Kisah Hary Susanto, Peraih Emas Paralimpiade asal Majalengka, Pernah Berlatih Bareng Taufik Hidayat
Tidak ada kegembiraan berlebih dari raut wajah H Saefudin (80), ayah Hary Susanto, ketika membicarakan anaknya yang meraih medali emas di Paralimpiade
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Hermawan Aksan
Lalu saat pulang berlatih dari lapangan Tojong Hary bersama kakaknya diminta untuk berlari dari Tonjong ke rumahnya sejauh 10 km, dengan kondisi jalan menanjak.
Soef mendampingi dari belakang dengan kendaraan dan tas raketnya.
“Setidaknya dua jam dalam sehari harus berlatih. Latihan dilakukan sore hari usai sekolah agama, hingga menjelang Magrib. Latihan fisik dilakukan dengan berlari dan skiping,” jelas dia.
Menurut ayahnya, di usia SD Hary setiap mengikuti kejuaraan selalu memperoleh piala.
Di usia SMP mengikuti porda di Kabupaten Indramayu dan menyabet juara 1.
Sejak saat itu Hary diajak Iie Sumirat di Bandung kemudian diambil oleh Hartech dan kini bekerja di sana.
Hari bersekolah di SMAN 21 Bandung dan tinggal di asrama bersama pebulu tangkis lainnya, seperti Taufik Hidayat.
Lalu lulus SMA melanjutkan sekolah di Unpad.
“Sekolah tapi sekolahnya jarang karena terus badminton,” katanya.
Namun, masa-masa indah menjadi atlet bulutangkis dan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi hilang seketika pada tahun 1997.
Ketika kuliah semester 4, Hary pergi ke Kecamatan Talaga bersama temannya yang jadi tentara untuk menawarkan sepeda motor balap.
Dia membonceng temannya kemudian mengalami kecelakaan saat pulang, tepatnya di Blok Sungambul, Kecamatan Banjaran, hingga tulang pinggulnya lepas.
Sekitar satu tahun dia menjalani pengobatan di Rumah Sakit Halmahera Bandung.
Hingga akhirnya Hary berhenti bermain bulu tangkis selama kurang lebih 12 tahun karena mengalami disabilitas daksa.
Selama berhenti bermain bulu tangkis Hary mendirikan bengkel sepeda motor balap sesuai kegemarannya balap sepeda motor, di rumah orang tuanya.
