BBKSDA Apresiasi Penyadap Getah Pinus di Gunung Kareumbi Sumedang, Ini Peran Mereka
Penduduk di pinggiran Gunung Kareumbi tak sedikit yang berprofesi sebagai penyadap getah pinus.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Giri
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Penduduk di pinggiran Gunung Kareumbi tak sedikit yang berprofesi sebagai penyadap getah pinus.
Keberadaan mereka yang beraktivitas memungut hasil hutan membantu kelestarian hutan buru tersebut dan mengamankannya dari bencana kebakaran.
Jikapun ada peristiwa kebakaran, petani getah yang tinggal di sekeliling Gunung Kareumbi selalu sigap memadamkan api sehingga nyaris tak pernah terjadi kebakaran yang menghabiskan sebagian besar hutan.
"Saya katakan, ada 38 desa penyangga Gunung Kareumbi yang masyarakatnya berperan sangat luar biasa terhadap pengelolaan Gunung Masigit Kareumbi," kata Plt Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar, Hendra Wijaya, saat dihubungi TribunJabar.id dari Sumedang, Senin (28/3/2022) malam.
Hendra mengatakan, warga-warga yang memungut getah pinus melalui jalur-jalur resmi telah menciptakan zero kasus kebakaran.
Mereka tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) dan memegang izin.
Baca juga: Lebih dari Empat Jam Tertutup, Jalan Rancakalong Sumedang Bisa Dilalui Kendaraan Lagi
"Sejauh ini, kebakaran nihil," katanya.
Namun, kini aktivitas penyadapan atau dalam bahasa BBKSDA pemungutan getah pinus sedang disetop.
BBKSDA sedang mengevaluasi efektivitas pengelolaan Gunung Kareumbi.
Di antara evaluasi yang dilakukan adalah memeriksa perizinan lembaga yang menjalin kerja sama.
Baca juga: PERSIB Bandung Bisa Pilih Barito Putera Bertahan dengan Cara Memalukan Ini, Siapa ke Liga 2?
"Ini sedang kami dalami. Sementara menunggu kerja sama diperpanjang, 11 kelompok tani kami setop dulu untuk melakukan pengungutan," ucapnya.
Dia mengatakan telah berkomunikasi dengan para penyadap getah bahwa penyetopan bukan berarti memutus mata pencaharian mereka.
Namun, BBKSDA hendak menata ulang pengelolaan Gunung Kareumbi.
"Perpanjangan kerja sama biasanya satu setengah bulan. Ada proses klarifikasi, verifikasi, kemudian penandatanganan draf kerja sama," kata Hendra. (*)