Bebaskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati, Hakim Yohanes Purnomo Suryo Abaikan Satu Hal Penting
Vonis hukuman penjara seumur hidup untuk Herry Wirawan pelaku rudapaksa santriwati dinilai keliru. Pasalnya, syarat hukuman mati sudah terpenuhi
Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Mega Nugraha
Pasal 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016:
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:
1. Korban lebih dari 1 (satu) orang,
2. Mengakibatkan luka berat,
3. Gangguan jiwa,
4. Penyakit menular,
5. Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,
6. Dan/atau korban meninggal dunia,
pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.
Melihat syarat hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual pada anak di Undang-undang Perlindungan Anak, maka, hakim harusnya menjatuhkan hukuman mati pada Herry Wirawan.
"Hukuman mati itu salah satu unsurnya adalah korban lebih dari satu orang," ujar Yudi saat dihubungi Tribunjabar.id, Selasa (11/1/2022).
Berdasarkan pertimbangan yuridis itu, Yudi Kurnia meminta agar jaksa Kejati Jabar melakukan banding atas putusan tersebut.
"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding. Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.
Alasan Hakim Tak Jatuhi Hukuman Mati Untuk Herry Wirawan
Herry Wirawan yang rudapaksa belasan santriwati bebas hukuman mati. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara seumur hidup.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jabar Jabar yang menuntut Herry dengan hukuman mati, kebiri kimia serta denda.
Vonis dibacakan majjelis Hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Selasa (15/2/2021).
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), sesuai dengan pembelaan terdakwa melalui kuasa hukumnya.
"Berdasarkan pembelaan terdakwa, hukuman mati bertentangan dengan HAM. Dan pada pokoknya, terdakwa menyesal atas kesalahan," ujar Majelis Hakim.
Dalam putusannya, Majelis Hakim juga menolak mengabulkan tuntutan kebiri kimia, denda Rp. 500 juta serta restitusi atau ganti rugi kepada korban Rp. 331 juta.