Feeling Ridwan Kamil Ada, Begini Data dari Litbangkes Mengenai Varian Baru Virus Corona di Jabar
Satgas Covid-19 Jabar tengah meminta informasi dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI mengenai ada atau tidaknya Covid-19 varian delta.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Barat, Daud Achmad, mengatakan pihaknya tengah meminta informasi dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI mengenai ada atau tidaknya Covid-19 varian India (B.1.617) atau kasus delta di Jawa Barat.
"Kami masih meminta klarifikasi kepada Kementerian Kesehatan RI. Sampai saat ini kami belum menerima data terbaru dari Badan Litbangkes," kata Daud melalui ponsel, Minggu (20/6/2021).
Berdasarkan update terakhir dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI per 6 Juni 2021, di Jawa Barat baru terdeteksi kasus alpha atau SARS-CoV-2 varian Inggris (B.1.1.7).
Kasus delta terdapat di DKI Jakarta sebanyak 9 kasus dan di Jawa Tengah sebanyak 13 kasus.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan, tim peneliti tengah melakukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) terhadap sejumlah sampel Covid-19 di Bandung untuk mendeteksi apakah terdapat virus Covid-19 varian delta asal India yang beredar di Bandung.
"(Varian delta) belum ada. Menurut laporan Menteri Kesehatan, varian delta atau yang dari India baru ada di Jawa Tengah dan terduga di Jakarta. Yang Bandung sedang dites whole genome sequencing-nya, hasilnya belum keluar," kata Ridwan Kamil di Markas Kodam III Siliwangi, Selasa (15/6/2021).
Walaupun hasilnya belum keluar, Ridwan Kamil merasa bahwa varian tersebut memang sudah beredar di Bandung.
Namun demikian, ia masih menunggu hasil resminya.
"Jadi per door stop ini belum ada data. Feeling saya ada ya, tapi harus kita tunggu secara resmi," katanya.
Kalaupun memang varian baru ini ada di Jawa Barat, perlakuannya sama saja.
Hanya 5M jawabannya, kata Ridwan Kamil.
Hanya kedisiplinan jawaban untuk mencegahnya, yakni menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas.
"Daya mematikannya tidak terlalu tinggi, ada catatannya. Tapi daya tularnya 2,4 kali lipat. Jadi kata Pak Menkes ibaratnya yang sekarang 1.000 cc, tipe varian itu 3.000 cc, jadi kecepatan menularnya tinggi, makanya lompatannya terduga dari sana juga," katanya.
Varian delta 1617.2 telah ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
Penelusuran sementara ini, banyak ditemukan di daerah Kudus dan Bangkalan.
Sejauh ini, penelusuran terkait asal datangnya virus tersebut masih terus dilakukan agar dapat diketahui dari mana asalnya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, untuk memetakan persebaran virus ini, penelitian masih dilakukan melalui metode whole genome sequencing (WGS) atau surveilans meski belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
"Penelitian memerlukan WGS atau sampel yang jumlahnya lebih besar. Suatu saat nanti, kita bisa menelusuri darimana virus tersebut berasal, dari mana masuknya dan menyebar ke mana saja," katanya saat menjawab pertanyaan media dalam agenda keterangan pers Perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Selasa (15/6/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Dijelaskan lebih lanjut, adanya varian dari suatu virus dikarenakan ada upaya virus untuk bertahan hidup.
Proses mutasinya ini akan berlangsung terus-menerus apabila potensi penularan tersedia.
Karenanya, jika penularan masih terus berlangsung di tengah masyarakat, maka peluang virus untuk bermutasi masih ada.
Terkait vaksin yang diberikan kepada masyarakat saat ini, Wiku memastikan memiliki efektifitas tinggi karena efikasinya di atas 50 persen terpenuhi.
Meski demikian, penelitian lebih lanjut terkait ini masih terus dilakukan. Untuk memastikan bahwa vaksin yang digunakan adalah vaksin yang efektif.
"Vaksinasi yang dilakukan harus betul-betul bisa memberikan proteksi kolektif atau herd immunity dari masyarakat yang diberi vaksin," kata Wiku.
Satgas Penanganan Covid-19 Nasional tengah berupaya melakukan percepatan WGS terhadap Covid-19 di Indonesia untuk menjadi dasar pengambilan kebijakan kesehatan yang tepat.
Hasil WGS digunakan untuk mengendalikan distribusi varian Covid-19 yang menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Pemerintah juga berkomitmen mempercepat proses WGS di laboratorium dari yang sebelumnya membutuhkan waktu dua minggu, menjadi satu minggu.
"Semakin cepat rentang waktu pemeriksaan ini, diharapkan data yang didapat semakin aktual dan dapat dilakukan penanganan yang cepat," kata Wiku Adisasmito saat menjawab pertanyaan media dalam agenda keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Kamis (17/6).
Meski demikian, pemeriksaan strain virus bukanlah kewajiban mutlak pada kasus positif.
Karena WGS memiliki metode khusus dan tidak semua kasus positif layak dilacak genomiknya.
Misalnya kasus dengan gejala tidak biasanya maupun kasus pada pelaku perjalanan luar negeri dan lain-lain.
Untuk itu, apa pun jenis varian yang ada di tengah-tengah masyarakat, yang perlu dilakukan ialah memperketat protokol kesehatan.
Tidak ada ada jalan lain sebaik disiplin protokol kesehatan.
"Karena itulah kita dapat memutus rantai penularan secara efektif dan efisien," lanjut Wiku.
Dengan mematuhi protokol kesehatan, maka masyarakat akan terlindungi dari paparan varian-varian Covid-19.
"Dan bagi yang sakit dan terinfeksi, untuk menjalani pengobatan sesuai prosedur untuk mempercepat kesembuhan," pesan Wiku. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/ilustrasi-virus-corona1.jpg)