Dedi Mulyadi Nilai Nasionalisme Arteria Dahlan Jakarta Sentris, Tak Mengerti Peradaban Setiap Daerah

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai pemahaman nasionalisme yang Jakarta Sentris malah melahirkan egoisme intelektual

Editor: Ichsan
dok.dedi mulyadi
Dedi Mulyadi Nilai Nasionalisme Arteria Dahlan Jakarta Sentris, Tidak Mengerti Peradaban Setiap Daerah 

TRIBUNJABAR.ID - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai pemahaman nasionalisme yang Jakarta Sentris malah melahirkan egoisme intelektual dan struktural.

Pernyataan Kang Dedi Mulyadi itu merespons pro dan kontra ucapan anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang meminta Jaksa Agung untuk mengganti Kajati yang berbicara bahasa Sunda saat rapat.

Menurut Dedi, seseorang yang memahami diri sendiri sebagai penguasa Jakarta dan menguasai jagat Indonesia telah mendorong pemahaman keliru. Seolah-olah orang tersebut paling paham mengenai Indonesia namun justru malah sebaliknya.

"Ucapan Bang Arteria Dahlan adalah ucapan akademisi dan politisi yang besar di Jakarta yang hanya bisa memahami ruang lingkup pembangunan bersifat elitis sehingga kurang menyelami kebudayaan Indonesia dan tidak mengerti peradaban setiap daerah," kata Dedi.

Baca juga: Diduga Dibiarkan Pemerintah, Dedi Mulyadi Minta Aparat Segera Tertibkan Tambang Ilegal di Karawang

Mengucapkan bahasa daerah, kata Dedi, merupakan upaya kita dalam menjaga keberagaman sebab bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Karena bahasa persatuan maka ada bahasa daerah yang dipersatukan.

"Manakala bahasa daerah hilang maka tidak ada lagi yang dipersatukan. Untuk itu menggunakan bahasa Indonesia tidak berarti kita melupakan bahasa daerah. Dan menggunakan bahasa daerah bukan berarti kita kehilangan nasionalisme dalam hidup," katanya.

"Tetapi sesungguhnya justru dengan menggunakan bahasa daerah di sebuah daerah yang menjadi kebudayaannya adalah nasionalisme yang sebenarnya," lanjut Kang Dedi Mulyadi.

Dedi mencontohkan hal yang kurang tepat adalah saat orang Sunda menggunakan bahasa Sunda pada masyarakat Papua di Papua. Atau orang Jawa berbicara bahasa Jawa pada masyarakat Minang.

Baca juga: Pembekuan Izin Tambang Batu Dicabut di Karawang, Warga Dorong Dedi Mulyadi Gelar RDP di DPR RI

"Yang tepat itu orang Sunda datang ke Papua bisa bahasa dan memahami masyarakat Papua, atau orang Sunda ke Jawa bisa berbahasa dan memahami bahasa Jawa atau sebaliknya," katanya.

Bagi Dedi semangat toleransi adalah semangat memahami perbedaan. Sehingga setiap orang bisa memahami keberagaman yang ada di Indonesia.

"Semoga peristiwa yang terjadi hari ini yang membuat jadi hirup pikuk nasional, apa yang disampaikan sahabat kita anggota Komisi III DPR RI menjadi pembelajaran bagi orang Sunda," kata Kang Dedi Mulyadi.

Baca juga: Galian Tanah di PTPN Jalupang Subang Kotori Jalan, Dedi Mulyadi Ngamuk Ancam Palangkan Mobil

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di Gedung DPR RI.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di Gedung DPR RI. (istimewa)

Dedi Mulyadi : Kajati Terima Suap Harus Diganti tapi Jika Berbahasa Sunda Saat Rapat Apa Salahnya

Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mengganti seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang saat rapat menggunakan bahasa Sunda menuai kontroversi.

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi yang juga tokoh Sunda turut berkomentar mengenai hal tersebut. Menurut Dedi Mulyadi  penggunaan bahasa daerah dalam suatu rapat adalah sesuatu yang wajar.

"Wajar saja dilakukan selama yang diajak rapat, yang diajak diskusi, mengerti bahasa daerah yang digunakan sebagai media dialog pada waktu itu," ujar Dedi Mulyadi.

Dedi pun saat menjadi Bupati Purwakarta kerap menggunakan bahasa Sunda sebagai media dialog bersama masyarakat dan dalam rapat dengan para pejabat. Bahkan dalam satu hari ada pengkhususan di mana seluruh warga hingga pejabat harus menggunakan bahasa, pakaian hingga menyediakan makanan khas Sunda.

Baca juga: Elektabilitas Dedi Mulyadi Ungguli Ketum, Politikus Senior Golkar Pesan Begini untuk Airlangga

"Saya lihat di Jawa Tengah, bupati, wali kota, gubernur sering juga menggunakan bahasa Jawa dalam kegiatan kesehariannya. Ini adalah bagian dari kita menjaga dialektika bahasa sebagai keragaman Indonesia," katanya.

Bahkan, kata Dedi, saat ia memimpin rapat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI kerap menyisipkan bahasa Sunda di dalamnya. "Justru itu malah membuat suasana rapat rileks tidak tegang. Sehingga apa yang ada di pikiran kita, gagasan kita bisa tercurahkan. Dan lama-lama anggota yang rapat sedikit banyak mendapat kosakata baru bahasa Sunda yang dimengerti," katanya.

"Jadi bagi saya tidak ada problem apapun orang mau menggunakan bahasa daerah manapun di Nusantara ini selama itu bisa dipahami oleh peserta rapat atau acara yang kita pimpin," kata Kang Dedi Mulyadi.

Dedi lalu mempertanyakan orang-orang yang kerap menggunakan bahasa asing saat rapat atau keseharian. "Kita tidak pernah berpikir apakah istilah asing itu dimengerti atau tidak oleh peserta rapat atau diskusi itu," kata Dedi.

Baca juga: Dedi Mulyadi Pecahkan Ulekan Pedagang yang Ternyata Palsu, Kusnadi Terima Tak Dibayar, Ini Endingnya

Dedi pun mengajak agar bersama-sama menjaga keberagaman dan kebhinekaan untuk persatuan juga kesatuan bangsa Indonesia. Bagi Dedi berbahasa daerah bukan berarti tidak nasionalis. Sebab nasionalisme dibangun dari kekuatan daerah-daerah.

"Jadi kalau ada Kajati terima suap saya setuju untuk dipecat, tapi kalau memimpin rapat pakai bahasa Sunda apa salahnya?," kata Kang Dedi Mulyadi.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved