Siti Anisa Gadis Cianjur Ini Butuh Pertolongan, Sudah 7 Tahun Harus Makan dan Minum Lewat Selang
Sudah tujuh tahun Siti Anisa (17) harus makan dan minum melalui selang yang ditanam masuk ke bagian leher dan tenggorokannya.
Penulis: Ferri Amiril Mukminin | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, CIANJUR - Sudah tujuh tahun Siti Anisa (17) harus makan dan minum melalui selang yang ditanam masuk ke bagian leher dan tenggorokannya.
Gadis warga Kampung Babakan RT 03/02, Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, ini harus mengalami penderitaan semenjak ia tertabrak angkutan umum jurusan Cileungsi Cianjur di jalan baru Cianjur alternatif Jonggol.
Kecelakaan ia alami saat bersepeda dan saat itu Siti masih duduk di bangku kelas VI sekolah dasar.
Kecelakaan itu selain merenggut kebahagiaan masa kecilnya, Siti juga tak lagi melanjutkan sekolah ke SMP bahkan seharusnya ia sekarang duduk di bangku SMA.
Sehari-hari Siti tergolek lemah di sebuah rumah berdinding bilik dengan pemandangan sekeliling sawah dan kebun. Siti tinggal bersama orangtuanya yang sudah sepuh yakni Ejen (60) dan Lia (60).
Luka di bagian telinga hidung dan tenggorokannya memaksa ia harus berobat jalan ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Siti sudah berobat di Cianjur dan Bandung namun luka yang dideritanya tetap mengharuskan setiap bulan ia ke Jakarta.
Berbekal Kartu Indonesia Sehat, Siti selalu diantar orangtuanya menggunakan mobil ketua RT, H Asep.
Namun tak semua obat dan peralatan yang dibutuhkan Siti bisa ditebus dengan kartu Indonesia sehatnya.
Ada beberapa peralatan seperti selang dan perlengkapan lainnya yang harus dibeli sendiri.
Sang ibu, Lia, menceritakan satu kali berobat ke Jakarta ia harus berbekal uang jutaan rupiah karena tak langsung sehari tiba dan langsung bisa pulang lagi.
Terakhir Lia mengatakan ia harus bermalam tiga hari di parkiran rumah sakit karena rumah singgah di sekitar sudah penuh.
Lia mengatakan, suaminya merupakan buruh tani yang menggarap lahan sawah milik orang lain.
Terkadang untuk pengobatan anaknya masih harus menunggu bagi hasil tani meski anaknya seharusnya rutin berobat setiap bulan.
Lia tak menutupi sempat ada tokoh masyarakat yang membantunya membeli perlengkapan untuk berobat sampai ikhlas mengeluarkan uang jutaan rupiah.