Santriwati Bandung yang Diperkosa Herry Wirawan Jadi Kuli Bangunan: Disuruh Nembok sampai Ngecat
Guru pesantren bejat Herry Wirawan ternyata tak hanya perkosa santriwati hingga hamil, dia juga mempekerjakan korbannya sebagai kuli bangunan.
Penulis: Cipta Permana | Editor: Mega Nugraha
"Selama ini, memang engga ada yang aneh dari sikap para santri disana. Paling kalau mereka (santriwati) keluar pondok, cuma untuk beli apa gitu di warung. Selain itu, mereka juga jarang atau engga pernah ngobrol sama warga di sini. Kalau misalnya, kita ngerasa atau melihat semacam keanehan, mungkin pastilah kita tanya. Jadi aktivitas para santri di luar juga cuma buat ke warung aja terus masuk lagi, gitu aja terus," ucapnya.
Santriwati Jadi Kuli Bangunan
Agus menjelaskan, selain belajar agama, para santriwati juga diminta untuk bekerja mengerjakan proses pembangunan yang dilakukan di pondok pesantren tersebut. Dimana yang seharusnya pekerjaan kasar itu dilakukan oleh laki-laki, namun hal itu dilakukan oleh para santriwati.
"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah ladennya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki. Tapi di sana mah perempuan semua enggak ada laki-lakinya," ucapnya.
Ia mengaku tidak pernah melihat ada santriwati yang seperti tengah dalam kondisi berbadan dua, karena selain pakaian yang panjang dan longgar, namun Ia merasa hal itu tidak mungkin terjadi.
Terlebih, menurutnya Madani Boarding School merupakan pendidikan berbasis agama.
Selain itu, meskipun Herry Wirawan tergolong sosok yang jarang berkomunikasi dengan warga, namun dari sikap, warga menilai yang bersangkutan merupakan orang baik. Setiap datang ke pondok pesantren tersebut pun, Herry terkadang menggunakan motor atau mobil.
Namun ternyata, dibalik tampang polosnya tersebut, justru warga merasa tertipu. Kedok Herry Wirawan baru diketahui warga, khususnya dirinya yang menjabat sebagai pengurus RT, saat petugas kepolisian datang untuk melakukan penggerebekan.
Baca juga: Gurunya Rudapaksa 12 Santriwati, Kementerian Agama Cabut Izin Pondok Pesantren di Bandung
Bahkan menurutnya, sebelum dilakukan hal tersebut, petugas kepolisian sempat datang ke rumahnya dan berkomunikasi dengannya. Ia pun menanyakan, ada peristiwa apa sehingga petugas kepolisian datang ke wilayahnya.
"Sebelum penggerebekan di sana, malahan sempat datang dulu ke rumah, ngobrol sama saya. Saya tanya ada kejadian apa, awalnya waktu itu engga diceritakan ada masalah apa. Tapi setelah tahu saya sekertaris RT, baru diceritakan bahwa ada masalah pelecehan anak katanya. Saya juga kaget dan engga percaya, jadi saya tanya lagi, yang bener pak, polisinya bilang iya, tersangkanya udah ditangkap ada di mobil (polisi). Jadi ditangkapnya mah bukan di sini, kan ada dua pesantrennya sama yang di Antapani," ucapnya.
Agus menjelaskan bahwa, usia para santriwati di dalam Pondok Pesantren Madani Boarding School itu sekitar di bawah 16 tahun.
Atas adanya peristiwa tersebut, sebagai pengurus RT pun geram dan merasa kecolongan. Dugaannya selama ini, bahwa pondok pesantren tersebut digunakan untuk tempat belajar agama, ternyata justru menjadi tempat tindak asusila.
"Ya kesel aja merasa kecolongan dari adanya kejadian ini, engga ada satu warga pun yang menduga bakal ada seperti ini. Yang seharusnya pesantren itu tempat belajar agama, malah begini. Jadi kasihan lah ke santriwatinya, hancur lah masa depannya. Kalau tahu dari dulu mungkin bisa kita dicegah. Jadi marah lah warga disini juga ke dia (pelaku)," katanya.
Baca juga: Jalan Tol ke Bandara Kertajati Siap Beroperasi, Bisa Diakses dari Bandung via Tol Cisumdawu
Pilu Orangtua
Pilu. Itulah gambaran perasaan keluarga korban rudapaksa guru agama di Bandung. Dari 12 korban, 11 di antaranya berasal dari Kabupaten Garut.