Bukan Karena Gas Air Mata, Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Karena Berdesakan dan Terinjak-injak
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan banyak korban mengalami kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan hingga terinjak-injak.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Setelah ramai soal gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan disebut kedaluarsa, Polri akhirnya buka suara.
Polri membenarkan ada penggunaan gas air mata kedaluwarsa saat tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) silam.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan gas air mata kedaluwarsa justru kemampuannya akan menurun.
Polri menyebutkan 131 orang korban tewas dalam Tragedi Kanjuruhan disebabkan berdesak-desakan hingga terinjak-injak saat mencoba keluar saat kerusuhan terjadi di dalam Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan banyak korban mengalami kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan hingga terinjak-injak.
Hal ini sekaligus membantah korban tewas karena gas air mata.
"Penyebab kematian adalah kekurangan oksigen, karena apa? terjadi berdesak-desakan, terinjak-injak, betumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Ia menyatakan panitia penyelenggara diduga tak mematuhi aturan keselamatan dan keamanan yang diatur FIFA.
Seharusnya, kata dia, panitia penyelenggara mengatur standar evakuasi jika terjadi kejadian yang tak diinginkan.
"Batas waktunya keluar itu tidak boleh lebih dari 10 menit, kalau misalnya lebih dari 10 menit pintu darurat itu tidak bisa difungsikan dengan baik akan terjadi fatalitas seperti halnya terjadi di Kanjuruhan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dedi menambahkan bahwa terdapat 8 pintu darurat atau pintu emergency yang bisa digunakan di Stadion Kanjuruhan. Namun, pintu itu justru tidak berfungsi dengan baik saat insiden kerusuhan pecah.
"Dari 8 pintu emergency seharusnya bisa difungsikan. Kalau itu bisa difungsikan maka jatuhnya korban bisa diminimalisir. Tapi ketika kejadian itu fungsi dari emergency exitnya itu tidak bisa berfungsi dengan baik tidak bisa dibuka itu yang betul-betul tidak kita harapkan," jelasnya.
Ke depan, kata Dedi, seharusnya ada kontrol dan audit sebelum melaksanakan pertandingan.
Dia bilang, seluruh regulasi mengenai keselamatan dan keamanan harus terlaksana.
"Ke depannya itu harus di kontrol harus diaudit semuanya sebelum pertandingan harus dipastikan di dalam regulasi ini semua pintu dijaga oleh stewach semua pintu harus dalam keadaan tidak boleh dikunci dan apabila difungsikan harus mampu semaksimal mungkin bisa mengeluarkan penonton dalam keadaan selamat," ucapnya.