Walhi Jabar Kaitkan Banjir Citengah dengan Bangunan Liar, Diragukan DPRD Sumedang: Grasah-grusuh

Data yang tidak komperhensif alias menyeluruh dinilai memungkinkan tidak ada ukuran yang jelas untuk setiap observasi yang dilakukan.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Jabar/ Kiki Andriana
Area vila di Desa Citengah, Sumedang Selatan tampak hancur berantakan sehabis disapu banjir bandang yang terjadi Rabu (4/5/2022). 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumedang menilai data yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat terkait musabab banjir bandang Citengah prematur.

Data itu terlalu cepat dikeluarkan dilihat dari masa observasi dan wawancara yang dilakukan oleh tim Walhi Jawa Barat di kawasan hulu Citengah, yakni sejak Cisoka, Margawindu, hingga Taman Buru Masigit Kareumbi hanya 4 jam.

Dalam keterangan kepada TribunJabar.id, Direktur Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong mengatakan observasi dan wawancara dilakukan mulai pukul 15.00 hingga pukul 19.00 pada sehari setelah banjir bandang, yakni pada Kamis (5/5/2022).

Baca juga: Walhi Jabar Rekonstruksi Muasal Banjir Bandang di Citengah Sumedang, Begini Analisisnya

Data yang dikeluarkan Walhi menyebut, kawasan TBMK dan Margawindu yang dituding rusak oleh bangunan-bangunan liar (Bangli) masih dalam kondisi kokoh.

Bangli-bangli di Margawindu juga tidak membuat run out atau air lepasan sehingga menjadi banjir.

Menurut Walhi, area yang dipakai bangli hanya 1 persen dari luas keseluruhan are bekas perkebunan Margawindu.

"Saya membaca apa yang menjadi hasil analisa Walhi ini terkesan grasah-grusuh (tergesa-gesa). Sebaiknya, analisis lingkungan itu dibuka dan terbuka, bukan seperti ini selesai sehari dua hari," kata Jajang Heryana, Wakil Ketua DPRD Sumedang saat diwawancarai TribunJabar.id, Senin (8/5/2022) di Sumedang.

Jajang mengatakan, data Walhi itu prematur karena memungkinkan pemuatan data yang tidak komperhensif.

Data yang tidak komperhensif alias menyeluruh itu memungkinkan tidak ada ukuran yang jelas untuk setiap observasi yang dilakukan.

"Ini terlalu prematur. Harusnya komperhensif. Kalau itu kajian sebentar, artinya tidak komperhensif, tidak terukur jelas," kata Jajang.

Baca juga: Bangun Tempat Wisata Pinggir Sungai di Citengah Sumedang Sangat Bahaya, Begini Penjelasan Walhi

Menurutnya, jika yang dimaksud dengan 1 persen penggunaan lahan dari keseluruhan luas perkebunan itu dinilai Walhi tidak menjadi penyebab banjir bandang, maka perlu dilihat dari sisi yang lain, bahwa bangunan-bangunan itu liar, artinya tidak berizin.

"Kalau bagunan liar, ya dibereskan, dibongkar karena bukan porsinya (di tempat itu), kajiannya harus komperhensif," kata Jajang.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved