Operasi Militer Rusia Karena Blunder Presiden Ukraina, Tindakan Wajar Untuk Lindungi Keamanan Negara
Sarjana hubungan internasional asal Pangandaran Dede Supratman S.IP sebut operasi militer Rusia akibat blunder Presiden Ukraina yang ingin gabung Nato
Penulis: Padna | Editor: Mega Nugraha
Laporan Kontributor Tribunjabar.id Pangandaran, Padna
TRIBUNJABAR.ID, PANGANDARAN - Sarjana hubungan internasional yang juga Ketua Karang Taruna Pangandaran, Dede Supratman S.IP sebut operasi militer Rusia di Ukraina sebagai dilema keamanan.
Dilema keamanan yaitu, suatu kondisi yang mengacu pada tindakan yang diambil oleh sebuah negara untuk meningkatkan dan melindungi keamanan negaranya.
"Dalam teori ini, setiap negara boleh mengambil tindakan perang demi menjaga kemananan negaranya," ujarnya saat ditemui Tribunjabar.id di rumahnya, Desa Pananjung, Pangandaran, Minggu (27/2/2022) siang.
Ia mengatakan, konflik Rusia-Ukraina berawal setelah kudeta yang didukung barat pada Presiden Ukraina pro-Rusia Viktor Yanukovich.
Rusia melakuan pembalasan dengan menginvasi Crimea dan mendorong separatis pro Rusia di wilayah Donbass.
"Apa yang dilakukan Rusia merupakan bentuk kebijakan luar negeri yang berkaitan dengan teori security dilema.
Dimana, lepasnya Ukraina dari pengaruh Rusia akan mengancam keamanan negara Rusia," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Ia, Rusia mulai melakukan tindakan instabilitas di perbatasan - perbatasan antara Ukraina dan Rusia. Dimana, Moskow mensponsori separatis pro-rusia.
Baca juga: Presiden Chechnya Sarankan Presiden Ukraina Minta Maaf ke Presiden Rusia Vladimir Putin
Sebelumnya, Russia menuntut NATO agar tidak melakukan penambahan jumlah anggota.
Khususnya, ke negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia dan meminta negara-negara yang sudah bergabung dengan NATO yang berbatasan dengan Rusia untuk melucuti militernya dan membentuk zona netral. Namun keinginan Moskow tersebut ditolak oleh NATO.
"Kemarahan Moskow, mencapai puncaknya ketika NATO memberikan angin segar kepada Ukraina untuk dapat bergabung dengan pakta pertahanan tersebut," ucap Ia.
Moskow, melihat NATO sudah melewati garis merah keamanan negara Rusia sehingga Russia melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan operasi militer ke Ukraina sebelum negara tersebut bergabung dengan NATO.
Tindakan invasi tersebut, merupakan bentuk kecerdasan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelum Ukraina bergabung dengan NATO.
Sehingga, NATO tidak ada kewajiban untuk melakukan pembelaan militer karena Ukraina belum menjadi anggotanya.
"Saya melihat apa yang dilakukan oleh Rusia merupakan kebijakan luar negeri demi menjaga keamanan negaranya, dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan oleh negara-negara atau Kekaisaran di masa lampau," ujarnya.
Selain itu, Supratman melihat, bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden Ukraina yang berlatar belakang Komedian adalah suatu tindakan blunder karena telah melewati garis merah keamanan Negara Rusia.
"Oleh karena itu, setiap pemimpin suatu negara harus memiliki keilmuan tentang politik Internasional atau Geopolitik. Sehingga, mereka mampu membaca langkah-langkah terbaik yang harusnya dilakukan," katanya.
Presiden Nikaragua Sebut yang Dilakukan Vladimir Putin Untuk Membela Diri
Nikaragua jadi salah satu negara yang mendukung Rusia dalam konflik di Ukraina yang sudah pecah ditandai dengan invasi militer Rusia pada Kamis (24/2/2022),
Presiden Nikaragua, Daniel Ortega jadi presiden pertama di dunia yang mendukung Rusia pascapengakuan atas wilayah Provinsi Luhansk dan Donetsk.
Daniel Ortega menyebut, langkah Rusia di Ukraina sebagai upaya pembelaan diri karena keinginan Ukraina gabung dengan Nato jadi ancaman bagi negara yang dipimpin Vladimir Putin itu.
"Saya yakin jika mereka melakukan referendum seperti yang dilakukan di Krimea, orang akan memilih untuk menggabungkan wilayahnya itu ke Rusia," kata Daniel Ortega dalam pidatonya di Managua, Senin (21/2), seperti dikutip Reuters.
Daniel Ortega yakin warga di Luhansk dan Donetsk akan bergabung dengan Rusia jika ada referendum.
Seperti diketahui, sebelum invasi Rusia ke Ukraina, Vladimir Putin mengakui dua wilayah di Ukraina sebagai negara merdeka, yakni Republik Rakyat Luhansk dan Repubulik Rakyat Donetsk.
Seperti diketahui, Daniel Ortega memimpin Nikaragua pertama kali pada 1979-1990. Dia jadi tokoh Amerika Latin yang menentang dominasi Ameriksa Serikat di Amerika Tengah.
Bagi Daniel Ortega, saat Ukraina bergabung dengan Nato yang termasuk di dalamnya ada AS, jadi ancaman bagi Rusia.
"Jika Ukraina masuk ke NATO, mereka akan mengatakan kepada Rusia mari kita berperang, dan itu menjelaskan mengapa Rusia bertindak seperti ini. Rusia hanya membela diri," lanjut Ortega.
Nikaragua, seperti negara Amerika Latin lainnya, memang secara umum lebih condong ke Rusia secara ideologi.
Pekan lalu, Wakil Perdana Menteri Rusia Yuri Borisov berkunjung ke Nikaragua, Venezuela, dan Kuba dengan misi untuk memperdalam hubungan bilateral dengan ketiga negara tersebut.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/pangkalan-udara-militer-ukraina-dibom-rusia.jpg)