Memotret Keislaman Jabar dari Masjid Al Jabbar, Nuansa Pintu Emas, Mega Mendung Hinggga Asmaul Husna
Bangunan utama Masjid Raya Al Jabbar berbentuk seperti piramida berlapis ratusan kaca berwarna yang disusun dan diteduhi atap berbentuk tenda putih
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Hujan yang turun hampir setiap hari menjelang akhir 2022 membuat air di sungai-sungai di timur Kota Bandung mengalir deras.
Permukaan air di kolam retensi Gedebage pun meninggi sampai mencapai batas maksimal, membuat Masjid Raya Al Jabbar yang berdiri megah di tengahnya tampak mengapung di atas danau.
Empat menara setinggi 99 meter berbentuk seperti tiang layar kapal berdiri di empat pojok bangunan utama masjid.
Kaki tiap menara bersama dasar bangunan masjid dibelai gelombang ombak yang terbentuk akibat angin yang bertiup kencang.
Bangunan utama Masjid Raya Al Jabbar berbentuk seperti piramida berlapis ratusan kaca berwarna yang disusun layaknya sisik ikan atau kulit buah salak.
Bangunan utama ini diteduhi lembaran-lembaran atap berbentuk tenda putih, seperti tumpukan layar-layar kapal yang tengah mengembang.
Danau retensi ini dikelilingi taman yang sesak dengan tanaman hias dan pepohonan.
Dari taman-taman beragam tema inilah, pengunjung dimanjakan oleh pemandangan kemegahan Masjid Raya Al Jabbar yang tampak seperti sebuah perahu raksasa yang tengah berlayar di atas danau.
Pengunjung bisa memasuki kawasan masjid ini lewat bagian muka di sebelah timur.
Dari lapangan parkir, pengunjung akan disambut taman berbentuk bundaran dengan tugu berbentuk kaligrafi "Al Jabbar" di pusatnya.
Baca juga: Masjid Raya Al Jabbar Diresmikan Pekan Depan, Kado Penghujung Tahun bagi Warga Jawa Barat
Beranjak ke arah barat, pengunjung akan melewati selasar luas di bagian muka.

Selasar ini memiliki gerbang dan serambi bertiang dengan atap-atap mungil yang seirama dengan bangunan utama.
Di pinggiran selasar ini ada deretan tempat berwudu melingkar seperti air mancur. Dari selasar utama, pengunjung bisa mengakses tempat berwudu dan area museum di bagian rubanah atau lantai dasar, atau langsung ke aula utama masjid setelah menaiki tangga yang sangat lebar.
Di gerbang aula utama masjid, pengunjung akan disambut daun pintu berwarna emas layaknya pintu Masjid Nabawi di Madinah, dengan mahkota pintu bercorak masjid bercorak usmani di Turki. Sedangkan langit-langitnya bercorak batik mega mendung khas Cirebon.
Saat memasuki masjid, pengunjung akan disambut tiang-tiang dan langit-langit yang memiliki mozaik motif geometri dan lampu hias khas Afrika Utara.
Ini adalah bagian bawah balkon atau lantai mezanin yang biasanya digunakan jamaah perempuan.
Lebih lanjut ke bagian tengah, pengunjung akan menemukan struktur utama aula seluas 99 x 99 meter. Dari ujung ke ujung, atapnya tidak ditopang satupun pilar tambahan. Hanya ada 16 tugu yang berfungsi sebagai jaringan penyejuk udara dan rak Alquran. Penerangan pun mengandalkan lampu sorot dari lamgit-langit masjid.
Di bagian tengah langit-langit masjid, terdapat kaligrafi lafaz Allah yang menhambung ke bagian mihrab tempat salat imam. Ceruk mihrab bercorak geometri ini menampilkan kaligrafi timbul 99 Nama Allah atau Asmaul Husna, penanda arah kiblat.
Bagian utama masjid ini dikelilingi jendela dengan bingkai berlapis dan berukir corak-corak batik dari 27 kota dan kabupaten di Jawa Barat. Sehingga secara keseluruhan, Masjid Raya Al Jabbar menjadi bingkai potret keislaman di Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun memastikan Masjid Raya Al Jabbar diresmikan 30 Desember 2022.
Ia mengatakan konsep pembangunan Masjid Raya Al Jabbar sendiri berasal dari rumus matematika yang identik dengan rumus aljabar.
Rumus yang hingga kini digunakan sampai bidang teknologi informasi ini ditemukan oleh ilmuwan muslim bernama Al Jabar.
Al Jabbar juga merupakan salah satu nama Asmaul Husna, kebetulan juga Al Jabbar bisa menjadi singkatan atau akronim Jawa Barat.
Ia mengatakan Masjid Raya Al Jabbar juga dikonsepkan memiliki 27 pintu yang menyimbolkan 27 kabupaten/kota di Jabar. Ukiran batik dari 27 pintu tersebut berbeda-beda sesuai kekhasan masing-masing daerah.
Ia mengatakan kapasitas masjid ini adalah 50 ribu orang, sudah seperti kapasitas stadion. Secara keseluruhan, Al Jabbar tidak hanya sekadar proyek masjid. Proyek kedua dari bangunan tersebut adalah museum Rasulullah dan sejarah Islam nusantara serta Jawa Barat yang terletak di lantai dasarnya.
Baca juga: Meski Belum Rampung, Masjid Raya Al Jabbar Sudah Menunjukkan Pesonanya, Ini Detail Fasilitasnya
Kemudian proyek ketiganya adalah danau pengendali banjir untuk wilayah Gedebage. Masjid yang berada di Kelurahan Cimincrang ini seolah-olah berdiri terapung di atas air. Kang Emil berharap, danau tersebut mampu mengendalikan banjir di wilayah Gedebage yang akhir-akhir ini sering terjadi. Proyek keempatnya adalah taman yang mengelilingi masjid.
Akses menuju Masjid Al Jabbar ada tiga jalur. Yaitu jalur dari jalan Cimincrang, kemudian dari perempatan Gedebage-Soekarno Hatta. Kemudian ada satu akses lagi belum bisa dibuka karena sedang diaudit, yaitu akses dari KM 149 tol Purbaleunyi.

Sebagai arsitek Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil mengaku takjub dengan bangunan ini karena hasilnya melebihi imajinasinya.
"Ini melebihi imajinasi saya, antara yang saya sketsa dengan yang jadi lebih keren jadinya, makanya saya suka merinding pas masuk," ucapnya di Masjid Raya Al Jabbar, Senin (26/12).
Masjid Al Jabbar juga diakuinya sebagai masjid tersulit dan terkompleks yang pernah ia rancang.
"Ini terkompleks, tersulit dan terbesar yang Allah takdirkan hadir saat saya jadi pemimpin di Jabar," ujar pria yang akrab disapa Kang Emil ini.
Masjid Raya Al Jabbar akan dikelola oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) yang diketuai langsung oleh Kang Emil. Secara ex-officio wakil ketua DKM Al Jabbar juga akan dijabat oleh Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum dan ketua harian diisi oleh Sekda Jabar Setiawan Wangsaatmadja.
Baca juga: Masjid Raya Al Jabbar Siap Diresmikan, Tinggal Pasang Karpet dari Turki, Daya Tampung 33 Ribu Orang
"Kemudian pengurus DKM-nya yaitu perwakilan 27 aktivis muslim dari 27 kabupaten/kota," sebut Kang Emil.
Ia menjelaskan, untuk dua hingga tiga tahun pertama pengelolaan Masjid Raya Al Jabbar masih menggunakan APBD Jabar. Namun tahun keempat masjid ini akan mandiri secara ekonomi. Dari awal pembangunan, Masjid Raya Al Jabbar memang sudah dikonsepkan mandiri ekonomi seperti halnya rumah sakit. Pendapatan dari masjid nantinya tidak akan masuk ke APBD tapi langsung dikelola sendiri.

Kang Emil menyebut Masjid Raya Al Jabbar akan dikonsepkan seperti Masjidil Haram dari segi pengelolaan hingga memiliki pegawai yang mayoritas untuk warga lokal. Itulah sebabnha di masjid Masjid Raya Al Jabbar selain kegiatan utamanya adalah beribadah juga akan ada kegiatan ekonomi dan wisata religi.
Pendapatan ini akan datang dari hadirnya museum, bazar di area alun-alun, foodcourt, wisata perahu, bahkan untuk prewedding pum diperbolehkan selama menjaga ketertiban dan tak mengganggu kegiatan ibadah.
Ide pembangunan masjid Al Jabbar berawal pada 2016 lalu saat Ridwan Kamil masih menjabat Wali Kota Bandung. Kang Emil saat itu memberikan usulan kepada Gubernur kala itu Ahmad Heryawan agar Jawa Barat memiliki masjid raya sendiri.
"Ide awalnya tahun 2016 saat saya jadi Wali Kota Bandung menghadap ke Pak Aher, saya bilang kalau bisa Jabar punya masjid raya sendiri, selama ini kan nebeng ke Masjid Agung Bandung makanya namanya diubah menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat," ungkap Kang Emil.
Usulan itupun disambut positif Ahmad Heryawan yang kelak masjid tersebut didesain langsung oleh Ridwam Kamil yang punya latar belakang arsitek. Lokasinya masjid di Gedebage pun diusulkan sendiri oleh Kang Emil.
"Itu kalimat saya ke Pak Aher pada 2016 lalu, saya bilang provinsi bikin saja sendiri nanti saya hibahkan desainnya dan lokasinya saya usulkan di Gedebage," ujarnya.
Baca juga: Hasil Urun Rembuk pada 2014, Masjid Al Jabbar di Bandung Diharapkan Jadi Ikon di Dunia Internasional
Sesuai dengan urutan level masjid, untuk nasional pemerintah pusat memiliki Masjid Istiqlal. Untuk level provinsi disebut dengan masjid raya, kabupaten/kota masjid agung, kecamatan masjid besar dan di level desa/kelurahan disebut masjid jami.

"Jadi nanti Masjid Agung Bandung akan saya kembalikan sesuai maqomnya karena provinsi sudah punya Masjid Raya Al Jabbar," ujar Kang Emil.
Secara rinci, masjid ini memiliki lantai dasar termasuk museum dengan luas 11.238,20 m2, lantai 1 seluas 8.329 m2, dan lantai mezanin atau balkon seluas 2.232 m2, sehingga total luas bangunan utama 21.799,20 m2.
Adapun pada eksteriornya memiliki selasar penghubung atau portico seluas 4.238,60 m2, selasar terbuka depan masjid seluas 2.539 m2, kolam reflektif seluas 5.489 m2, dan plaza 5.163 m2, sehingga jumlah luas eksterior 17.429,60 m2.
Bangunan utama Masjid Raya Provinsi Jawa Barat ini memiliki luas 99 m x 99 m dengan penutup atap kubah utama menggunakan kaca 6.136 lembar yang disusun seperti sisik ikan dengan kubah yang berwarna. Adapun canopy pada atap dan kubah utama sebanyak 88 buah, sedangkan rangka menara dengan ketinggian 99 meter.
Kawasan ini memiliki area tapak bangunan 2,9 hektare. Luas area kolam atau danau mencapai 6,93 hektare, sedangkan luas plaza, parkir, dan area hijau 11,163 hektare.
Bangunan masjid raya ini pada perencanaan ke depan berada dalam kawasan kota teknopolis.
Terdapat beberapa fasilitas lingkungan di dalam site yang menunjang aktivitas ibadah dan rekreasi yang bernuansa islami, seperti kolam yang memiliki fungsi sebagai penampungan air dan kolam retensi, parkir mobil dengan kapasitas parkir sebanyak 204 kendaraan, parkir motor dengan kapasitas 486 kendaraan, parkir bus kapasitas 38 kendaraan, yang tersebar di setiap sudut area site. (*)
Silakan baca berita Tribunjabar terbaru lainnya di GoogleNews