Rieke Diah Pitaloka Minta Valencya Dibebaskan, Yakin Ada Hakim baik di Karawang

Aktivis perempuan sekaligus anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mendampingi Valencya bacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Karawang.

Penulis: Cikwan Suwandi | Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar / Cikwan Suwandi
Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka dan Valencya di sidang pleidoi kasus KDRT di Pengadilan Negeri Karawang, Kamis (18/11/2021). 

TRIBUNJABAR.ID,KARAWANG- Aktivis perempuan sekaligus anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mendampingi Valencya bacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Karawang.

Valencya merupakan ibu rumah tangga yang dituntut 1 tahun penjara oleh jaksa Kejari Karawang dalam kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Valencya didakwa melanggar pasal 45 Undang-undang Penghapusan KDRT. Dalam kasus ini, Valencya melakukan kekerasan psikis pada suaminya dengan memarahi karena suaminya disebut sering mabuk-mabukan.

Baca juga: Sisi Lain Kasus Valencya Karawang Ada Soal Cuan, Keduanya Sama-sama Jadi Pesakitan di Kursi terdakwa

Di sidang pleidoi, Valencya membacakan pembelaan di kertas sebanyak 20 halaman. Seusai persidangan, Rieke Diah Pitaloka berharap agar Valencya dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan.

"Tidak hanya meminta bebaskan Valencya, tapi kami dukung pembersihan sistem peradilan Indonesia," kata Rieke Diah Pitaloka.

Ia mengaku bangga dengan pembelaan yang disampaikan Valencya di persidangan.

"Bahwa pembelaan Valencya sangat hebat dan mewakili banyak orang di Indonesia," ucap dia.

KDRT sendiri meski sudah diatur di undang-undang khusus yang memuat ketentuan pidana di dalamnya, masih harus tetap mengutamakan prinsip dalam hukum pidana.

Yakni, ultimum remedium yang menyebutkan bahwa penegakan hukum pidana sebagai jalan terakhir.

Dalam kasus Valencya, seharusnya kasus KDRT bisa selesai di mediasi, tidak berlanjut di ranah publik dalam hal ini pengadilan.

Baca juga: Cerita Istri Sebelum Yana Hilang Misterius di Tempat Genosida Cadas Pangeran, Tangisnya Penuh Harap

"Kita mendukung peradilan Indonesia. Masih banyak polisi baik, banyak jaksa dan hakim baik. Saya yakin Jaksa Agung hingga Kapolri ini orang-orang luar biasa yang punya komitmen terhadap tugas-tugasnya," kata Rieke Diah Pitaloka.

Dalam kasus ini, jaksa yang terlibat dalam penuntutan Valencya dicopot dari jabatan.

Aspidum Kejati Jabar Dicopot Dari Jabatan

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Dwi Hartanta akhirnya dimutasikan setelah dinilai melakukan pelanggaran dalam kasus Valencya, yang dituntut satu tahun penjara karena marahi suami mabuk. 

Sebelum dimutasi, Dwi Hartanta sempat dinonaktifkan dan menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, mutasi tersebut sesuai dengan keputusan Jaksa Agung per tanggal 16 November 2021. 

Dalam surat Jaksa Agung, kata dia, Dwi Hartanta dimutasikan sebagai Jaksa fungsional di Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan di Jakarta. 

"(Sebagai) anggota satuan tugas khusus penyusunan kebijakan strategis," ujar Leonard, dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021). 

Saat ini, posisi Aspidum Kejati Jabar sementara diisi oleh Riyono sebagai Pelaksana Tugas (Plt). Riyono sendiri pejabat definitip Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar

"(Plt) sampai dengan adanya pejabat definitif yang diangkat oleh Jaksa Agung," katanya. 

"Mutasi ini merupakan bentuk pelaksanaan mutasi diagonal yang dilaksanakan dalam rangka proses pemeriksaan fungsional Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung," tambahnya. 

Sebelumnya, Chan Yu Ching melaporkan istrinya Valencya atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis. Valencya kemudian dituntut Jaksa dengan hukuman satu tahun penjara. 

Dalam kasus ini, Kejagung menemukan dugaan pelanggaran hingga melakukan eksaminasi khusus.  Selain Aspidum Kejati Jabar, 9 jaksa yang menangani perkara Valencya turut dicopot.

Pelanggaran yang dilakukan yakni ketidakpekaan Jaksa dalam penanganan kasus, tidak mengikuti pedoman dalam penuntutan, tak menjalani pedoman perintah harian Jaksa Agung hingga pembacaan tuntutan yang ditunda selama empat kali. 

"Penanganan perkara terdakwa Valencya alias Nancy Lim dan juga terdakwa Chan Yu Ching akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, karena hal ini telah menarik perhatian masyarakat dan pimpinan Kejaksaan Agung," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui siaran langsung di kanal YouTube Kejaksaan RI, Senin (15/11/2021).

Sosok Valencya

Kasus seorang istri yang dituntut penjara 1 tahun karena memarahi suami mabuk mendapat perhatian dari banyak pihak.

Kasus istri memarahi suami yang mabuk ini dilaporkan sang suami dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT psikis di Karawang.

Sang istri yang kini terancam penjara itu adalah Valencya atau Nengsy Lim (45 tahun).

Valencya mengungkapkan, selama menjadi istri Chan Yung Chin, ia mengaku justru ia lah yang menjadi tulang punggung keluarga.

Baca juga: Cerita Nenek di Tasikmalaya, Bangun Tengah Malam Salat Tahajud Lalu Selamat dari Rumah Ambruk

Ia bercerita selama di Taiwan, Ia bekerja serabutan di perkebunan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membayar hutang Chan.

Valencya merupakan warga Pontianak, Kalimantan. Sedangkan Chan saat itu merupakan warga negara Taiwan.

Mereka berdua kemudian menikah sekitar Tahun 2000-an. Saat kembali ke Indonesia Tahun 2005, Chan belum bisa bekerja karena belum menjadi WNI.

Saat itu Chan mengantongi visa kunjungan. Valencya mengatakan, berbekal tabungan dan bantuan keluarganya. Ia pun membuka usaha. Dari awalnya warung makanan hingga beralih ke toko bangunan.

"Kalau bantu kerja juga dia sekenanya saja. Kalau dipanggil baru dia datang. Saya kadang mengangkat dagangan dan mengantar sendiri," ujar dia.

Selain menghidupi dua anaknya, ia juga menafkahi tiga anak Chan dari istri sebelumnya di Taiwan.

"Mereka itu (anak Chan di Taiwan) tahunya dari papanya. Tapi sejak mereka menikah tidak (memberi uang)," kata Valencya

Mantan Suami Sebut Tak Mabuk

Tuntutan 1 tahun penjara Valencya menjadi sorotan masyarakat karena wanita 45 tahun itu mengaku memarahi suami karena mabuk-mabukan.

Valencya dilaporkan mantan suami, Chan Yu Ching dengan tuduhan KDRT psikis dan pengusiran pada bulan September 2020 ke PPA Polda Jabar nomor LP.LPB/844/VII/2020.

Mantan suami Valencya akhirnya buka suara. Chan Yu Ching mengaku permasalahan bukan karena mabuk melainkan masalah harta gono-gini.

Keduanya resmi cerai pada Januari 2020. Chan Yung Ching melalui kuasa hukumnya menegaskan bahwa dia tak mabuk-mabukan seperti yang dituduhkan Nengsy Lim.

Mantan suami Valencya, Chan Yung Ching membantah kemarahan Valencya akibat Chan Yung Ching sering mabuk-mabukan.

"(Mabuk) itu enggak benar. Ributnya karena soal keuangan," kata Kuasa Hukum Chan Yung Ching, Hotma Raja Bernard Nainggolan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Karawang seusai sidang penuntutan terhadap Chan yang dilaporkan Valencya dengan kasus serupa KDRT psikis, Selasa (16/11/2021).

Bernard mengatakan, Chan diusir dari rumah dan dimarahi dengan kata-kata kasar.

"Rekamannya juga ada," katanya.

Chan Yu Ching dan Valencya atau Nengsy Lim menikah pada 2000. Bukan berasal dari Indonesia, Chan Yu Ching berkewarganegaraan Taiwan.

Valencya sempat tinggal di Taiwan bersama suaminya dan bekerja serabutan. Saat di Taiwan, Valencya baru mengetahui suaminya itu ternyata duda anak tiga.

Namun, rumah tangga mereka tetap berlanjut. Valencya dan Chan Yu Ching kembali ke Indonesia dan tinggal di Karawang. Mereka memilih menetap di Karawang karena ada keluarga yang tinggal di kota itu.

Mereka kemudian membuka usaha toko bangunan. Di sisi lain, Chan Yung Ching tidak bisa bekerja karena memegang visa kunjungan. Oleh sebab itu, Chan Yu Ching harus pulang ke Taiwan setiap empat bulan sekali dengan diongkosi Valencya.

Kemudian ia mensponsori suaminya menjadi WNI dan memodalinya membuat perseroan terbatas (PT). Namun terjadi permasalahan antara keduanya.

Hubungan suami istri memburuk sejak 2018. Keduanya kerap terlibat pertengkaran. Februari 2018, Valencya mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri Karawang dengan dasar ketidakcocokan.

Pada April 2018, gugatan cerai urung dilakukan karena terjadi mediasi. Keduanya rujuk kembali. Pada September 2019, Valencya kembali menggugat cerai suaminya. Kisruh rumah tangga itu merembet pada masalah hukum. Keduanya saling melapor ke kepolisian.

Tidak lama setelah Valencya gugat cerai pada September 2019, Chan Yu Ching melaporkan Valencya ke Polsek Telukjambe Karawang atas dugaan pemalsuan surat kendaraan.

Pada 2 Januari 2020, putusan pengadilan keluar. Pengadilan Negeri Karawang mensahkan gugatan perceraian Valencya.

Tapi suaminya mengajukan banding. Pada Agustus 2020, Valencya tetap memenangkan banding yang diajukan suaminya di Pengadilan Tinggi Bandung.

Pada September 2020, Valencya dilaporkan atas kasus dugaan pengusiran dan tekanan psikis terhadap suaminya di PPA Polda Jabar.

Pada 11 Januari 2021, Valencya ditetapkan sebagai tersangka. Pada September 2020, Valencya melaporkan Chan Yung Ching atas dugaan penelantaran keluarga ke Polres Karawang.

Atas perceraian ini, Chan Yu Ching melalui kuasa hukumnya mengaku dilarang bertemu anak.

Awal Mula Kasus

Kisruh rumah tangga terjadi di Karawang. Kali ini kisruh yang menimpa seorang ibu rumah tangga, Valencya (45) yang harus berhadapan dengan meja hijau.

Ia tak menyangka kalau teguran sebagaimana layaknya istri ketika suami pulang harus berujung pada hukum.

Tak tanggung-tanggung, ia dituntut satu tahun penjara. Valencya merasa keberatan karena ia memarahi suami yang sudah lama tak pulang bahkan saat pulang dalam kondisi mabuk.

Valencya (45) dituntut satu tahun penjara lantaran memarahi suami yang sering mabuk dan jarang pulang. Jaksa menyebut jika tindakan Valencya sudah terbuksi sah melakukan KDRT secara psikis.

Mendengar hal tersebut, tangis Valencya pun pecah. Hal ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Karawang, Kamis (11/11/2021).

Jaksa menuntut terdakwa Valencya melanggar Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 5 huruf Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

"Memutuskan terdakwa terbukti secara sah melakukan KDRT psikis dan menjatuhkan pidana penjara satu tahun," kata JPU dalam persidangan.

JPU membacakan sejumlah barang bukti yang disita pelapor yakni satu lembar akta perkawinan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pontianak, satu lembar surat keterangan dokter, dan enam lembar print out hasil percapakan whatsapp terdakwa Valencya.

Lalu, barang bukti dari terdakwa Valencya yakni dua buah flash disik yang berisikan rekaman CCTV di tokonya.

"Barang bukti telah disita secara sah menurut hakim karena itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian," kata JPU.

Dalam persidangan itu terdakwa Valencya sempat menangis tak terima karena tuntutan tersebut dinilainya tidak adil.

Sebab, dia memarahi suaminya karena kerap pulang dalam keadaan mabuk.

"Saya marah kan karena dia pulang mabuk, sudah gitu jarang pulang juga kan," ujar Valencya dalam persidangan itu.

"Saya bukan bunuh orang. Masa suami pulang mabok saya harus sambut dengan senyum manis," kata Valencya.

Hakim ketua sempat meminta terdakwa tenang dan menjawab tutuntan itu melalui pledoi atau pembelaan pada sidang berikutnya.

"Ibu bisa tenang gak?, nanti ada kesempatan untuk pembelaan dalam pledoi. Ini tuntutan bukan putusan," kata Hakim Ketua.

Air mata Valencya kembali jatuh saat berjalan keluar ruang sidang didampingi penasihat hukum dan keluarga.

"Dituntut sampai satu tahun, aneh saksi-saksi kita diabaikan semuanya diabaikan biar viral aja pak," tutur terdakwa Valencya sambil berjalan keluar ruang sidang.

Ia tak habis pikir sampai dituntut satu tahun penjara oleh jaksa penutut umum.

Menurutnya, tindakannya memarahi suami bukan tanpa alasan, sebab ia kesal suaminya pulang selalu dalam keadaan mabuk, bahkan suaminya juga sempat enam bulan tidak pulang ke rumah.

"Suami mabuk-mabukan istri marah malah dipidanakan. Ini perhatikan para istri, ibu-ibu se- Indonesia hati-hati tidak boleh marahi suami kalau suaminya pulang mabuk-mabukan. Harus duduk manis nyambut dengan baik, marah sedikit bisa dipenjara," ucap terdakwa Valencya sambil menangis.

"Ini saya punya dua anak di rumah sebagai ayah sebagai ibu, dituntut setahun. Saksi ahli harus dihadirkan katanya engga hadir ternyata ada, banyak kebohongan dihukum ini," kata Valencya lagi. (Cikwan Suwandi)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved