Kasus Rokaya TKW Indramayu yang Sakit di Irak Diharapkan Dilanjut ke Ranah Hukum, untuk Efek Jera
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) berharap jalur hukum bisa ditempuh sebagai tindak lanjut kasus yang dialami Rokaya (40).
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) berharap jalur hukum bisa ditempuh sebagai tindak lanjut kasus yang dialami Rokaya (40).
Rokaya merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKW asal Indramayu di Irak.
SBMI berharap, dengan jalur hukum, diharapkan bisa memberi efek jera sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Setelah ibu Rokaya pulang, baru kita ke ranah hukum. Harapan SBMI juga ke ranah hukum," ujar Ketua SBMI Cabang Indramayu, Juwarih, kepada Tribuncirebon.com, Rabu (29/9/2021).
Rokaya merupakan TKW asal Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.
Dia diberangkatkan ke Irak dalam kondisi sakit karena terpaksa sudah menerima fee dari sponsor sebesar Rp 8 juta.
Rokaya diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Agar ada efek jera harus dilaporkan pihak sponsornya," ujar dia.
Sebelumnya, Juwarih membeberkan ada beberapa fakta yang menguatkan soal Rokaya merupakan korban TPPO.
Di antaranya adalah, Rokaya dipaksa berangkat ke Irak walau kondisinya saat itu sedang sakit di Indonesia pada 10 Januari 2021.
"Ini unsur-unsurnya sudah jelas memenuhi," ujar dia.
Lanjut Juwarih, Rokaya diketahui juga terlilit utang berupa fee yang sudah diberikan pihak sponsor sebesar Rp 8 juta.
Uang itu sengaja diberikan agar Rokaya mau diberangkatkan ke Irak.
Untuk memuluskan hal tersebut, pihak sponsor diketahui juga mengiming-imingi gaji sebesar Rp 8 juta per bulan.
Namun, selama bekerja kurang lebih 8 bulan, gaji yang diterima Rokaya hanya Rp 4 juta per bulan.
"Tapi balik lagi ke keluarga, apakah keluarga bersedia atau tidak dibawa ke ranah hukum," ujar dia. (*)