Harga Kedelai Mahal, Perajin Tempe di Majalengka Tak Berani Naikkan Harga, Ini yang Dilakukan
Dampak kenaikan harga kedelai, sejumlah perajin tempe di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, terpaksa mengurangi produksi.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Dampak kenaikan harga kedelai, sejumlah perajin tempe di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, terpaksa mengurangi produksi.
Para perajin memilih menurunkan produksi karena mereka khawatir, kenaikan harga kedelai akibat imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak pada jumlah permintaan.
Uhan (40), salah satu perajin tempe asal Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah, Majalengka, mengaku, semenjak harga BBM naik, harga kedelai mengalami kenaikan secara bertahap.
Bahkan saat ini, harganya mencapai Rp 12.800 per kilogram.
Baca juga: Melalui Musdus, Pemdes Parungjaya di Majalengka Redam Kegaduhan Masyarakat yang Tak Dapatkan BLT BBM
Padahal, sebelum adanya kenaikan BBM, harganya berada di kisaran Rp 11.000-Rp 12.000 per kilogram.
"Karena harga kedelai mahal, terpaksa saya mengurangi jumlah produksi dari sebelumnya 9 kuintal per hari kini hanya 8 kuintal saja per hari karena jumlah pembelinya berkurang," ujar Uhan saat ditemui di pabrik produksinya, Rabu (28/9/2022).
Selain itu, kata Uhan, ia tidak berani menaikkan harga atau mengurangi ukuran tempe yang diproduksinya karena takut tidak dapat pelanggan lagi dan merugi.
"Kami biasa menjual tempe per kilogram ke pelanggan."
"Satu kilo berisi 2 potong tempe dengan ukuran kurang lebih 27 sentimeter dengan harga Rp 7.500 per potong atau Rp 12.800 per kilogram," ucapnya.
Dengan mahalnya harga kedelai dan menurunnya jumlah pembeli, Uhan hanya mampu memproduksi 8 kuintal.
"Jauh menurun dari sebelumnya. Dulu sehari bisa 9 kuintal."
"Kalaupun kami ingin naikkan harga, kami khawatir tidak laku," jelas dia.
Karena itu, dengan kondisi saat ini, Uhan berharap kepada pemerintah agar bisa menurunkan harga kedelai.
Pasalnya, kata dia, para perajin tidak bisa mengikuti untuk menaikkan harga saat kedelai mahal.
Perajin lain bernama Maman (42) juga mengaku senasib.
"Sebenarnya saya mau menaikan harga, tapi mau tanya pelanggan dulu mau enggak harganya dinaikkan."
"Kalau enggak, ya, terpaksa kami kurangi produksi karena saya takut rugi kalau enggak laku semuanya," katanya. (*)