Angka Kematian Ibu di Indonesia Tempati Posisi Kedua di Asia Tenggara Bisa Ditekan dengan Program KB

Angka kematian ibu di Indonesia tertinggi kedua di Asia Tenggara yakni 305 per 100.000 kelahiran hidup menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) ta

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar / Sidqi
Konferensi Pers Konferensi Internasional Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (ICIFPRH) 2022 di Yogyakarta, Selasa (23/8/2022).   

Laporan Wartawan Tribun Jabar Sidqi Al Ghifari

 

TRIBUNJABAR.ID, GARUT- Angka kematian ibu di Indonesia tertinggi kedua di Asia Tenggara yakni 305 per 100.000 kelahiran hidup menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015.

Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia mengatakan problem kematian ibu merupakan problem dasar di Indonesia.

Hal itu menurutnya bukan keterbatasan tenaga kesehatan ataupun infrastruktur, melainkan keterbatasan sistem salah satunya literasi publik.

"Menjadikan perempuan-perempuan itu pandai mempunyai literasi khususnya untuk kesehatan untuk tau apa yang dia harus lakukan itu menjadi hal yang sangat penting," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id dalam agenda Konferensi Internasional Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (ICIFPRH) 2022 di Yogyakarta, Selasa (23/8/2022).

Ia menuturkan pencegahan kematian ibu bisa dilakukan dengan program keluarga berencana (KB), dengan program KB, kata Ova, maka angka kematian bisa ditekan.

Baca juga: Kasus Kematian Ibu dan Anak di Garut Terungkap, Sadis nan Ironis namun Bukan Suami Pelakunya

Ia menjelaskan jika pasangan menghendaki kehamilan maka mereka akan mengusahakan bahwa kehamilannya tersebut bisa selamat.

"Kalau kita punya kematian yang begitu besar, berarti itu ada masalah, saya kira masalahnya kompleks sekali ya, perlu peran banyak pihak," ucapnya.

WHO menyebutkan sebanyak 75 persen angka kematian ibu disebabkan oleh komplikasi pendarahan yang hebat, tekanan darah tinggi, infeksi terkait pasca salin dan tindakan aborsi yang tidak aman.

Tingginya angka kematian ibu juga disebabkan oleh rendahnya penggunaan kontrasepsi di masyarakat.

Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Prof Muhammad Rizal Martua Damanik mengatakan penggunaan alat kontrasepsi selama pandemi Covid-19 menunjukan angka stagnan.

Pandemi Covid-19 memiliki dampak terhadap pelayanan kontrasepsi, adanya pembatasan gerak membuat orang takut keluar rumah sehingga akses terhadap kontrasepsi terhambat.

"Tapi demikian penurunan penggunaan modern kontrasepsi itu tidak menurun tajam, relatif kecil kalau kita lihat dari data itu pada tahun 2019 MCPR itu 57,9 persen dan turun jadi 57,9 persen," ucapnya.

Tidak hanya soal program KB, pihaknya juga saat ini tengah berfokus pada percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Angka stunting menurutnya mengalami penurunan sebesar 3,3 persen dalam kurun waktu dua tahun.

"2019 angkanya 27,67 persen dan tahun 2021 ini jadi 24,4 persen, kita akan evaluasi di akhir tahun nanti," ujarnya.(*)

 

 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved