Kenapa Herry Wirawan Tak Minta 8 Santriwati Hamil Untuk Aborsi, Jawabannya Demi Duit!

Kasus rudapaksa santriwati oleh Herry Wirawan masih banyak yang belum terungkap. Saat ini, kasus itu bergulir di Pengadilan Negeri Bandung

Editor: Mega Nugraha
Kolase (Istimewa dan Tribunjabar.id/Cipta Permana)
Terungkap nasib miris para santriwati di pesantren yang diasuh Herry Wirawan. Mereka ternyata kerap diminta jadi kuli bangunan. 

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Kasus rudapaksa santriwati oleh Herry Wirawan masih banyak yang belum terungkap. Saat ini, kasus itu bergulir di Pengadilan Negeri Bandung sejak November 2021.

Peristiwa rudapaksa santriwati oleh Herry Wirawan sendiri sudah terjadi sejak 2016 namun baru ketahuan pada 2021 setelah diungkap Polda Jabar pada awal 2021 dan terungkap ke publik pada 7 Desember 2021. 

Pesantren Manarul Huda Antapani dan di Madani Boarding School di Cibiru, dua lokasi yang dijadikan tempat rudapaksa pada santriwati. 

Baca juga: Dan Terjadi Lagi, 9 Santri di Tasik Jadi Korban Rudapaksa Pengurus Pesantren, Dilakukan di Kobong

Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, terkait kasus Herry Wirawan, harus melihat lebih detail hubungan antara pelaku dan korban.

"Masalah ini sebaiknya tak dilihat dari sisi pelaku-korban saja. Dalam kasus oknum guru bejat Herry Wirawan, misalnya, ada dua pertanyaan yang belum terjawab. Pertama, mengapa dia tidak meminta para santri mengaborsi janin mereka," kata Reza Indragiri Amriel saat dihubungi pada Sabtu (12/12/2021).

Selama ini, kata dia, dalam banyak kasus pencabulan anak maupun dewasa, pelaku kerap meminta korban untuk aborsi. Sebut saja kasus Bripda Randy.

"Padahal, lazimnya, kriminal berusaha menghilangkan barang bukti. Kedua, apakah selama bertahun-tahun para santri tidak mengadu ke orang tua mereka," kata Reza.

Baca juga: MUI Kota Bandung: Sisi Herry Wirawan Harus Diekspose Biar Jera, Santriwati Korban Harus Dilindungi

Jawaban atas pertanyaan itu sebenarnya tersirat dalam keterangan Wakil Ketua LPSK Livia Istania DF Iskandar dalam keterangan tertulis pada Kamis (9/12/2021).

Dia menyebut bahwa korban dan bayi yang lahir dari santriwati korban, diduga diklaim sebagai anak yatim piatu kemudian itu dijadikan alasan untuk mencari keuntungan materi, dia menyebut; eksploitasi ekonomi.

"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan , seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," Wakil Ketua LPSK RI Livia Istania DF Iskandar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021).

Hal itu kata Livia, berdasarkan dari catatan selama persidangan kasus itu di Pengadilan Negeri Bandung yang digelar secara tertutup. Setelah dirudapaksa, korban disuruh bekerja jadi kuli bangunan.

Baca juga: Siasat Busuk Herry Wirawan agar Santri yang Hamil Tidak Ketahuan, Sediakan Basecamp Khusus

Salah satu fakta persidangan, salah satunya, anak-anak yang dilahirkan oleh santriwati di bawah umur ini diakui sebagai anak yatim piatu.

Kemudian, oleh Herry Wiryawan, dijadikan alasan untuk mencari duit kepala sejumlah pihak.

"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku . Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucapnya.

Saat ini, pihaknya mendampingi dan memberikan perlindungan pada 29 orang dimana 12 orang diantarnaya di bawah umur.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved