Badai Sitokin Apakah Bisa Menyerang Orang yang Sudah Divaksin Covid-19? Ini Kata Dokter

Sebagian ada yang menyangka jika sitokin adalah penyakit. Namun, Sitokin sendirinya nyatanya berguna bagi tubuh. 

Editor: Ravianto
EYE OF SCIENCE/SCIENCE SOURCE/SCIENCE NEWS
Gambar badai sitokin yang diperoleh dari mikroskop elektron. Badai sitokin dipicu oleh sel-sel imun seperti macrophages (gambar sel paling besar di tengah) dan leukosit (gambar sel-sel yang lebih kecil). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Badai sitokin kembali ramai.

Sebagian ada yang menyangka jika sitokin adalah penyakit. Namun, Sitokin sendirinya nyatanya berguna bagi tubuh. 

Sitokin merupakan protein yang memberikan sinyal pada sistim imun ketika ada virus atau bakteri yang masuk. Sehingga sel imunitas akan aktif melawan virus atau kuman yang masuk. 

Namun, sitokin akan membahayakan jika diproduksi dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini lah yang dapat menyebabkan badai sitokin

Sehingga dapat menimbulkan peradangan semakin luas sehingga membuat penyakit memberat.

Lantas bagaimana orang yang telah melakukan vaksin? Apakah dapat terhindar badai sitokin?

Menurut Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Erlina Burhan M Sc Sp P(K), seharusnya orang yang sudah vaksin tidak akan mengalami badai sitokin.

"Secara teori tidak terjadi. Karena sudah divaksin, yang membentuk antibodi pada vaksin. Virus yang dimatikan, ketika masuk ke dalam tubuh, maka sistim imun dapat mengenalinya," ungkapnya pada siaran Radio Elshinta, dikutip Sabtu (28/8/2021).

Sehingga ketika virus yang aktif masuk, sel sudah terlatih karena telah dikenalkan lewat vaksin. Tubuh akan membentuk antibodi. 

Dan antibodi kata dr Erlina akan menempel pada virus sehingga menjadi tidak berkembang biak dalam tubuh. Kalau pun sakit, biasanya tidak menjadi berat. 

"Kalau gejala yang dialami ringan maka tidak akan menjadi badai sitokin," pungkasnya.

Apa Itu Badai Sitokin

Apa itu badai sitokin? Hal ini bisa muncul pada paru-paru pasien yang terpapar virus SARS-Cov-2 atau Covid-19.

Pasien yang mengalami badai sitokin berisiko meninggal. Efek badai sitokin berbahaya, namun apakah bisa diredam?

Sitokin adalah protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi penting dalam penanda sinyal sel. 

Saat SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.

Sitokin lalu bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berikatan dengan reseptor sel tersebut untuk memicu reaksi peradangan.

Reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh inilah yang disebut sebagai badai sitokin atau cytokine storm.

“Pada kasus Covid-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan SARS-CoV-2,” ujar penanggungjawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr. Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH., S.Si., Apt., Msc. dikutip dari Kompas.com, Sabtu (16/5/2020).

Lebih lanjut, sebenarnya apa yang dialami oleh tubuh saat badai sitokin ini terjadi?

Tanda awal terpapar Virus Corona atau Covid-19
Tanda awal terpapar Virus Corona atau Covid-19 (Pixabay)

Peradangan pada paru-paru

Normalnya, sitokin hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi.

Sebaliknya saat badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kontrol tubuh.

Alhasil, paru-paru bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus.

Namun peradangan pada paru-paru itu malah terus terjadi meski infeksi sudah selesai.

Sistem imun mengeluarkan racun untuk virus  

Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.

Akibatnya fungsi paru-paru pasien dapat menurun, bahkan membuat pasien makin sulit bernafas.

Kondisi inilah yang kemudian bisa membuat pasien Covid-19 akhirnya meninggal dunia atau tak bisa bertahan.

“Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan,” kata Mahirsyah.  

Terapi untuk meredam badai sitokin pasien Covid-19

Meski belum ada satu pun terapi definitif yang benar-benar menyembuhkan pasien yang terinfeksi Covid-19, para peneliti dan tim medis mencoba melakukan perawatan dengan berbagai pendekatan.

Para peneliti di Wuhan menyebutkan dalam sebuah jurnal, bahwa kombinasi yang tepat dengan terapi imunoregulator yang menghambat respons inflamasi hiperaktif dapat menahan badai sitokin.

Termasuk obat antivirus yang menghambat transmisi virus dan menghancurkan replikasi virus, dapat mengurangi kerusakan sel langsung yang disebabkan oleh Covid-19.

Di Indonesia, beberapa pilihan terapi Covid-19 tertuang dalam Pedoman Tatalaksana Covid-19 yang disusun oleh beberapa perhimpunan dokter di Indonesia.

Penyusun pedoman ini adalah Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Perhimpupan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

1. Anti IL-6 (Tocilizumab)

Badai sitokin banyak ditemukan pada pasien Covid-19 dengan gejala berat akibat infeksi yang ditandai pelepasan sitokin yang tidak terkontrol, terutama IL-6.

Kondisi ini akan menyebabkan inflamasi sistemik dan kerusakan organ tubuh.

Badai sitokin dapat menyebabkan acute respiratory distress syndrome (ARDS) hingga kematian.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Tocilizumab bisa mengatasi kondisi ini dengan menurunkan penanda inflamasi yaitu CRP, ferritin, dan IL-6.

Selain itu, pasien yang dirawat dengan terapi ini juga menunjukkan perbaikan secara klinis.

Tocilizumab adalah antibodi monoklonal yang berfungsi sebagai antagonis reseptor IL-6.

Obat ini bisa diberikan secara intravena atau subkutan pada pasien Covid-19 dengan gejala berat dan kritis yang diduga mengalami hiperinflamasi. 

2. Anti IL-1 (Anakinra)

Cara kerja obat ini hampir mirip dengan obat di atas, namun spesifik sebagai antagonis IL-1.

Obat ini juga bermanfaat untuk mengatasi hiperinflamasi pada pasien yang mengalami ARDS akibat infeksi virus SARS-CoV-2.

Anakinra dapat menurunkan kebutuhan ventilasi mekanis invasif serta mengurangi risiko kematian pada pasien dengan gejala berat dan kritis.

3. Vitamin C

Vitamin C juga perlu diberikan kepada pasien Covid-19. Vitamin C bersifat antioksidan sehingga diduga dapat mengurangi keparahan badai sitokin.

Jadi, badai sitokin ini tergantung pada daya tahan tubuh atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus yang masuk.

Apabila daya tahan tubuh kuat, virus yang masuk bisa dikalahkan dan pasien Covid-19 bisa sembuh.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Nadia Faradiba, Irawan Sapto Adhi)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved