Inilah Kisah Fatmawati di Balik Bendera Merah Putih, Kerap Teteskan Air Mata saat Menjahit Sang Saka
Setiap tahunnya, bendera merah putih dikibarkan dan sakral bagi bangsa ini. Selain menjadi pusaka, terdapat fakta menarik di balik kisah Fatmawati
TRIBUNJABAR.ID - Pada 17 Agustus 2021 mendatang, seluruh warga Indonesia akan mengibarkan bendera merah putih merayakan HUT Kemerdekaan Indonesia ke-76.
Setiap tahunnya, mengibarkan bendera merah putih menjadi momen sakral bagi bangsa ini.
Selain menjadi pusaka, terdapat fakta menarik bagaimana Sang Saka Merah Putih itu dibuat dan dijahit dari tangan seorang wanita, yakni Fatmawati.
Berkat kontribusinya, Bendera Merah Putih pun mulai berkibar di seluruh penjuru negeri.
Baca juga: Kata-kata Bijak Cinta Indonesia, Ucapan Kemerdekaan yang Penuh Semangat untuk HUT ke-76 RI
Fatmawati, istri Presiden Soekarno, adalah sosok di balik bendera Merah Putih yang berkibar saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
Mari mengenal sosok dan kisah Fatmawati menjahit Sang Saka Merah Putih.
Fatmawati dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Bengkulu.
Ketika ia lahir, ada dua nama yang akan diberikan kepadanya, yaitu Fatimah yang berarti bunga teratai dan Siti Djabaidah, yang diambil dari nama salah satu istri Nabi Muhammad SAW.
Kedua nama itu ditulis pada dua carik kertas kemudian digulung dan diundi. Pilihan pun jatuh kepada nama Fatimah, nama yang kita kenal sampai saat ini.
Harian Kompas, 16 Mei 1980 memberitakan, Fatmawati pertama kali bertemu dengan Bung Karno pada 1938.
Saat itu, ia diajak oleh ayahnya Hassan Din untuk menemui Bung Karno yang tengah dibuang ke Bengkulu.
"Cinta pada pandangan pertama" mungkin ungkapan yang tepat untuk menjelaskan awal munculnya benih cinta di antara Bung Karno dan Ibu Fatmawati.
"Masih kuingat aku mengenakan baju kurung merah hati dan tutup kepala voile kuning dibordir," kata Fatmawati saat melukiskan pertemuan pertamanya itu dalam buku yang ditulisnya, Catatan Kecil Bersama Bung Karno (1970).
Pertemuan itu menggetarkan hati Bung Karno dan ingin menikahi Fatmawati.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bung Karno dua tahun kemudian, ketika Fatmawati meminta nasihatnya sehubungan dengan adanya seseorang yang meminangnya.