Perajin Tahu Tempe Jawa Barat Ancam Mogok Produksi 3 Hari, Rencananya Pekan Depan
Para perajin tahu tempe di Jawa Barat kembali akan melakukan mogok produksi menyusul kenaikan harga kedelai.
TRIBUNJABAR.ID - Para perajin tahu tempe di Jawa Barat kembali akan melakukan mogok produksi menyusul kenaikan harga kedelai.
Rencananya, perajin tahu tempe di Jawa Barat bakal mogok selama tiga hari.
"Mogok produksi akan mulai kami lakukan 17 Oktober sampai 19 Oktober," ujar Ketua Paguyuban Perajin Tahu Tempe Jabar, Zamaludin, kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Selasa (11/10).
Idealnya, ungkap Zamaludin, harga kedelai antara Rp 8 ribu-Rp 9 ribu per kilogramnya.
Baca juga: Soal Rencana Mogok Produksi, Begini Komentar Ketua Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Jawa Barat
"Sekarang harganya sudah Rp 13 ribu per kilogram. Padahal, bulan lalu, harganya masih Rp 10 ribun sampai Rp 11 ribu per kilogramnya," ujar Zamaludin.
Ia berharap, aksi mogok ini dapat menjadi perhatian pemerintah agar secepatnya mengatasi permasalahan tersebut.
Dia juga berharap masyarakat yang menjadi konsumen tahu dan tempe bisa memahami seandainya mereka menaikkan harga jual tahu dan tempe saat kembali berproduksi nanti.
"Kami tentu akan memilih menaikkan harga tahu dan tempe dibanding mengecilkan ukurannya. Sebab, bila memilih mengecilkan ukuran itu bakal memakan biaya lagi, seperti membeli cetakan lagi," ujarnya.
Zamaludin berharap semua perajin tahu tempe di Jabar ikut serta dalam aksi mogok nanti.
"Kami tak bertanggung jawab bila saat mogok (produksi) di jalan atau di tempat dagang terjadi sesuatu yang tak diinginkan," ujar Zamaludin seraya menegaskan bahwa pada aksi nanti, pihaknya tak akan melakukan sweeping.
Kenaikan harga kedelai ini, ujar Zamaludin, adalah yang ketiga kalinya selama 2022. Pertama, pada awal 2022. Kedua, sebelum Ramadan (April-Mei). Ketiga, Oktober ini.
"Sebenarnya bukan hanya kedelai tetapi bahan baku tahu tempe lainnya seperti garam, kunyit, plastik, dan lainnya, bahkan BBM ikut naik.
"Harusnya kan pemerintah melalui Disperindag yang lebih tahu dahulu karena mereka yang mengatur HET.
"Kami juga tak diberitahu alasan kenapa kedelai naik. Jadi, naiknya harga kedelai ini sedikit-sedikit seolah menyiksa kami secara perlahan," ucapnya.
Ditemui di Pasar Kosambi, Kota Bandung, kemarin, Ganda, penjual tahu tempe, mengaku belum mendapatkan informasi terkait rencana mogok para produsen tahu dan tempe.
Namun, jika mogok produksi itu benar dilakukan, ujar Ganda, para penjual tahu dan tempe biasanya akan libur dulu.
Adapun para penjual makanan berbagah tahu atau tempe, biasanya akan mengantisipasinya dengan membeli dalam jumlah yang banyak sebelum aksi mogok.
"Kalau pedagang bakso tahu, biasanya mereka beli banyak untuk stok tiga hari penjualan mereka," kata Ganda yang sudah berjualan tahu dan tempe sejak 74 tahun lalu itu.
Meski harga kedelai terus melambung, kata Ganda, harga tahu dan tempe di pasaran sjauh ini masih belum berubah. "Masih Rp 12.000 per bungkus," ujarnya.
Berbeda dengan Ganda yang tenang dan memilih libur saat para produsen tahu dan tempe mogok, Entang (56), pedagang kupat tahu di Jalan Pagarsih, Kota Bandung, mengaku bingung dengan rencana mogok ini.
"Kalau boleh usul jangan mogok atuh, apalagi sampai tiga hari. Nasib saya bagaimana? Cari makan dari jual kupat tahu," ujar Entang, kemarin.
Menurut Entang, para produsen tahu dan tempe sebaiknya langsung saja menaikkan harga jual, tapi jangan mogok. "Kalau mogok, akan banyak yang dirugikan. Pedagang kupat tahu pasti rugi," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan Ilham (35), pedagang gehu di Jalan Astanaanyar, Kota Bandung. Ia berharap tak ada mogok produksi.
"Kalau tahu tak ada, saya mau kasih makan apa anak istri karena hanya jualan gebu untuk menghidupi anak istri, " ujarnya.
Aman
Pengamat Ekonomi Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Aknolt Kristian Pakpahan, menilai rencana mogok produksi yang dilakukan pengrajin tahu-tempe adalah sesuatu yang harus disikapi serius oleh pemerintah.
Sebab, jika melihat data dari Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), stok kedelai untuk tahun ini sebenarnya relatif aman di angka 400 ton.
"Itu stok per 6 Oktober 2022, seminggu yang lalu, sementara itu kebutuhan kita rata-rata hanya 200 ribu ton," katanya.
Itu artinya, menurut Aknolt, pemerintah melalui Bulog harus segera menyalurkan stok tersebut.
"Karena kita juga tidak tahu, apakah ada penimbun atau oknum yang bermain sehingga memunculkan kenaikan harga kacang kedelai, karena produk ini menjadi kebutuhan masyarakat, jadi rasanya pemerintah perlu bersikap," ucapnya.
Ia menilai pemerintah perlu melakukan operasi pasar terbuka melalui Bulog untuk menyalurkan kedelai kepada para pengrajin tahu dan tempe.
"Namanya operasi pasar terbuka harganya akan lebih murah, jadi kasih saja harga murah supaya harga tahu dan tempe lebih murah dalam jangka panjang perlu ada pengawasan, kok stoknya ada tapi tidak tersalurkan dengan baik," katanya.
Dihubungi kemarin, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung, Elly Wasliah, mengaku baru mengetahui adanya rencana mogok ini pada Selasa pagi. Ia mengaku akan secepatnya berkoordinasi.
"Saya akan konfirmasi ke pengrajin tahu tempe juga importir serta distributor kacang kedelai," katanya. (nandri prilatama/tiah sm/nazmi abdurahman)