Tragedi Arema vs Persebaya
Kisah Korban Tragedi Arema vs Persebaya, Doni Selamatkan Diri Sambil Gendong Anaknya
Kisah korban selamat tragedi Arema vs Persebaya pasangan suami-istri, Muhammad Yulianton (40) dan Devi Ratnasari (30).
TRIBUNJABAR.ID - Kisah korban selamat tragedi Arema vs Persebaya pasangan suami-istri, Muhammad Yulianton (40) dan Devi Ratnasari (30).
Duka mendalam dirasakan keluarga pasangan suami-istri, Muhammad Yulianton (40) dan Devi Ratnasari (30), yang ikut menjadi korban meninggal dalam tragedi Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan.
Warga Jalan Bareng Raya, Kelurahan Bareng, Kecamatan Klojen, Kota Malang, itu menonton laga bersama putra mereka, Muhammad Alfiansyah yang masih berusia 11 tahun. Beruntung, Alfiansyah selamat.
Doni (43), saudara Muhammad Yulianton, yang juga ikut menonton langsung laga Arema versus Persebaya di Kanjuruhan malam itu menceritakan detail tagedi yang memilukan itu. Doni mengatakan, malam itu mereka datang ke stadion bersama belasan tetangganya.
Baca juga: Al-fatihah Dilbacakan Petugas Pengamanan Persib vs Persija, Doakan Korban Tragedi Arema vs Persebaya
"Kami menonton di Tribun 14," ujar Doni, Minggu (2/10).
Doni mengatakan, tak ada kejadian apapun yang menghawatirkannya selama pertandingan berlangsung. Namun, seusai laga, sekitar pukul 22.00, kondisi di stadion mendadak ricuh. Pada awalnya, kericuhan hanya terjadi di tengah lapangan. Tapi, tak lama, kericuhan menjalar ke tribun penonton.
Saat itu, ujar Doni, petugas keamanan menembakkan gas air mata ke arah Tribun 12.
"Namun karena angin, asap dari gas air mata itu mengarah ke Tribun 14. Asap itu membuat perih mata, dan para penonton yang ada di Tribun 14 langsung berhamburan turun untuk segera keluar stadion," jelas Doni.
Doni pun langsung menggendong anaknya dan segera mengikuti para suporter yang lain untuk keluar stadion.
"Setelah itu, saya berhenti sebentar di bagian pintu keluar stadion. Tiba-tiba, Muhammad Alfiansyah ini datang menghampiri saya. Saya langsung tanya, ke mana kedua orang tuamu kok enggak ada. Anak itu menjawab, kalau kedua orang tuanya masih di dalam stadion," ujar Doni.
Mendengar hal itu, Doni pun akhirnya memutuskan untuk menunggu sambil tetap menjaga Muhammad Alfiansyah. Tapi tak lama, mereka melihat Muhammad Yulianton dan istrinya tengah digotong keluar dan langsung dilarikan ke RS Teja Husada.
"Kemungkinan, saudara saya jatuh dari tangga tribun lalu terinjak-injak suporter lainnya. Saat saya lihat, bagian muka jenazah sudah pucat membiru. Kalau anaknya, dia selamat setelah minta bantuan ke polisi yang sedang jaga di dalam stadion," ungkapnya.
Doni mengatakan, Devi baru pertama kali menyaksikan pertandingan di Stadion Kanjuruhan. Sedangkan Yulianton, sudah sering menonton sebelumnya.
"Kedua jenazah sampai rumah duka sekitar Subuh. Jenazah dimakamkan di TPU Mergan sekitar pukul 09.00 WIB ini," ujarnya.
Terpisah
Di RS Wava Husada Kepanjen, yang juga menjadi tempat para korban kerusuhan dirawat, sejumlah warga yang panik dan bingung juga silih berganti datang mencari keluarganya yang hilang.
"Saya nyari teman saya," kata Haidullah, suporter asal Probolinggo yang selamat. "Kemarin terpisah."
Ia mengatakan, saat laga berlangsung, mereka menonton di Tribun 12. "Semoga dia hanya kesasar. Soalnya dia hanya membawa HP dan tidak ada identitasnya," katanya.
Haidullah menduga ponsel yang dibawa temannya yang masih berusia 13 tahun itu jatuh dan hilang. Sebab, saat dihubungi nada deringnya masih terdengar namu tidak kunjung dijawab.
Haidullah mengaku sudah mengecek ke RSUD Kanjuruhan. "Kami akan mengecek ke rumah sakit lain. Mudah-mudahan teman saya ditemukan dan hanya kesasar," ujarnya.
Setengah Tiang
Menyusul tragedi di Kanjuruhan, Wali Kota Malang, Sutiaji, meminta para warganya untuk mengibarkan bendera setengah tiang, Senin (2/10).
Sutiaji mengaku sangat menyesalkan terjadinya tragedi yang menewaskan ratusan suporter Aremania-Aremanita itu.
"Kami berbela sungkawa dan menyesalkan kejadian ini. Pertandingan bola yang kita tonton ini, menang kalah adalah hal yang wajar," ujarnya.
Sutiaji meminta semua pihak terkait untuk bisa mengambil pelajaran dan tidak saling menyalahkan.
"Kita tidak bisa ngomong, siapa yang salah. Mudah-mudahan, ini menjadi pembelajaran kita semua," harapnya. (tribun network/kuh/wid/wly)