Kebiri Bukan Hukuman Tapi Pengobatan, Herry Wirawan si Predator Santriwati Pun Tak Bisa Dihukum Mati
Herry Wirawan si guru pesantren predator anak santriwati disumpah serapahi atas perbuatannya; penjara, dihukum mati hingga kebiri.
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Mega Nugraha
Namun, bagi ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, yang juga konsultan Lentera Anak Foundation, kebiri itu bukan sebagai hukuman.
Ia mengamati, masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung dikebiri. Kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator.
"Itu jelas salah kaprah. Kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic. Jadi, bukan menyakitkan, kebiri justru pengobatan," kata Reza Indragiri Amriel saat dihubungi pada Sabtu (11/12/2021).
Wajar jika masyarakat ingin Herry Wirawan dihukum mati karena melihat perbuatannya yang biadab. Namun, hukuman mati untuk saat ini jadi sulit.
"Kalau masyarakat mau predator anak dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak," katanya.
Kata dia, kebiri therapetic itu menekan resiko residivisme atau mencegah kejadian berulang.
"Tapi kebiri yang manjur seperti itu adalah kebiri yang dilakukan berdasarkan permintaan pelaku sendiri. Bukan keputusan sepihak dari hakim yang mengabaikan kehendak si predator anak. Kalau dia dipaksa kebiri, bersiaplah kelak menyambut dia sebagai predator mysoped. Pemangsa super buas, super ganas, itulah dia nantinya," ujar Reza.
Ia membandingkan kasus itu dengan Emon, terpidana kasus predator anak di Sukabumi.
"Sebelum dia dijebloskan ke penjara sekian tahun silam. Dia punya dua cita-cita kelak setelah keluar dari penjara: menjadi penyanyi dangdut dan bikin pesantren. Mari kita tanya Kemenkumham, bagaimana proses rehabilitasi dan reintegrasi Emon? Kementerian ini luput dari tagihan masyarakat," katanya.