ACT Diduga Selewengkan Dana CSR Korban Kecelakaan Lion Air, Bikin Pesantren dan Koperasi Syariah
Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyelewengkan dana dana social atau corporate social responsibility (CSR).
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA – Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyelewengkan dana dana social atau corporate social responsibility (CSR).
Satu di antara dana CSR yang diselewengkan atau digelapkan adalah terkait dana sosial untuk para korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp 34 miliar.
"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Helfi menjelaskan, ACT menyalahgunakan dana itu untuk pengadaan armada rice truck senilai Rp 2 miliar.
Lalu, untuk program big food bus senilai Rp 2,8 miliar, dan untuk pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.
“Untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar,” ucap dia.
Baca juga: Dugaan Aliran Dana ACT, Mengalir ke Jaringan Teroris di India & Turki,Perlu Kerja Sama Internasional
Kemudian, ada juga Rp 3 miliar digunakan untuk dana talangan CV CUN, serta Rp 7,8 miliar untuk PT MBGS.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan empat orang tersangka, termasuk dana untuk korban jatuhnya pesawat Lion Air tahun 2018 lalu.
Keempat tersangka itu yakni Ahyudin (A) selaku mantan presiden dan pendiri ACT, Ibnu Khajar (IK) selaku presiden ACT saat ini.
Kemudian, Hariyana Hermain (HH) selaku pengawas yayasan ACT tahun 2019 dan sebagai anggota pembina ACT saat ini, serta Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku mantan sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.
Baca juga: Ahyudin Eks Presiden ACT Mengaku Pasrah Dikorbankan, Tak Masalah Jadi Tersangka asal ACT Tetap Eksis
Keempat tersangka dikenakan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," kata Helfi. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com