari matanya melihat sang buah hati yang sedang bermain mobil-mobilan.

"Saya kangen suami saya, kenapa kondisi seperti ini terjadi sama suami saya," ujar Sumaeri.

Sumaeri mengatakan, sudah setahun terakhir ia bersama suaminya tinggal di tempat tersebut.

"Karena tidak punya tempat tinggal."

"Waktu itu saya sama suami saya ngontrak, cuma karena gak bisa membayar cicilan jadi terpaksa tinggal di sini, khususnya suami saya," ucapnya.

Gubuk yang ditempatinya itu juga ternyata berdiri di atas tanah orang lain.

Pekerjaan Iyus yang serabutan atau sesekali membuat batu bata di kawasan itu menjadi alasan keluarganya sering menempati gubuk tersebut.

"Jadi sebenarnya tempat singgah, cuma memang sering dijadikan tidur oleh suami saya. Kalau saya hanya menemani kalau suami saya bekerja di sini jadi pembuat batu bata."

"Saya kalau tidur di rumah saudara gitu, tapi memang ya sehari-hari di sini karena gak punya tempat tinggal," jelas dia.

Kini, setelah sang suami telah berada di tahanan, Sumaeri terpaksa mengharapkan belas kasihan warga.

Khususnya, untuk jajan anaknya yang masih berusia 4 tahun.

Beruntung setelah Iyus masuk bui, para warga yang mengetahui kasus Iyus langsung merasa iba dan menggalang dana secara sukarela.

"Saya sekarang hanya mengharapkan pemberian warga karena saya gak bisa nyari uang di sini."

"Kemarin saya andalkan suami dengan penghasilan pas-pasan, tapi kan sekarang suami saya dipenjara. Sekarang bingung anak juga mau jajan dari mana."

"Alhamdulillah-nya kemarin saya dibantu warga secara sukarela, tapi kan gak enak kalau mengandalkan warga terus, apalagi suami saya keluarnya masih lama lagi," katanya.

Meri, sapaan akrabnya, pun kini tinggal di sanak saudaranya karena merasa iba terhadap kasus yang menimpa suaminya.

Tentang kasus tersebut, Meri meyakini suaminya tak bersalah.

"Meskipun saya gak ada di lokasi kejadian, saya yakin suami saya gak bersalah karena memang banyak saksi yang melihat juga."

"Saya berharap suami saya tegar atas kasus yang kini tengah diterimanya," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, nasib nahas yang dialami Iyus berawal saat awal pada 12 Desember lalu terjadi cekcok antara Iyus dengan sang kepala desa, WW.

Setelah kejadian itu, kepala desa kemudian melaporkan Iyus kepada polsek setempat dengan tuduhan penganiayaan dan penghinaan.

Peristiwa itu juga membuat warga Blok Leuwiliang, khususnya para saksi yang menyaksikan peristiwa tersebut berinisiatif menggalang dana dengan cara berkeliling desa.

Aksi itu dilakukan sejak Minggu (29/1/2023) hingga Senin kemarin atau dua hari setelah Iyus resmi masuk Lapas hingga 1 bulan ke depan.

"Ya, sejak kemarin sebagai kepedulian kami untuk Mang Iyus, kami galang dana."

"Soalnya kami yakin, Mang Iyus tidak melakukan seperti yang disangkakan itu. Kalau cekcok mah iya, tapi tidak ada pemukulan. Banyak warga yang ada di TKP," ujar salah satu warga yang juga saksi dalam peristiwa penganiayaan yang disangkakan itu, Rijal (39), Senin (30/1/2023).

Dalam aksinya, warga yang didominasi pemuda itu berkeliling ke beberapa blok, dengan titik kumpul awal di tempat kejadian perkara (TKP) insiden cekcok antara Iyus dengan sang kepala desa.

Dari sana, mereka berkeliling ke sejumlah blok yang ada di desa itu.

"Alhamdulillah sampai sekarang sudah ada Rp 800 ribu donasi untuk Iyus. Kami ucapkan terima kasih kepada warga yang telah menyisihkan sebagian rezekinya."

"Ini inisiatif kami, warga sekitar. Kami juga minta izin dulu ke pihak keluarga (Iyus), sebelum melakukan aksi ini," ucapnya.

Sebelum ditahan, aktivitas Iyus sehari-hari diketahui bekerja serabutan.

Pekerjaan yang bisa dikatakan rutin dilakukan Iyus, yakni ikut bikin batubata di Jebor yang ada di desa tersebut.

"Dia serabutan. Makanya miris, ketik sekarang dia ditahan dengan tuduhan yang kami yakin tidak dia lakukan," jelas warga lainnya, Mustadi (40). (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved