Breaking News

KISAH Jalan Panjang Kades di Karawang Dibebaskan Hakim Pengadilan Tipikor Bandung dari Kasus Pungli

Asep Dadang Kadarusman eks Kades Parung Mulya Ciampel Karawang dibebaskan hakim Pengadilan Tipikor Bandung dari tuntutan jaksa di kasus korupsi pungli

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Mega Nugraha
Istimewa
Eks Kades Parungmulya Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang (kedua dari kiri) dan kuasa hukumnya Supriyadi (ketiga dari kiri) di Pengadilan Tipokor Bandung, Rabu (26/1/2022) 

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Asep Dadang Kadarusman, eks Kades Parung Mulya Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang dibebaskan hakim Pengadilan Tipikor Bandung dari tuntutan jaksa terkait kasus korupsi pungli.

Sidang kasus korupsi dengan terdakwa Asep Dadang Kadarusman digelar di Pengadilan Negeri Bandung pada Rabu (26/1/2022) dengan nomor perkara 99/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Bdg.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, Asep Dadang Kadarusman didakwa Pasal 12 huruf e Pasal 8 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.

Dalam tuntutan jaksa penuntut umum, Asep Dadang Kadarusman dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi Pasal 12 huruf e.

Namun, jaksa meyakini sang kades terbukti melanggar Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tipikor dengan kerugian Rp 2.7 M.

"Betul, klien kami diputus bebas dalam sidang kemarin Rabu (26/1/2022), putusan lepas dari segala tuntutan hukum ontslag van alle rechtsvervolging, atau biasa disingkat dengan sebutan “putusan lepas”," kata Supriyadi saat dihubungi Tribun pada Kamis (27/1/2022).

Baca juga: Perkara Perampasan Nyawa Anggota GMBI di Karawang, Polda Jabar Tegaskan Sudah Limpahkan ke Jaksa

Kepala Kejari Karawang Martha Parulina Berliana membenarkan sang kades Asep Dadang Kadarusman diputus bebas di Pengadilan Tipikor Bandung. Selanjutnya, pihaknya akan mengajukan langkah hukum lanjutan.

"Ya, kami akan kasasi (atas putusan itu)," ucap Martha, saat dihubungi via ponselnya.

Duduk Perkara

Kasus tersebut berawal pada November 2015 saat dia menjabat sebagai kepala desa. Sang kades kena tangkap tangan Polres Karawang sedang mengambil uang dari pengusaha limbah bernama Hotibul Umam Masduki senilai Rp 30 juta.

Uang tersebut berasal dari CV Desa Putra yang mengelola limbah PT Indonsafety Sentosa Industry di Desa Parungmulya.

Oleh polisi, uang itu dianggap sebagai pungutan liar alias pungli.

Baca juga: 24 Warga Karawang Terpapar Omicron, Sebagian Besar Pekerja Migran, 3 Orang Terpapar Transmisi Lokal

Namun, di balik itu, Supriyadi mengatakan, terdakwa sempat mengeluarkan surat rekomendasi pada 1 Februari 2013 berisi dukungan kepada CV Desa Putra mengelola limbah dengan kompensasi sebesar Rp 800 juta untuk desa.

Selain itu, juga memberikan keuntungan sisa limbah Rp 150 per kg pada pemerindah Desa Parungmulya melalui kepala desa.

Surat rekomendasi itu sendiri, kata Supriyadi, jadi perjanjian antara Asep Dadang Kadarusman dengan pengusaha limbah tersebut.

"Sehingga dakwaan Pasal 12 huruf e dari jaksa tidak terbukti. Lagipula, penyerahan uang tersebut dari pemberi bersifat sukarela karena lahir dari perjanjian," kata dia.

Hal itu kata dia, didukung dengan keterangan saksi Hotibul Umam sebagai pemberi saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan.

Lantas, kata dia, Asep Dadang Kadarusman kemudian didakwa Pasal 8 Undang-undang Pemberantasan Tipikor yang mengatur soal penggelapan.

Dia menjelaskan, dari dana yang diterima Asep Dadang Kadarusman dari pengusaha pengelola limbah itu, ada senilai Rp 2,7 miliar yang dianggap jaksa sebagai kerugian.

"Jaksa menyebut uang Rp 2.7 M itu sebagai kerugian. Tapi faktanya, uang itu justru digunakan untuk pembangunan infrastruktur di desa itu," kata dia.

Seperti merenovasi kantor desa, membangun masjid hingga membangun fasilitas PAUD, perbaikan Posyandu hingga mushala dengan nilai mencapai Rp 4 M lebih, yang sumbernya dari perusahaan pengelola limbah itu yang dibayarkan sejak 2011.

Baca juga: Meski Sudah Isolasi di Jakarta, Warga Karawang yang Datang dari Luar Negeri Akan Diisolasi Ulang

"Pertanyaannya, nilai kerugian yang dimaksud jaksa itu ternyata kecil, karena faktanya Rp 4 M, dan itupun digunakan untuk fasilitas publik," kata Supriyadi.

Hal itu didukung dengan data yang dikeluarkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang diminta Supriyadi untuk mengaudit fasilitas publik di Desa Parungmulya yang dibangun sang kades menggunakan dana dari pengusaha pengelola limbah.

"Sehingga, dengan pembuktian data surat hingga keterangan saksi, jelas terbukti bahwa Pasal 8 e itu tidak bisa didakwakan pada klien kami," katanya.

Lantas, bisakah kepala desa terima duit dari perusahaan untuk pengembangan desa dengan mendasarkan pada perjanjian.

Kata Supriyadi, pemerintahan desa dan kepala desa diatur di Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Di pasal 26, kepala desa diberi wewenang untuk memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa dan mengembangkan sumber pendapatan desa. Nah, apa yang dilakukan klien kami, dasarnya Undang-undang Tentang Desa itu," katanya.

Proses Panjang

Kasus ini sendiri menguras waktu yang sangat panjang sejak Asep Dadang Kadarusman ditetapkan tersangka.

Pada Oktober 2016, Asep Kadarusman sempat mengajukan praperadilan atas perkara itu di Pengadilan Negeri Karawang.

Dasarnya, penangkapan dan penetapan tersangka oleh Polres Karawang tidak sah. Permohonannya dikabulkan. Namun belakangan, penyidik melanjutkan perkara tersebut hingga akhirnya perkara itu masuk ke Pengadilan Tipikor Bandung.

Dilansir dari situs Pengadilan Negeri Bandung, kasusnya sempat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bandung dan sempat digelar sidang pembacaan dakwaan pada Desember 2016.

Namun, terdakwa mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut. Alasannya, dakwaan jaksa tidak sesuai dengan aturan semestinya. Hasilnya, pengajuan eksepsinya dikabulkan hakim pada 6 Februari 2017.

"Menerima eksepsi / keberatan Terdakwa H. Asep Dadang Kadarusman, Drs. Bin H. Didi; Menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDS-03/KRWG/11/2016 tanggal 05 Desember 2016 batal demi hukum; Membebaskan terdakwa H. Asep Dadang Kadarusman, Drs. Bin H. Didi dari segala dakwaan / segala tuntutan hukum; Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan; Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara," bunyi putusan sela dari hakim yang diketuai Lince Anna Purba.

Terkait hal itu, Supriyadi mengatakan bahwa eksepsi dari Asep Kadarusman atas dakwaan jaksa, karena dakwaan tersebut tidak mengungkap detail peristiwa pidana yang dituduhkan.

Namun, belakangan, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung atas putusan sela dari hakim itu. Pada Maret 2017, putusan banding membatalkan putusan dari Pengadilan Negeri Bandung.

"Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tanggal 05 Desember 2016 Nomor Register Perkara: PDS-03/KRWG/11/2016 atas nama terdakwa H. Asep Dadang Kadarusman, Drs. Bin H. Didi, sah menurut hukum ;
Memerintahkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara atas nama Terdakwa tersebut," isi putusan pengadilan banding, yang diketuai Sulaiman.

Tak berhenti disitu, Asep Kadarusman kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung.

"Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/TERDAKWA : H. ASEP DADANG KADARUSMAN, DRS. BIN H. DIDI tersebut;Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi kepada Negara;" bunyi putusan kasasi yang diketuai hakim tunggal Dr Salman Luthan.

7 Tahun Dapat Kepastian Hukum

Supriyadi mengakui sang kades harus menempuh jalan panjang untuk mencapai kepastian hukum, dari sejak dia ditetapkan tersangka oleh Polres Karawang pada 2015, kemudian diadili di Pengadilan Negeri Bandung.

"Pak Asep ini melewati jalan panjang, hampir 7 tahun untuk menemukan kepastian hukum. Dari mulai jadi tersangka hingga bebas," katanya.

Pada 2017, saat kasasinya ditolak Mahkamah Agung, Kejari Karawang kemudian melanjutkan proses pokok perkara itu.

Namun, baru pada Agustus 2020 perkara itu diadili di Pengadilan Tipikor Bandung.

"Dan akhirnya tahun ini pak Asep diputus bebas. Selama 7 tahun beliau dirundung ketidak pastian hukum," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved