Guru Rudapaksa Santriwati
Santriwati Korban Rudakpaksa Guru Bejat Seluruhnya Sudah Melahirkan, Bayi Dibawa Orang Tua Korban
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari mengatakan 8 dari 11 santriwati yang menjadi korban rudakpaksa tersebut seluruhnya telah melahirkan.
Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Sidqi Al Ghifari
TRIBUNAJABAR.ID, GARUT - Korban guru rudapaksa santriwati di Pesantren yang ada di kawasan Cibiru Bandung kini sedang dalam penanganan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut.
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari mengatakan 8 dari 11 santriwati yang menjadi korban rudakpaksa tersebut seluruhnya telah melahirkan.
"Selama enam bulan ini semuanya sudah lahir, tadi saya lihat di tv masih disebutkan dua korban masih hamil, tidak, sekarang semua sudah dilahirkan," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.
Baca juga: Saking Traumanya, Para Korban Guru Cabul Langsung Tutup Telinga saat Dengar Nama Herry Wirawan
Ia menuturkan, saat ini seluruh bayi tersebut sudah dibawa oleh orangtua korban.
Sementara korban saat ini masih menjalani trauma healing di rumah aman P2TP2A.
"Bayinya semuanya sudah ada di ibu korban masing-masing," ucapnya.
Trauma healing yang dilakukan P2TP2A tidak hanya dilakukan kepada korban rudakpaksa, namun juga diberikan kepada orangtua korban.
Diah menjelaskan, sejak awal pihaknya sudah mempersiapkan korban untuk siap jika suatu saat masalah mereka terkuak ke publik.
"Kondisi korban saat ini Insya Allah sudah lebih kuat, kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan mereka selama ini untuk siap mengahadapi media," ucapnya.
Korban, menurutnya, masih terikat persaudaraan dengan korban lainnya karena sebelumnya saling ajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.
Rata-rata umur korban berusia 13 hingga 15 tahun.
Perilaku bejat Herry Wirawan, guru ngaji yang merudapaksa belasan santriwati, pertama kali diketahui oleh keluarga korban yang melihat anaknya tengah mengandung.
Kemudian keluarga korban melaporkan hal tersebut ke kepala desa lalu melaporkan ke Polda Jabar.
"Ini kebongkarnya oleh seorang ibu yang anaknya disana, yang melihat ada perubahan dalam tubuhnya lalu melaporkan ke kepala desa," ungkap Diah.
AN (34), salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut mengungkapkan modus bejat pelaku.
Baca juga: Izin Operasional Pesantren Tempat Guru Ngaji Bejat Mengajar Dicabut, Salah Satunya Tak Ada Izin
Ia menuturkan, pihak keluarga tidak pernah mengetahui korban tengah dalam masalah lantaran setiap kali korban pulang ke rumah tidak pernah berkomunikasi karena korban tertutup.
Pelaku pun kerap memaksa korban untuk segera kembali ke pondok pesantren jika sedang pulang ke rumah.
"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelpon, dia nyuruh kembali ke pondok," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).
Pelaku diketahui tinggal seorang diri di dalam pesantren tersebut, sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.
AN menjelaskan, pihak keluarga pun pernah bertanya-tanya dengan aturan ketat yang diberlakukan pesantren milik pelaku.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.
Menurutnya, keluarga memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.
Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.
"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.(*)
Baca juga: Profil Herry Wirawan Guru Ngaji Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung, Akun Facebook Langsung Diserbu