UMK 2022
Ketua Apindo Ciamis Sebut UMK Ciamis Kemungkinan Naik Karena Ekonomi Mulai Membaik, Berapa Naiknya?
Usulan UMK Kabupaten Ciamis untuk tahun 2022, menurut Ketua Apindo Ciamis, R Ekky Bratakusumah kemungkinan besar naik dibanding UMK tahun sebelumnya.
Penulis: Andri M Dani | Editor: Darajat Arianto
Laporan wartawan Tribunjabar.id, Andri M Dani
TRIBUNJABAR.ID,CIAMIS – Usulan UMK Kabupaten Ciamis untuk tahun 2022, kemungkinan besar naik dibanding UMK tahun sebelumnya.
Tapi kenaikannya tidak begitu signifikan.
Hanya sekitar 0,91% atau naik sekitar Rp 17.000 dibanding UMK tahun 2021 yakni Rp 1.880.654.
“Ada kenaikan, tapi tidak begitu signifikan,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Ciamis, R Ekky Bratakusumah kepada Tribunjabar.id Jumat (19/11).
Usulan UMK Kabupaten Ciamis untuk tahun 2022, menurut Ekky, disusun berdasarkan ketentuan PP No 36 tahun 2021.
Dengan perhitungan ada kenaikan atas pertimbangan ekonomi mulai berdenyut meski dalam kondisi masih pandemi. Karena itu, kenaikan UMK yang diusulkan tidak terlalu besar.
“Diperkirakan hanya naik sekitar 0,91% atau sekitar Rp 17.000,” jelasnya.
Bila UMK Ciamis tahun 2021 sebesar Rp 1.880.654, dengan perhitungan kenaikan yang diperkirakan 0,91% tersebut, besar UMK yang diusulkan untuk tahun 2022 sekitar Rp 1.897.654.
Tapi besaran pastinya menurut Ekky akan diplenokan nanti sekitar tanggal 22/11 ke atas setelah UMP Jabar diumumkan.
“Nanti besaran pastinya akan diplenokan setelah UMP Jabar diumumkan,” ujar Ekky.
UMK Ciamis tahun 2021 sebesar Rp 1.880.654. UMK Ciamis tahun 2021 tersebut sama dengan UMK tahun sebelumnya (tidak naik).
Baca juga: UMK Purwakarta Terancam Tak Naik, Buruh Akan Ajukan Rekomendasi ke Provinsi
UMK Ciamis tahun 2021 sebesar Rp 1.880.654 tersebut terendah ketiga dari 27 kabupaten/kota di Jabar.
Angka ini sedikit lebih besar dibanding Kabupaten Pangandaran dan Kota Banjar yang berada di paling bawah.
Kabupaten Pangandaran dan Kota Banjar merupakan daerah pemekaran Kabupaten Ciamis.
Berdasarkan Nilai Inflasi
Gubernur Jawa Barat segera mengumumkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat 2022, Sabtu (20/11/2021). Dalam menentukan besarannya, Dewan Pengupahan Provinsi Jabar berpedoman pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi, mengatakan dengan merujuk pada PP tersebut, maka penghitungan besaran UMP akan berdasarkan nilai inflasi di Jabar, yaitu 1,76 persen.
"UMP masih disusun dan rencananya tanggal 20 November akan diumumkan oleh Pak Gubernur. Kalau pemerintah kan menentukannya sesuai dengan regulasi ya, harus mengikuti PP 36. Jadi kalau Jawa Barat inflasinya 1,76 ya harus ke sana, tapi kan ini belum diputuskan oleh Pak Gubernur," katanya melalui ponsel, Kamis (18/11).
Baca juga: Menjelang Rapat Pleno Penetapan UMK Cianjur, SPN Belum Terima Sikap Pemkab, Akan Demo Tiga Hari
Ia mengatakan seperti diketahui bahwa besaran UMP Jabar pada 2021 sama dengan UMP 2020, yaitu Rp 1.810.351,36.
Sedangkan dalam PP 36 Tahun 2021 yang menjadi pedoman tahun ini, pemerintah pun menetapkan batas atas dan batas bawah upah minimum untuk syarat penyesuaiannya.
Untuk menghitungnya, kata Rachmat, diformulasikan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jadi apabila ada upah minimum (kabupaten atau kota) yang sudah berjalan itu di atas batas, tidak bisa disesuaikan. Begitu juga dengan UMK-nya yang di bawah batas bawah, dia tidak bisa menetapkan, tapi mengikuti UMP saja," katanya.
Baca juga: Tunggu Keputusan Bupati Sukabumi, Jika UMK Tak Naik 8 Persen, Buruh Ancam akan Demo Besar-besaran
Misalkan, katanya, di Kota Bandung dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga di angka 3,5 dan rata-rata yang bekerja 1,47, kemudian konsumsi perkapita Rp 2,8 juta.
Nilai batas atas dihitung melalui pengalian angka rata-rata konsumsi perkapita dengan jumlah rata-rata anggota rumah tangga. Kemudian hasilnya dibagi dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja.
Dengan demikian didapat bahwa Kota Bandung upah minimumnya masih di bawah batas atas, yakni angka UMK Kota Bandung pada 2021 sebesar Rp 3,7 juta. Dengan demikian, UMK Kota Bandung masih dapat disesuaikan.
“Penyesuaian UMK sendiri berdasarkan PP 36/2021 itu harus memilih salah satu.

Antara dikalikan dengan besaran inflasi atau pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan BPS, nilai inflasi di Jabar itu 1,76 persen dan pertumbuhan ekonomi 1,51 persen,” ujar Taufik.
Kemudian untuk menentukan batas bawah, nilai batas atas dikali 50 persen.
Di Jabar saat ini, katanya, tidak ada daerah yang memiliki UMK di bawah batas bawah.
Ia mengatakan saat ini di Jabar terdapat 22,31 juta angkatan kerja dengan 10,26 juta pekerja formal di 53.295 perusahaan yang terdaftar di WLKP.
Ia mengatakan upah minimum adalah batas terendah untuk pekerja yang telah bekerja antara 0 sampai 1 tahun.
Baca juga: Ridwan Kamil Sebut Penetapan UMK Harus Sejahterakan Buruh dan Pelaku Industri
Kalau bekerja di atas 1 tahun, harus menggunakan struktur skala upah dengan dirundingan antara pemberi upah dengan serikat pekerja.
"Itu dituangkan dalam perjanjian kerja sama, jadi saat perjanjian itu harus dibuat setiap dua tahun sekali dan harus didaftarkan ke pemerintah. Jadi kalau upah minimum itu hanya untuk yang di bawah setahun, kalau lebih ya harus lebih tinggi," katanya.
Penetapan UMP, katanya, untuk mengecilkan angka disparitas upah minimum di setiap kota dan kabupaten di Jabar.
Seperti diketahui, katanya, Karawang memiliki UMK tertinggi sampai hampir Rp 5 juta sedangkan di Kota Banjar hanya sekitar Rp 1,8 juta.
Ia berharap masyarakat pun memahami kondisi ekonomi saat ini.
Tidak sedikit perusahaan yang terdampak dan gulung tikar.
Perusahaan yang dapat bertahan dinilai sebuah pencapaian yang baik di tengah pandemi. (m syarif abdussalam)