INNALILLAHI, Ayah Mohammad Ahsan Meninggal Dunia, Terkenal dengan Tesis tentang Servis Pendek

Pebulu tangkis Mohammad Ahsan tak berpikir lama untuk pulang ke Palembang saat mendengar kabar ayahnya, H Tumin Atmadi, meninggal dunia.

Editor: Hermawan Aksan
Pedro PARDO / AFP
Lee Yang (kiri) dari Taiwan memeluk Mohammad Ahsan dari Indonesia setelah Yang dan pasangannya Wang Chi-lin memenangkan pertandingan semifinal bulu tangkis ganda putra melawan Ahsan dan pasangannya Hendra Setiawan selama Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sports Plaza di Tokyo pada 30 Juli 2021. 

TRIBUNJABAR.ID, PALEMBANG -- Pebulu tangkis Mohammad Ahsan tak berpikir lama untuk pulang ke Palembang saat mendengar kabar ayahnya, H Tumin Atmadi, meninggal dunia.

Kabar duka datang dari dunia bulu tangkis Indonesia.

Pebulu tangkis dunia asal Palembang, Mohammad Ahsan, baru saja ditinggalkan oleh ayahnya, Tumin, selama-lamanya dalam usia 81 tahun.

"Ini saya baru juga berangkat, masih di Tangerang menuju Palembang," katanya kemarin.

"Belum tahu mau berapa lama di Palembang. Soalnya ini spontan aja pulang."

"Tidak ada persiapan apa-apa langsung balik. Lagi kondisi Covid saat ini agak susah juga."

"Minta tolong doanya. Minta maaf mungkin Bapak ada salah-salah. Semoga bisa husnul khatimah," ujar Ahsan saat dikonfirmasi Sripoku.com, Senin siang.

Ganda Putra Indonesia yang berpasangan dengan Hendra Setiawan ini mengaku telah mendengar kabar ayahandanya sakit-sakitan sejak ia masih bertanding di Olimpiade Tokyo 2020. 

"Memang beliau sudah lama sakit penyakit dalam dan terakhir di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang."

"Waktu saya masih di Olimpiade Tokyo 2020, sudah dengar beliau sudah mulai sakit-sakitan," kata Ahsan. 

Ahsan mengaku spontan pulang dari di BSD (Bumi Serpong Damai) mengendarai mobil menuju kediaman orang tuanya di Kompleks Kencana Damai Blok Q.22 RT.58 RW.04 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sako, Palembang

Juara All England Badminton Championship 2014 itu mengakui terkenang petuah mendiang Tumin sang ayahandanya hingga menjadikannya sukses sebagai pebulu tangkis dunia. 

Menurut Ahsan, ayahnya menanamkan pesan untuk bekerja keras dalam meraih cita-cita menjadi pebulutangkis dunia. 

"Yang pasti, beliau sangat menekankan agar saya bekerja keras."

"Apalagi yang awal-awal dipindahin ke Jawa jangan sampai disia-siain jauh-jauh kita merantau jangan sampai tidak ada hasil."

"Itu sih yang memecut saya. Makanya jangan sudah merantau jauh, sudah balik Palembang katek hasil apo-apo," kata Ahsan. 

Sebetulnya, kata Ahsan semua yang disampaikan sang ayahandanya berkesan semua apa yang menjadi petuah membekas semua.

"Susah mau nyebutin yang mana yang spesifik nian yang mana."

"Termasuk itu. Betul, itu teknik servis pendek, lambung penting yang disampaikan beliau."

"Saling membutuhkan semua," kata pebulutangkis kelahiran Palembang 7 September 1987 ini.

Pada tahun 2013, ia  menikahi Christine Novitania dan dianugerahi anak bernama Maritza Chayra Ahsan.

Medali yang pernah dipersembahkannya antara lain pada Pesta Olahraga Asia 2018 untuk kategori ganda putra.

Kronologi

Mohammad Ahsan pun menyampaikan kronologi meninggalnya sang ayah.

Ayahnya, kata Ahsan, sebelumnya punya penyakit dalam, kemudian terpapar Covid-19.

"Penyakit spesifiknya apa, saya kurang tahu, (penyakit) dalam, dan sudah sering minum obat. Jadi kondisinya penyakit dalam dan terpapar Covid-19 juga," kata Ahsan.

"Sakitnya sih pas main semifinal, saya kan telepon ayah dulu, itu sakitnya sudah agak lumayan tapi masih di rumah karena keluarga masih ragu mau dibawa ke rumah sakit atau tidak."

"Orang di rumah juga tidak ada yang mengabari," katanya.

"Pas saya sudah balik, saat saya dikarantina (sepulang dari Tokyo) itu ayah dibawa ke rumah sakit sepekan lalu lah."

"Lalu saat di tes PCR ternyata positif," imbuhnya.

Setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang, ayah Ahsan kemudian meninggal dunia.

"Saya juga baru tahu tadi pagi setelah dapat kabar dari kakak."

"Awalnya orang Palembang yang menghubungi saya tapi tidak terangkat karena saya sedang tidak memegang HP."

"Lalu kakak yang menelepon untuk mengabari," katanya.

Tesis servis pendek

Waketum 1 Pengprov PBSI Sumsel, Chaifrioni mengaku sangat mengagumi perhatian Tumin, ayahanda dari Mohammad Ahsan, pebulu tangkis dunia asal Sumsel yang sangat konsen menjadi pemerhati bulu tangkis selama ini. 

"Kalo kenal baik itu tidak. Tetapi kami sering berhubungan apa yang dibutuhkan oleh beliau. Wah, Innalillahi wainna ilahi rojiun. Saya belum terdengar. Soalnya pagi tadi saya baca grup belum tersebar info," ungkap Chaifrioni kepada Sripoku.com mengawali perbincangan ketika mendengar kabar meninggalnya Tumin, Senin (9/8/2021). 

Menurut Chaifrioni, sosok Tumin tidak hanya berhasil menjadikan putranya menjadi pebulutangkis dunia, tapi juga sering menuangkan pemikirannya untuk bulutangkis di tanah air. 

"Di termasuk orangtua yang betul-betul konsen perhatian terhadap bulutangkis. Sehingga pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam tulisan dan dikirim ke PB PBSI. Untuk ditelaah dan dibuktikan kebenarannya. Pak Tumin ini terkenal. Kalau kami mengistilihkannya pemerhati bulutangkis," kata Chaifrioni. 

Tumin mempromosikan servis pendek dan ini sudah terbukti.

Ia melarang agar jangan melakukan servis lambung karena banyak kelemahannya. 

"Itulah dia punya tesis dan dipertahankannya. Dan katanya konon itu diterima oleh atlet-atlet, pelatih di Pelatnas PB PBSI. Jadi jarang baik double maupun single menggunakan servis pendek," ujarnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved