Gastronomi Lokal Membuka Gerbang Kemandirian Pangan, Indonesia Punya Ribuan Pangan yang Kaya Rasa

Penganekaragaman bahan pangan lokal, peningkatan produksi pangan lokal, dan pembatasan impor pangan luar negeri menjadi upaya utama dalam mewujudkan

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID/MUHAMAD SYARIF ABDUSSALAM
Suasana penyajian menu pangan lokal yang menjadi bagian acara FGD Gerakan Budaya Gastronomi Jawa Barat di Teras Gloya, Kota Bandung, Selasa (6/12/2022). 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Penganekaragaman bahan pangan lokal, peningkatan produksi pangan lokal, dan pembatasan impor pangan luar negeri menjadi upaya utama dalam mewujudkan kemandirian pangan di Indonesia, termasuk di Jawa Barat.

Pasalnya Indonesia memiliki ribuan keragaman pangan yang tentunya memiliki ribuan rasa pangan yang kaya.

Hal ini terungkap dalam FGD Gerakan Budaya Gastronomi Jawa Barat di Teras Gloya, Kota Bandung, Selasa (6/12/2022).

Kegiatan ini diselenggarakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan ini bertujuan melaksanakan Gerakan Budaya Gastronomi Jawa Barat sebagai wujud kolaborasi dalam memperkuat ketahanan pangan di Jawa Barat.

Wakil Ketua Divisi Komunikasi dan Gerakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Jawa Barat, Eric Wiradipoetra, mengatakan kebiasaan makan dan minum masyarakat Indonesia, termasuk Jawa Barat, sudah sangat terpengaruh oleh budaya kolonialisme saat zaman penjajahan.

Baca juga: Desa Cisambeng Majalengka Kembangkan Wisata Gastronomi dan Kuliner Tahu-Tempe

Akibatnya, mulai banyak makanan lokal yang ditinggalkan atau melebur dengan menu-menu kolonial.

Hal ini semakin parah di zaman moderen, yakni setelah Perang Dunia II.

Industrialisasi pangan dari barat dan juga munculnya budaya fast food kian mennggerus menu-menu lokal Indonesia.

"Tahun 50-an industri junk food tumbuh pesat, dibungkus gaya hidup modern. Padahal obesitas meningkat dari industrialisasi makanan fast food ini. Di sisi lain, industrialisasi ini menyebabkan efek rumah kaca akibat produksi besar-besaran," kata Eric dalam paparannya.

Ia mengatakan, perdagangan global ini memberikan banyak efek buruk pada kuliner dalam negeri, di antaranya budaya kuliner lokal terkikis, ekonomi terpengaruh, dan kesehatan pun ikut terganggu.

Ia mengatakan industrialisasi ini memaksakan rasa pada masyarakat, sehingga memiliki keseragaman rasa, dari yang tadinya punya ribuan rasa pangan yang kaya.

Arah makanan kegemaran masyarakat menjadi menyukai makanan instan dan berbahan baku impor, seperti gandum dan gula.

Baca juga: Kuatkan Ketahanan Pangan Erick Thohir Beri Perhatian Kesejahteraan Petani

Ia mengatakan padahal Indonesia bisa mandiri dengan pangannya sendiri, seperti singkong dan beras sendiri.

Karenanya, peran pemerintah sangat penting dalam menentukan kebijakan impor demi memajukan kembali pangan lokal.

"Keragaman pangan lokal harus dilakukan lagu dalam memajukan gastronomi lokal. Industrialisasi yang tidak terkontrol bisa merugikan kita. Market di sini banyak, membidik 275 juta warga Indonesia. Dengan tanah yang kita punya, kita harus mampu produksi makanan sendiri," ujar Eric.

Hal yang harus dilakukan, katanya, melakukan transformasl gaya hidup melalui literasi dan gerakan masyarakat.

Kemudian, eksplorasi potensl lokal, merevitalisasi kekuatan tradisi yang dapat menjadl alternatif penyelamatan atau solusi.

Hal lainnya adalah meningkatkan nilal tambah kuliner lokal, melakukan inovasi alternatif produk impor, memanfaatkan kelompok jaringan terkecll sebagai penggerak program, dan membuat strategi komunikasi melalul pintu masuk yang sederhana dan berada di sekitar masyarakat.

Baca juga: Bapanas Optimistis Jabar Tetap Jadi Lumbung Nasional, Pastikan Pangan Aman sampai Akhir 2022

"Transformasi gaya hidup dilakukan dengan penganekaragaman, sehingga tidak diseragamkan, dan supaya mengurangi importasi pangan. Gastronomi lokal akan membuka gerbang kemandirian pangan. Ketergantungan impor dilakukan dengan mensubtitusi atau mengganti bahan baku yang sulit didapat," kata Eric. (*)

Silakan baca berita Tribunjabar.id terbaru lainnya di GoogleNews

 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved