Aksi Menutup Mata Munarman Dipertanyakan, Ini Penjelasan Polisi, Juga Mengenai Borgol
Aksi menutup mata yang dilakukan polisi kepada Munarman banyak dipertanyakan masyarakat.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Aksi menutup mata yang dilakukan polisi kepada Munarman banyak dipertanyakan masyarakat.
Penutupan mata mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu dilakukan saat penangkapan pada Selasa (27/4/2021).
Selain tutup mata, yang jadi pertanyaan juga aksi borgol tangan Munarman ketika tiba di Polda Metro Jaya, hingga status hukum dari yang bersangkutan.
Pertanyaan itu pun dijawab oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes (Pol) Ahmad Ramadhan.
Saat ditemui di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Ramadhan mengungkapkan alasan mengapa tim Densus 88 menutup mata dan memborgol tangan Munarman setiba di Polda Metro Jaya.
Menurut dia, hal tersebut dilakukan untuk mengikuti standar internasional dalam menangkap pelaku tindak pidana terorisme.
"Ya itu kan standar internasional penangkapan tersangka teroris, ya harus seperti itu," kata Ramadhan saat ditemui, Rabu (28/4/2021).
Di sisi lain, ia juga mengungkap alasan mengapa tangan Munarman diborgol.
Menurut dia, pemborgolan itu menunjukkan bahwa di mata hukum seluruh orang diperlakukan sama.
Ia menegaskan, semua orang tidak ada yang berbeda di mata hukum.
Baca juga: Munarman Satu Rutan dengan Pelaku Bom Bali I Ali Imron, Jadi Tersangka Kasus Tindak Pidana Terorisme
"Jadi dalam hukum itu ada asas persamaan di muka hukum, semua pelaku teror juga ditutup matanya," ucapnya.
Diketahui, saat keluar dari mobil polisi setiba di Polda Metro Jaya, Munarman tampak terlihat mengenakan penutup mata berwarna hitam dan tangannya diborgol.
Kuasa Hukum Munarman, Hariadi Nasution, menilai, tindakan itu menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia (HAM).
"Bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap klien kami dengan cara menyeret paksa di kediamannya dan menutup mata klien kami saat turun dari mobil di Polda Metro Jaya secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia," tutur Hariadi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu.