Cerita Desa Penjual Gorengan di Sumedang, Kuasai Pasar Jakarta & Sekitarnya, Pulang Bawa Mobil Mewah

Di desa tersebut 70 persen warganya merupakan penjual gorengan di kota-kota besar.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: taufik ismail
Tribun Jabar/Kiki Andriana
Suasana Kantor Desa Jayamekar, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (11/9/2021) petang. 

Laporan Kontributor TribunJabar. Id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Berjualan gorengan memang tampak sebagai usaha yang untungnya recehan.

Namun, sebagian besar warga Desa Jayamekar, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang tak peduli, sebab uang receh pun jika ditumpuk akan membuat kaya raya. 

Benar saja, lebih dari separuh warga dari jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak sekitar 4.000 menggantungkan hidup dari usaha berjualan gorengan.

Warga desa terpencil di Sumedang ini berjualan penganan berbahan dasar tepung terigu, tepung kanji, tahu isi tauge, dan irisan sayuran itu.

Tak tanggung-tanggung, warga penjual gorengan itu menguasai pangsa pasar gorengan di Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bogor, dan wilayah lainnya di Metropolitan.

"Bahkan bukan hanya separuh warga Desa, nyaris 70 persen warga berdagang gorengan di luar (kota)," kata Idi Kusnadi, Kepala Desa Jayamekar saat dikunjungi TribunJabar.id, Sabtu (11/9/2021) petang. 

Idi mengatakan bahwa tradisi berjualan gorengan oleh warga-warga di Desa Jayamekar telah berlangsung lama.

Bahkan, profesi penjual gorengan diwariskan secara turun menurun dari orang tua ke anak-anak mereka. 

Nama-nama sepuh seperti Pak Irut dan Pak Manta, mewarnai sejarah perjalanan penjual gorengan dari Cibugel merambah Metropolitan.

Namun, meski sejarahnya telah berlangsung lama, peningkatan taraf ekonomi yang betul-betul tampak itu justru sekarang ini. 

"Mungkin sejak 1965 sudah ada orang-orang yang meninggalkan kampung untuk berjualan. Dulu masih jualan berkeliling, tetapi yang betul-betul terasa berjualan itu membawa dampak baik perekonomian adalah kini," kata Kades. 

Idi bertutur, peningkatan ekonomi di antara para pedagang gorengan asal Jayamekar itu disebabkan karena kini para penjual gorengan bukanlah pedagang keliling, tetapi mereka yang sering mangkal di depan toko-toko ritel atau mini market.

Kesempatan untuk menguasai lapak itu pula yang menyebabkan para pedagang cepat menjadi kaya. 

Indikatornya, kata Idi, mereka yang telah pergi untuk berjualan gorengan itu bisa pulang ke desa lagi dengan membawa mobil mewah. 

Bagi pemerintah desa, tentu saja para penjual gorengan ini memberikan kebanggan tersendiri. Selain tidak perlu susah-susah mencari peluang pekerjaan bagi warganya, desa seringkali disubsidi oleh para penjual gorengan itu. 

Penjual gorengan asal Jayamekar memang menjaling ikatan di dalam sebuah kelompok. Paguyuban Pemuda Putra Pakuan namanya. Organisasi ini didirikan pada tahun 2018. 

Subsidi yang pernah diberikan adalah untuk pembangunan jalan sepanjang 3 kilometer. Meski Kades mengatakan perbaikan jalan itu dikolaborasikan pula dengan dana yang dimiliki Pemerintah Desa. 

"Anggota Paguyuban Pemuda itu mencapai 400 orang. Itu baru pemuda yang berjualan gorengan, belum lagi kalau dihitung yang tua-tuanya," kata Kades. 

Alih-alih memberikan stimulus kepada para pemilik lapak gorengan itu, Pemerintah Desa selain terbantu dengan subsidi perbaikan jalan, juga terbantu dengan adanya program Paguyuban seperti bantuan sosial bagi warga tak mampu serta renovasi masjid, dengan lima masjid telah selesai dibantu renovasinya. 

"Sementara belum ada bantuan dari desa. Sebagian besar para penjual gorengan adalah mandiri dengan modal sendiri. Menjual gorengan itu prospeknya begitu cerah bagi warga Desa Jayamekar," kata Kades. 

Jika 70 persen warga meninggalkan Desa untuk berdagang di kota dan pulang hanya sebulan sekali, warga sisanya mengandalkan hidup dari berkebun.

Meski, pertanian di perkebunan tidak seproduktif seperti yang diharapkan. 

Warga berkebun pisang, sayuran, dan tanaman semusim lainnya yang cepat panen dan cepat jadi uang. 

"Ada pengepul yang minta suplai hasil pertanian dalam skala ton, namun penduduk kami yang berani belum mampu memenuhi target permintaan itu," kata Kades seraya berujar ke depan pertanian bisa dilirik untuk bisa dikerjasamakan dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) agar potensi desa lebih maksimal lagi dikembangkan.

Baca juga: Polisi Distribusikan Bantuan Beras untuk Daerah Terpencil di Sumedang

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved