Polres Cilacap Ekspose Guru Agama Cabuli 15 Anak, Kasus Herry Wirawan di Bandung Diekspose Netizen

Polres Cilacap ekpose kasus guru agama berinisial Mayh (51) cabuli belasan anak di bawah umur. Kasus Santriwati di Bandung diekpose netizen lalu viral

Editor: Mega Nugraha
Humas Polres Cilacap
Konferensi pers Polres Cilacap terkait ungkap kasus seorang guru agama di Cilacap yang tega melakukan pencabulan pada 15 siswinya sendiri, Kamis (9/12/2021) 

TRIBUNJABAR.ID- Polres Cilacap ekpose kasus guru agama berinisial Mayh (51) cabuli belasan anak di bawah umur.

Mayh merupakan PNS di kecamatan Patimuan Kabupaten Cilacap. Saat ini, MAYH sudah ditahan di Mapolres Ciamis.

Kasatreskrim Polres Cilacap AKP Rifeld Constatien Baba mengatakan, kasus ini terungkap pada Sabtu (20/11/2021).

Awalnya, ada satu korban melaporkan kejadian pencabulan itu ke orangtuanya. Orangtua kemudian melaporkan apa yang dialami korban ke polisi.

Baca juga: Kasus Herry Wirawan Guru Pesantren Bejat, Predator Anak Ada di sekitar dan Pelaku Bisa Siapa Pun

"Awalnya hanya ada satu siswi yang melapor. Tim kemudian menggali lagi dan melakukan pengembangan. Setelah dicek ternyata ada siswi lain yang mengalami hal serupa, jumlahnya ada 15 anak," ujar AKP Rifeld di Mapolres Cilacap, Kamis (9/12/2021).

Dari pemeriksaan pada tersangka, pelaku beraksi sejak September 2021. Korban anak di bawah umur ternyata muridnya sendiri.

"Semuanya korban adalah perempuan, dilakukan karena hasrat. Pelaku diketahui punya anak dan istri juga," ucapnya.

Para korban diketahui duduk di kelas 4 SD dan ada sebagian dari kelas lain. Pelaku melakukan serangkaian tindakan pelecehan kepada korban dan siswi lainnya.

Sementara modus yang dilakukan pelaku untuk melancarkan aksi bejatnya dengan mengiming-imingi nilai bagus kepada korban.

Baca juga: Saat Kapolres dan Kapolda Sowan ke Ormas Disentil Jokowi: Saya Tanya Kapolres, Kenapa Melakukan Ini?

Sedangkan waktu dilakukan saat jam istirahat sekolah.

"Aksi bejat ini dilakukan di dalam kelas saat jam istirahat dengan iming-iming 'kamu akan mendapat nilai (pelajaran) agama yang bagus'," ungkap Rifeld.

Rifeld mencontohkan, satu kasus siswa yang menjadi korban diminta tetap tinggal di dalam kelas.

Saat itulah tersangka melakukan perbuatan bejatnya. Terkait dengan kemungkinan adanya ancaman kepada para korban, Rifeld mengatakan, masih mendalaminya.

"Masih kami dalami, yang kami temukan sekarang adalah iming-iming nilai bagus," ujar Rifeld.

Ia dijerat Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun penjara.

Adapun barang bukti yang dinamakan seperti seragam guru, yaitu satu potong baju batik warna merah, satu potong celana kain warna hitam, lima potong rok warna seragam sekolah, dua potong baju warna putih, tiga potong baju batik warna merah. 

Di Bandung, kasus Santriwati Diperkosa Netizen Lalu Viral

Jika kasus cabul di Cilacap di ekpose polisi, kasus 12 santriwati di Bandung diperkosa guru pesantren hingga hamil tidak diekpose polisi melainkan diekpose netizen.

Baca juga: Ikan Mas Raksasa dan Badan Sapi Terkubur Sisakan Kepala, Selamat dari Letusan Gunung Semeru

Penelusuran Tribun, kasus ini diungkap oleh netizen dalam unggahannya. Awalnya, kasus ini diungkap netizen Facebook di akun Mary Silvita. Pada 4 November, dia mengunggah postingan soal awal mula kasus itu terungkap.

"Berawal dari aduan orangtua korban ke anggota dewan PSI Kota Bandung bro Yoel Yosaphat bahwa putra putri mereka telah jadi korban pedofil hingga melahirkan," tulis Mary Silvata.

Sejak 4 November 2021, meski sudah diungggah di media sosial, nyatanya belum viral. Baru pada 7 Desember 2021, kasus itu kemudian viral di Twitter.

Penelusuran Tribun, akun @nongandah sempat jadi pertama mengungkap kasus tersebut lewat unggahanya pada 7 Desember 2021.

"Teman2, saya mau ngetwit yg serius.Ini cerita yg sedih bgt ttg kekerasan seksual di bandung yg dilakukan o/ pengasuh pesantren.kebetulan skrg saya msh di bandung. Saya menulis ini dg gemetar krn marah & sedih bgt. Sedih bgt krn membayangkan para korban,' cuitnya.

Kasus ini tidak diungkap polisi atau jaksa juga diakui oleh akun tersebut.

"Sebenarnya kasusnya tuh udh masuk pengadilan, sis @mary_silvita & @psikotabandun tadi siang baru mengikuti sidangnya. Tp kalo digoogling soal kasus ini ngga ada satupun beritanya keluar. Makanya yuk kita up kasus ini biar pelakunya dihukum seberat2nya @TsamaraDKI @GunRomli," katanya.

Setelah viral di Twitter, kasus ini memudian jadi heboh. Sejumlah media mulai mempertanyakan kasus tersebut salah satunya ke Kejati Jabar. Ternyata memang kasus itu sudah di tahap pengadilan karena sudah disidangkan.

Polda Jabar Sengaja Tak Ekspose Kasus Guru Pesantren Bejat

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Erdi A Chaniago mengakui polisi tidak ekpose kasus pemerkosaan santriwati hingga hamil oleh Herry Wirawan guru pesantren bejat itu.

"Sengaja selama ini tidak merilis dan tidak memublikasikan karena (korban) masih di bawah umur, menjaga dampak sosial dan dampak psikologis nantinya. Tapi, kita komitmen menindaklanjuti kasusnya. Sampai sekarang sudah P21 dan sekarang dalam proses persidangan," kata Kombes Pol Erdi A Chaniago.

Erdi mengungkapkan, kasus tersebut mencuat Mei 2021 menyusul adanya pengaduan dugaan pencabulan oleh guru pesantren terhadap santriwati.

Dari hasil penyelidikan terungkap kasus tersebut sampai mengakibatkan sejumlah korban hamil sebelum kasusnya sendiri dilaporkan.

"Nah saat itu kami sengaja tidak merilis atau mengekspos kasus tersebut kepada media," ujar Erdi.

Pertimbangannya adalah khawatir ada dampak negatif psikologis maupun sosial kepada para korban.

"Namun begitu penanganan kasus tersebut terus berjalan dan terbukti saat ini memasuki masa persidangan," ujar Erdi.

Polisi juga tidak tinggal diam dalam ikut menangani kondisi para korban melalui Unit Perindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres setempat.

"Kami juga ikut memberikan trauma healing kepada parakorban," kata Erdi.

Setelah kasusnya P 21 (berkas lengkap) barulah kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.

"Jadi sekali lagi kenapa tidak kami rilis, karena demi pertimbangan kemanusiaan. Menghindari dampak psikologis dan sosial terhadap para korban," kata Erdi.

Pedomen Pemberitaan Ramah Anak

Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Aturan itu berisi 12 poin, antara lain:

Berikut 12 butir Pedoman Pemberitaan Ramah Anak:

1. Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.

2. Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.

3. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.

4. Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.

5. Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.

6. Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK.

7. Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.

8. Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak. Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.

9. Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan.

10. Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.

11. Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) dari media sosial.

12. Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Penilaian akhir atas sengketa pelaksanaan Pedoman ini diselesaikan oleh Dewan Pers, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers yang berlaku.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved