Ivermectin Obat keras yang Miliki Efek Samping dan Resiko Berbahaya? Ini Kata Prof Keli Lestari
Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Keri Lestari menuturkan, bahwa Ivermectin tergolong sebagai obat keras dan bukan obat bebas
Penulis: Cipta Permana | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Setelah mendapat restu dilakukannya uji klinis untuk mengatasi Covid-19 oleh BPOM, perburuan akan obat antiparasit Ivermectin kian melonjak dilakukan masyarakat ke setiap apotek.
Menanggapi hal tersebut, peneliti yang juga Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Keri Lestari menuturkan, bahwa Ivermectin tergolong sebagai obat keras dan bukan obat bebas.
Artinya, untuk membelinya, masyarakat perlu memiliki resep dokter dan tidak membeli secara bebas termasuk melalui flatform onlline.
Baca juga: Cerita Susi Pudjiastuti Pakai Ivermectin untuk 8 Karyawan Positif Covid-19, Begini Hasilnya
"Karena tergolong sebagai obat keras dan diperlukan resep dan anjuran penggunaan oleh dokter, maka yang perlu di waspadai adalah efek samping dan resiko dari penggunaan obat tersebut (Ivermectin), terutama bila dikonsumsi tidak sesuai aturan dan petunjuk dokter. Bahkan, telah ada beberapa kasus pasien yang gagal multi organ karena penyalahgunaannya, maka dari itu masyarakat harus sangat hati-hati," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Rabu (30/6/2021).
Dengan demikian, maka penggunaan Ivermectin perlu di bawah pantauan dokter, bahkan para dokter pun harus memperhatikan resiko efek samping dan kondisi dari setiap pasien, sebelum memutuskan untuk memberikan resep tersebut sebagai terapi penyembuhan.
Prof. Keri pun mengakui, jika Ivermectin masuk dalam salah satu guide line terapi pengobatan Covid-19 yang dikeluarkan WHO pada Bulan Maret 2021 lalu. Meski demikian dalam guide line tersebut Ivermectin hanya mendapatkan izin untuk uji klinis saja, sehingga kebermanfaatan penggunaannya untuk mengatasi Covid-19 masih dalam pantauan, terlebih dalam hasil uji klinis yang dilakukan oleh beberapa negara, diantaranya menyebutkan bahwa obat ini memiliki manfaat, namun ada juga yang menyebutnya tidak ada manfaatnya.
Baca juga: IDI Tidak Rekomendasikan Ivermectin jadi Obat Covid-19, Tunggu Hasil Uji Klinik
"Dengan melihat hasil uji klinis yang dilakukan oleh beberapa negara terhadap Ivermectin, maka hasil uji klinisnya belum ajeg atau masih diperlukan. Untuk di Indonesia, alhamdulillah BPOM telah memberikan izin uji klinis obat tersebut, maka baiknya kita tunggu saja hasil uji klinis di Indonesia seperti apa," ucapnya.
Disinggung terkait maraknya perburuan Ivermectin yang juga disebut-sebut sebagai obat cacingan, namun karena tidak di jual secara bebas, maka banyak masyarakat yang berinisiatif mencari obat cacingan lain dengan harapan memiliki efek serupa, Prof. Keri menjelaskan, bahwa fenomena itu memang terjadi di lapangan, namun setiap obat cacingan memiliki manfaat dan efek samping yang berbeda-beda, maka seperti halnya Ivermectin, penggunaannya pun harus di bawah pantauan dokter.
Oleh karena itu, Ia mengimbau kepada masyarakat bahwa jangan termakan informasi yang bukan berasal dari sumber-sumber yang berwenang dan lembaga resmi pemerintah, seperti BPOM dan lembaga lain yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam memberikan informasi terkait mengeluarkan izin edar dan penggunaan suatu obat berdasarkan hasil data kajian resmi.
"Apalagi berdasarkan informasi dalam dosis terapi penggunaannya Ivermectin itu hanya untuk setahun sekali loh, berarti hal itu sudah dipertimbangkan antara efek yang diinginkan dengan resiko efek toxic yang mungkin akan ditimbulkan dari seorang pasien," ujar Prof. Keri.
Baca juga: Warga Bandung Buru Obat Cacing Saat Ivermectin Obat Cacing Sedang Diuji Jadi Obat Covid-19
Oleh karena itu, bila obat tujuan penggunaan obat tersebut untuk pencegahan, maka akan dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama dan rutin.
Sehingga, hal ini perlu ditelaah lebih lanjut aturan pakai dan peruntukannya, terutama bila dikonsumsi oleh wanita hamil dan menyusui, terutama oleh anak-anak, yang dikhawatirkan dapat berefek terhadap gangguan kesehatan.
"Maka dari itu, tidak sembarang suatu obat itu dikatakan aman untuk dikonsumsi, tanpa adanya hasil riset yang komprehensif. Karena pada dasarnya setiap obat memiliki efek samping baik secara jangka panjang, atau pendek, tergantung respon dari tubuh masing-masing pasien. Selain itu, kalaupun nanti Ivermectin dinyatakan dapat digunakan untuk obat Covid-19, tentu baik dosis dan penggunaannya akan sangat berbeda dengan dosis dan penggunaan untuk obat cacingan, maka aturan penggunaan itu baru dapat diketahui setelah hasil uji klinis BPOM itu keluar," katanya
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/ivermectini.jpg)