Tahun 2023 Upah Mininum Maksimal Naik 10 Persen , Apindo Jabar Kecewa dan Ungkapkan Dampaknya
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menyayangkan lahirnya Permenaker 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi menetapkan kenaikan upah minimum (UM) tahun 2023 maksimal 10 persen yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menyayangkan lahirnya Permenaker 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 yang telah terbit dengan formula penghitungan upah yang baru.
Ketua DPP Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan, hal ini mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dan tidak ada juga kepastian usaha.
Baca juga: Wagub Jabar Silaturahmi Dengan Perwakilan Serikat Buruh, Bahas Kenaikan UMP dan UMK 2023 di Jabar
"Belum lagi hierarki peraturan dilanggar, Bagaimana bisa Permenaker melawan PP? Sungguh bahaya sekali apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan dibawahnya," ujar Ning Wahyu, Sabtu (19/11/2022).
Terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini juga kata Ning telah melanggar hasil keputusan Mahkamah Konstitusi.
Dimana dinyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Prinsip UMK yang merupakan upah sebagai safety net pekerja di tingkat buruh dan upaya untuk mengurangi disparitas yang besar antara Kabupaten/Kota, menjadi terlanggar," ujar Ning.
Hal ini dikarenakan hasil simulasi dengan rumus formula yang baru justru menunjukkan bahwa daerah yang sebelumnya sudah memiliki UMK melebihi ambang batas atas, seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi.
"Justru dengan formula baru ini, mengalami kenaikan yang jauh lebih besar dari wilayah/daerah dengan UMK rendah, seperti Kabupaten Ciamis, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Pangandaran dan seterusnya.
Ia mengungkapkan setelah tercabik Covid-19, pengusaha mengalami goncangan turunnya order orientasi ekspor akibat krisis global, dan membanjirnya barang–barang impor.
Baca juga: Terbujuk Upah Besar, Ratusan TKI Cianjur Bermasalah karena Diberangkatkan Secara Ilegal,Ini Modusnya
Hal ini yang membuat pasar domestik semakin sempit untuk produk lokal, maka, kata Ning hampir bisa dipastikan pengurangan pekerja secara massive akan terus terjadi.
"Formula ini saya sebut aneh bin ajaib karena justru membuat UMK tingginya diatas ambang batas, mendapatkan kenaikan yang juga jauh lebih tinggi dibanding daerah lain," ujarnya.
Hal ini merupakan pukulan telak pada industri padat karya di daerah tersebut, yang justru sudah hampir tiap tahun berjuang mendapatkan upah khusus padat
karya untuk bertahan.
Apalagi kata Ning yang awalnya pemerintah ingin mempersempit disparitas antar upah di daerah, justru sekarang membangun jurang kecemburuan antar daerah dengan makin besarnya perbedaan upah diantara mereka.