Begini Kronologis Pekerja Migran Indonesia Dituduh Berzina dan Membunuh, Disuruh Tanda Tangan
Nenah Arsinah (38) pekerja migran Indonesia (PMI) asal Majalengka tidak saja terancam hukuman mati tapi juga dituduh berzina
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Nenah Arsinah (38) pekerja migran Indonesia (PMI) asal Majalengka terancam hukuman mati di Dubai, Uni Emirat Arab.
Pasalnya, warga Desa Ranjiwetan, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, itu dituduh membunuh sopir majikannya yang bernama Mutu Muhammad Rahmatullah.
Koordinator Pelindungan Kawasan Timur Tengah II Direktorat Pelindungan dan Pemberdayaan Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI, Jimin Naryono, mengatakan, kronologis kasus itu bermula pada 2014.
Baca juga: Gara-gara Pergoki Sopir Majikan Meninggal, Pekerja Asal Indonesia Ini Terancam Hukuman Mati di Dubai
Menurut dia, Nenah bersama rekannya yang merupakan warga negara Filipina dituduh membunuh sopir majikannya bernama Mutu Muhammad Rahmatullah.
"Nenah juga dituduh berzinah dengan korban sehingga dituntut hukuman had zina," kata Jimin Naryono dalam keterangan tertulis yang diterima Tribuncirebon.com, Rabu (26/5/2021).
Ia mengatakan, KJRI Dubai telah menunjuk Firma Hukum Al Suwaidi and Company Advocats and Legal Consultant untuk mendampingi Nenah dalam persidangan.
Dalam sidang yang dilaksanakan pada 2017, anak laki-laki korban menuntut hukuman qisash dan tidak bersedia menerima diyat.
Baca juga: Antisipasi PMI yang Habis Kontrak dan Mudik ke Purwakarta, Bupati Imbau Desa Sediakan Tempat Isolasi
Karenanya, Nenah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman tembak mati.
KJRI Dubai pun mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Kami juga berupaya melakukan pendekatan persuasif kemanusiaan kepada keluarga korban," ujar Jimin Naryono.
Jimin menyampaikan, langkah tersebut ditempuh karena mempertimbangkan kasusnya telah bergulir sejak 2014 sehingga ada kemungkinan emosi dan duka yang dialami korban mulai mereda.
"Ada peluang melakukan pendekatan agar keluarga korban bersedia mencabut tuntutan hukuman mati dan mau menerima diyat," kata Jimin Naryono.
Diberitakan sebelumnya, kejadian bermula pada 2014 saat Nenah hendak memberi makan sopir majikannya di kamar.
Namun, Nenah dikagetkan dengan kondisi sopir majikannya yang sudah dalam keadaan meninggal.
Melihat kejadian itu, majikan Nenah malah menjerumuskan Nenah ke penjara dengan meminta Nenah menandatangani kertas yang bertuliskan Arab gundul.
Padahal, jika orang mengerti, itu kertas menyatakan bahwa yang menandatangani berarti mengaku telah membunuh.
Kondisi seperti itu, membuat Nenah langsung dibawa oleh pihak kepolisian dan dituntut hukuman mati.