Ketua P2TP2A Merinding, Cerita Santriwati Dibawa ke Tempat Khusus Setelah Dihamili Herry Wirawan
Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut mengaku sampai merinding saat mendengar cerita dari para santriwati korban perudapaksaan Herry Wirawan.
TRIBUNJABAR.ID - Sosok Herry Wirawan, guru ngaji di Bandung yang belakangan mendapat kecaman dari masyarakat, sudah sepantasnya mendapatkan hukuman berat.
Pasalnya, pria yang kesehariannya sebagai guru ngaji di pondok pesantren itu tega mencabuli 12 santriwatinya hingga hamil dan melahirkan bayi.
Bahkan saat ini, para korban mengalami trauma berat akibat perbuatan bejar Herry Wirawan.
Korban pun sampai menutup telinga ketika mendengar nama pelaku.
Di sisi lain, Herry Wirawan juga memperlakukan korban-korbannya tak manusiawi.
Baca juga: Korban Rudapaksa Herry Wirawan Disebut Ada 21, Di Berkas Perkara Hanya 12, Polda Jabar: Segera Lapor
Korban yang kebanyakan masih di bawah umur harus melakukan hal-hal baru yang seharusnya tak dialami oleh anak seusianya.
Ternyata korban yang hamil di minta tinggal di suatu tempat khusus sampai kondisinya pulih kembali.
Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut mengaku sampai merinding saat mendengar cerita dari korban para santriwati yang dirudapaksa Herry Wirawan.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku,” katanya.
Menurut Diah, selain tempat mereka belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.
Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.
“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” katanya.

Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak tersebut.
Salah satu fakta persidangan menyebutkan, anak-anak yang dilahirkan oleh santriwati di bawah umur ini diakui sebagai anak yatim piatu.